Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Sejumlah petani perempuan memukul batang padi untuk merontokkan gabah di Desa Candiretno, Kecamatan Secang, Kabupaten Magelang, Senin (22/12/2025). (IDN Times/Dhana Kencana)
Sejumlah petani perempuan memukul batang padi untuk merontokkan gabah di Desa Candiretno, Kecamatan Secang, Kabupaten Magelang, Senin (22/12/2025). (IDN Times/Dhana Kencana)

Intinya sih...

  • Petani Magelang cukup menggunakan KTP untuk tebus pupuk urea dalam 5 menit

  • Dari kerumitan Kartu Tani ke kesederhanaan KTP, memudahkan petani dan meningkatkan produktivitas

  • Transparansi harga, inklusivitas untuk kelompok rentan, kontribusi pada kedaulatan pangan

Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Magelang, IDN Times — Juandika mengeluarkan Kartu Tanda Penduduk (KTP) dari dompet lusuhnya. Pria berusia 30 tahun itu datang ke kios Penerima Pupuk pada Titik Serah (PPTS) UD Jambul di Desa Pucang, Secang, Magelang, dengan wajah ragu. Langkahnya sempat terhenti di depan pintu kios.

"Saya cuma bawa KTP (Kartu Tanda Penduduk), mas. Kartu Tani saya hilang waktu panen kemarin. Bisa tebus pupuk ndak?" tanyanya pada petugas kios dengan nada cemas, Senin (22/12/2025).

Fatkhur Arif, petugas PPTS, tersenyum menenangkan.

"Bisa, Mas. Sekarang cukup KTP saja. Mase sudah terdaftar di sistem e-RDKK (Sistem elektronik Rencana Definitif Kebutuhan Kelompok), jadi proses penebusan lancar," jawabnya sembari memindai Nomor Induk Kependudukan (NIK) KTP Juandika menggunakan aplikasi i-Pubers (Integrasi Pupuk Bersubsidi).

Lima menit kemudian, Juandika sudah membawa pulang satu karung pupuk NPK Phonska tanpa kesulitan administrasi.

"Saya kira prosesnya akan ribet. Ternyata sekarang gampang banget. Pakai KTP saja, langsung dapat," ujarnya lega.

Kisah Juandika merupakan potret kecil dari transformasi mendasar dalam sistem pendistribusian pupuk bersubsidi di Indonesia. 

Sebagaimana diketahui, sejak 30 Januari 2025, melalui Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 6 Tahun 2025 dan Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) Nomor 15 Tahun 2025, pemerintah menghapus persyaratan administratif yang berbelit dalam penebusan pupuk bersubsidi.

Petani yang terdaftar dalam sistem e-RDKK, kini hanya perlu menunjukkan KTP untuk menebus pupuk, tidak perlu lagi pusing dengan kartu fisik tambahan.

Dari Kerumitan Kartu Tani ke Kesederhanaan KTP

Petugas kios Penerima Pupuk pada Titik Serah (PPTS) UD Jambul, Fakhur Arif memfoto petani Desa Pucang, Secang, Magelang, Juandika yang menebus pupuk bersubsidi menggunakan Kartu Tanda Penduduk (KTP), Senin (22/12/2025). (IDN Times/Dhana Kencana)

Selama bertahun-tahun, Kartu Tani menjadi syarat wajib penebusan pupuk bersubsidi. Meskipun dirancang untuk mendukung digitalisasi, implementasinya justru menimbulkan masalah baru yang merugikan petani.

Data Kementerian Pertanian (Kementan) mencatat, sekitar 16 persen petani--terutama di daerah pegunungan seperti di Kabupaten Magelang--tidak memiliki Kartu Tani. Mereka yang punya pun sering terkendala teknis.

"Kartu Tani saya hilang, lupa PIN, mesin EDC di kios tidak bisa membaca kartu, dan sinyal internet yang lemah. Masalah teknis seperti itu bikin petani akhirnya gagal menebus pupuk tepat waktu. Padahal masa tanam tidak bisa ditunda," aku Arif, mengingat keluhan petani sebelum kebijakan KTP diterapkan.

Dampak negatif administratif tersebut fatal. Sebab, tanaman padi membutuhkan pemupukan pada fase vegetatif dan generatif yang tepat. Keterlambatan seminggu saja dapat menurunkan produktivitas hingga 15 persen.

Kini, hambatan itu lenyap. Sistem e-RDKK yang terintegrasi dengan aplikasi i-Pubers memungkinkan verifikasi secara instan tanpa bergantung pada Kartu Tani. 

“Malah, kalau sinyal internet gangguan atau tidak ada sinyal, petani tetap bisa menebus pupuk subsidi menggunakan KTP melalui mode offline yang sudah ada juga di sistem aplikasi i-Pubers,” ujar Arif saat bertemu IDN Times.

Kesederhanaan skema dan proses penebusan pupuk tersebut tidak serta merta mengorbankan akuntabilitas. Arif mengaku, mekanisme penebusan dengan KTP dirancang dengan sistem keamanan berlapis untuk mencegah penyalahgunaan subsidi. 

Ia pun membeberkan jika proses penebusan tersebut terdiri dari beberapa tahapan yang saling terhubung secara sistematis. 

Tahap pertama adalah verifikasi identitas melalui pemindaian Nomor Induk Kependudukan (NIK) KTP. Tahap kedua memberikan fleksibilitas dokumen. Jika ada perbedaan ejaan nama di KTP dan sistem, petani cukup melampirkan Kartu Keluarga (KK) atau surat keterangan desa.

Tahap ketiga mengakomodasi mekanisme kuasa bagi petani lansia, difabel, atau sakit, cukup dengan surat kuasa dan foto bukti digital.

“Setiap transaksi tercatat lengkap, mulai dari nama, NIK KTP, jenis dan jumlah pupuk, tanggal, tanda tangan digital, bahkan foto wajah dan barang. Jejak audit jelas, tidak ada manipulasi," jelas Arif sembari menunjukkan dashboard aplikasi i-Pubers yang menampilkan ratusan transaksi penebusan pupuk dari smartphone-nya.

Sejak berlaku Februari 2024, per Desember 2025, aplikasi i-Pubers sudah mencatatkan sebanyak 44 juta transaksi dengan rata-rata 2,5 juta transaksi per bulan, melalui 27 ribu kios resmi di seluruh Indonesia.

Sebagai informasi, aplikasi i-Pubers merupakan inisiatif digital yang dikembangkan oleh PT Pupuk Indonesia (Persero) bersama Kementan untuk mengatasi berbagai tantangan lama dalam distribusi pupuk bersubsidi. Aplikasi i-Pubers mencatat setiap transaksi secara real-time dengan foto, geo-tagging, dan timestamp, untuk memastikan pupuk tepat sasaran dan transparan.

Senior Vice President (SVP) Strategi Penjualan dan Pelayanan Pelanggan PT Pupuk Indonesia (Persero), Deni Dwiguna Sulaeman mengatakan, integrasi digital tersebut merupakan komitmen Pupuk Indonesia untuk memastikan tanggung jawab penyaluran pupuk sampai ke tangan petani.

"Tanggung jawab Pupuk Indonesia (sebagai operator) adalah menjamin pupuk sampai ke titik serah dengan tepat. Pengecer, gapoktan, hingga koperasi kini terintegrasi dalam satu sistem yang transparan," jelas Deni.

Sementara itu, Bendahara Kelompok Tani Maju Mulyo Desa Purwosari, Muhammad Amanullah mengapresiasi penyederhanaan administrasi penebusan pupuk yang kini cukup menggunakan KTP tersebut. Sebab, selama pelaksanaannya tidak ada keluhan dari petani terkait distribusi pupuk bersubsidi

"Sebelum kebijakan itu, rata-rata petani membutuhkan waktu 30--60 menit, malah bisa seharian sendiri untuk proses penebusan. Sekarang jadi 5 menit. Efisiensi hingga 90 persen. Kondisi pupuk sekarang juga baik dan stok bagus. Hampir tidak ada masalah di lapangan. Kalau pun ada dinamika, biasanya terkait petani yang belum masuk e-RDKK," katanya saat ditemui IDN Times, Senin (22/12/2025).

Transparansi Harga, Melindungi yang Rentan

Petani Desa Candiretno, Secang, Magelang, Ganang Aswin (kiri) membawa sejumlah karung pupuk bersubsidi usai ditebus menggunakan Kartu Tanda Penduduk (KTP) di kios Penerima Pupuk pada Titik Serah (PPTS) UD Jambul, Senin (22/12/2025). (IDN Times/Dhana Kencana)

Keunggulan lain sistem i-Pubers adalah transparansi harga. Harga Eceran Tertinggi (HET) terpampang jelas di aplikasi, sehingga menutup celah permainan harga yang selama ini merugikan petani.

Penelitian Yeka Hendra Fatika, bersama Haryono Umar dan Dyah Nirmalawati berjudul Analisis Efektivitas Distribusi Program Pupuk Bersubsidi di Indonesia yang dipublikasikan Ombudsman RI pada September 2025, mengonfirmasi situasi tersebut. Mereka mengungkapkan, sekitar 25 persen petani tidak mengetahui besaran HET yang akhirnya kerap dimanfaatkan oleh oknum nakal.

Namun, sejak pemerintah menurunkan HET pupuk bersubsidi sebesar 20 persen pada Rabu (22/10/2025)—melalui Keputusan Menteri Pertanian Nomor 1117/Kpts./SR.310/M/10/2025—informasi harga menjadi lebih terbuka.

"Urea Rp1.800, NPK Rp1.840, organik Rp640 per kilogram. Harga ini tampil jelas di layar aplikasi i-Pubers. Kalau ada kios nakal yang jual di atas HET, petani bisa langsung lapor ke hotline bebas pulsa Pupuk Indonesia (di 08001008001 atau WA 08119918001—pada jam dan hari kerja)," jelas Arif.

Bagi Ganang Aswin, petani setempat, penurunan harga dan transparansi tersebut adalah angin segar bagi petani.

"Kaget, kok ternyata harganya (pupuk) turun. Sangat membantu sekali kalau harganya terjangkau. Malah, ya kalau bisa mandap malih (red: turun lagi) jadi Rp75 ribu, sisa uangnya bisa kami pakai untuk kebutuhan dapur," harapnya.

Dampak Produktivitas dan Inklusivitas

Sukardi, salah satu petani asal Desa Candiretno, Kecamatan Secang, Kabupaten Magelang. (IDN Times/Dhana Kencana)

Kepastian layanan dan kemudahan akses yang dibangun Pupuk Indonesia menciptakan efek domino positif. Hal itu dirasakan oleh Sukardi, salah satu petani asal Desa Candiretno, Kecamatan Secang, Kabupaten Magelang. Ia mengaku, kini bisa merencanakan masa tanam dengan presisi tanpa dihantui ketidakpastian stok pupuk.

Kepastian layanan tersebut juga berdampak terhadap keputusan ekonomi petani. 

"Dulu saya khawatir pupuk tidak tersedia atau proses penebusan ribet sampai berhari-hari. Sekarang saya tahu, kapan bisa nebus pupuk. Jadi saya bisa hitung mundur: tanam tanggal sekian, pupuk pertama tanggal sekian, pupuk kedua tanggal sekian. Semuanya terencana," kata pria 55 tahun itu kepada IDN Times.

Data Kementan ikut memvalidasi hal itu—sebagaimana dilansir laman resminya—di mana petani yang mendapatkan pupuk subsidi cenderung mengalami peningkatan hasil panen padi sebesar 10--20 persen dibandingkan yang tidak. Dengan meningkatnya hasil panen, pendapatan petani pun ikut terdongkrak. Oleh karenanya, subsidi pupuk terbukti mampu mengurangi biaya produksi petani hingga 40 persen dan menjadikan usaha tani mereka lebih layak secara ekonomi.

Dalam Musyawarah Perencanaan Pembangunan Wilayah (Musrenbang) Eks-Karesidenan Kedu di Magelang, Senin (28/4/2025), Bupati Magelang Grengseng Pamuji menyebutkan, dengan luas panen padi 31.381 hektare (ha) dan produksi 160.695 ton pada 2024, kebijakan penebusan pupuk bersubsidi menggunakan KTP terbukti berkontribusi pada stabilitas produksi.

"Target Indeks Ketahanan Pangan sebesar 80,74 pada tahun 2026 pun sangat bergantung pada konsistensi layanan tersebut agar petani dapat merencanakan siklus tanam dengan baik," jelasnya.

Petani perempuan, Kamsiyah (kiri) memukul batang padi untuk merontokkan gabah di Desa Candiretno, Kecamatan Secang, Kabupaten Magelang, Senin (22/12/2025). (IDN Times/Dhana Kencana)

Digitalisasi penebusan dengan KTP juga membawa dimensi inklusivitas. Petani lansia, perempuan kepala keluarga, dan difabel—kelompok yang selama ini kesulitan mengurus Kartu Tani—kini dapat mengakses pupuk subsidi dengan mudah tanpa prosedur yang rumit. 

Nggih, gampil sakniki nebus pupuk. Malah nggen kulo saged diterke ngantos griyo. Karang mpun tuo dewekan, kangelan mriko, mbetone (red: Iya, sudah mudah sekarang menebus pupuk. Malah punya saya bisa minta bantuan untuk diantarkan sampai rumah. Namanya juga sudah tua, hidup sendirian, susah mau ke kios dan bawa pupuknya),” ujar Kamsiyah (70), petani perempuan warga Desa Candiretno, Kecamatan Secang, Kabupaten Magelang.

Survei Penelitian dan Pengembangan (Litbang) Kompas yang rilis pada Oktober 2025 menunjukkan, sebanyak 84 persen petani menyatakan puas atas perbaikan tata kelola pupuk bersubsidi dan digitalisasi pertanian yang dilakukan oleh pemerintah bersama Pupuk Indonesia. Kepuasan mereka mencakup kemudahan penebusan pupuk, keterbukaan informasi ketersediaan pupuk, keleluasaan prosedur, hingga akses distribusi yang lebih merata.

Direktur Manajemen Risiko Petrokimia Gresik, Johanes Barus menyampaikan, kebijakan itu menjadi tonggak penting untuk mendorong produktivitas dan kesejahteraan petani secara signifikan. Inisiatif tersebut juga menjadi langkah penting dalam mewujudkan swasembada beras di tahun 2028 yang dicita-citakan Presiden Prabowo Subianto dalam program Asta Cita.

"Kebijakan baru ini telah memangkas 145 aturan dan persetujuan lintas kementerian hingga kepala daerah. Tata kelola baru ini memastikan pupuk bersubsidi lebih tepat sasaran serta mudah diakses oleh petani," ungkap Johanes dilansir keterangan resminya, Selasa (23/12/2025).

Menambahkan, Direktur Pupuk, Ditjen Prasarana dan Sarana Pertanian, Kementerian Pertanian (Kementan), Jekvy Hendra, regulasi pupuk bersubsidi sebelumnya melibatkan 41 undang-undang, 23 peraturan pemerintah, 6 peraturan presiden, serta 74 regulasi kementerian dan lembaga, dan 1 instruksi presiden.

“Dengan adanya penggabungan berbagai aturan yang ada, sehingga lahir Peraturan Presiden. Ini yang ditunggu masyarakat dalam perbaikan tata kelola dan pemangkasan regulasi pupuk bersubsidi,” katanya.

Kontribusi pada Kedaulatan Pangan

Seorang petani perempuan memanen padi di Desa Candiretno, Kecamatan Secang, Kabupaten Magelang, Senin (22/12/2025). (IDN Times/Dhana Kencana)

Di tingkat makro, penguatan layanan penebusan pupuk berkontribusi langsung pada kedaulatan pangan nasional. Berdasarkan data Kementerian Koordinator Bidang Pangan, pemerintah menggelontorkan anggaran Rp45–46 triliun untuk 9,5 juta ton pupuk subsidi. Hasilnya, produksi beras melonjak hingga 34,77 juta ton—naik 13,54 persen (4,14 juta ton) dibanding 2024.

Dampak tersebut merembes ke daerah. Wakil Bupati Magelang, Sahid, menyebutkan optimalisasi lahan sawah seluas 25.268 ha di wilayahnya kini mampu menghasilkan luas panen agregat 31.381 ha berkat pola tanam intensif yang didukung ketersediaan pupuk. Kabupaten Magelang pun mengukuhkan diri sebagai penyangga pangan Jawa Tengah.

Hingga Desember 2025, realisasi penebusan pupuk bersubsidi di Jawa Tengah Jawa Tengah sudah mencapai 1.161.098 ton pupuk (Urea, NPK, dan Organik) kepada petani. Jumlah itu setara dengan 92 persen dari total kuota tahunan sebesar 1.407.307 ton.

Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa Badan Pusat Statistik (BPS), Pudji Ismartini mengatakan, peningkatan tersebut melampaui prediksi internasional. Departemen Pertanian Amerika Serikat (USDA) sebelumnya memperkirakan produksi beras Indonesia hanya 34,6 juta ton.

"Potensi produksi beras Januari—Desember 2025 diperkirakan mencapai 34,77 juta ton atau meningkat sebesar 13,54 persen. Peningkatan potensi produksi ini utamanya disumbang oleh peningkatan produksi pada Subround I (Januari—April) 2025 yang meningkat sebesar 26,54 persen dibandingkan subround I 2024," rinci Pudji saat rilis BPS, Senin (3/11/2025).

Transformasi dari Kartu Tani ke KTP bukan sekadar perubahan teknis administratif melainkan bukti nyata dari transformasi birokrasi yang berpihak pada rakyat. Ketika pemerintah bersama Pupuk Indonesia memangkas aturan yang tidak efektif dan menggantinya dengan sistem yang akuntabel, dampak terbesarnya dirasakan oleh mereka yang menjadi tulang punggung ketahanan pangan nasional, yakni para petani.

Editorial Team