Petugas kios Penerima Pupuk pada Titik Serah (PPTS) UD Jambul, Fakhur Arif memfoto petani Desa Pucang, Secang, Magelang, Juandika yang menebus pupuk bersubsidi menggunakan Kartu Tanda Penduduk (KTP), Senin (22/12/2025). (IDN Times/Dhana Kencana)
Selama bertahun-tahun, Kartu Tani menjadi syarat wajib penebusan pupuk bersubsidi. Meskipun dirancang untuk mendukung digitalisasi, implementasinya justru menimbulkan masalah baru yang merugikan petani.
Data Kementerian Pertanian (Kementan) mencatat, sekitar 16 persen petani--terutama di daerah pegunungan seperti di Kabupaten Magelang--tidak memiliki Kartu Tani. Mereka yang punya pun sering terkendala teknis.
"Kartu Tani saya hilang, lupa PIN, mesin EDC di kios tidak bisa membaca kartu, dan sinyal internet yang lemah. Masalah teknis seperti itu bikin petani akhirnya gagal menebus pupuk tepat waktu. Padahal masa tanam tidak bisa ditunda," aku Arif, mengingat keluhan petani sebelum kebijakan KTP diterapkan.
Dampak negatif administratif tersebut fatal. Sebab, tanaman padi membutuhkan pemupukan pada fase vegetatif dan generatif yang tepat. Keterlambatan seminggu saja dapat menurunkan produktivitas hingga 15 persen.
Kini, hambatan itu lenyap. Sistem e-RDKK yang terintegrasi dengan aplikasi i-Pubers memungkinkan verifikasi secara instan tanpa bergantung pada Kartu Tani.
“Malah, kalau sinyal internet gangguan atau tidak ada sinyal, petani tetap bisa menebus pupuk subsidi menggunakan KTP melalui mode offline yang sudah ada juga di sistem aplikasi i-Pubers,” ujar Arif saat bertemu IDN Times.
Kesederhanaan skema dan proses penebusan pupuk tersebut tidak serta merta mengorbankan akuntabilitas. Arif mengaku, mekanisme penebusan dengan KTP dirancang dengan sistem keamanan berlapis untuk mencegah penyalahgunaan subsidi.
Ia pun membeberkan jika proses penebusan tersebut terdiri dari beberapa tahapan yang saling terhubung secara sistematis.
Tahap pertama adalah verifikasi identitas melalui pemindaian Nomor Induk Kependudukan (NIK) KTP. Tahap kedua memberikan fleksibilitas dokumen. Jika ada perbedaan ejaan nama di KTP dan sistem, petani cukup melampirkan Kartu Keluarga (KK) atau surat keterangan desa.
Tahap ketiga mengakomodasi mekanisme kuasa bagi petani lansia, difabel, atau sakit, cukup dengan surat kuasa dan foto bukti digital.
“Setiap transaksi tercatat lengkap, mulai dari nama, NIK KTP, jenis dan jumlah pupuk, tanggal, tanda tangan digital, bahkan foto wajah dan barang. Jejak audit jelas, tidak ada manipulasi," jelas Arif sembari menunjukkan dashboard aplikasi i-Pubers yang menampilkan ratusan transaksi penebusan pupuk dari smartphone-nya.
Sejak berlaku Februari 2024, per Desember 2025, aplikasi i-Pubers sudah mencatatkan sebanyak 44 juta transaksi dengan rata-rata 2,5 juta transaksi per bulan, melalui 27 ribu kios resmi di seluruh Indonesia.
Sebagai informasi, aplikasi i-Pubers merupakan inisiatif digital yang dikembangkan oleh PT Pupuk Indonesia (Persero) bersama Kementan untuk mengatasi berbagai tantangan lama dalam distribusi pupuk bersubsidi. Aplikasi i-Pubers mencatat setiap transaksi secara real-time dengan foto, geo-tagging, dan timestamp, untuk memastikan pupuk tepat sasaran dan transparan.
Senior Vice President (SVP) Strategi Penjualan dan Pelayanan Pelanggan PT Pupuk Indonesia (Persero), Deni Dwiguna Sulaeman mengatakan, integrasi digital tersebut merupakan komitmen Pupuk Indonesia untuk memastikan tanggung jawab penyaluran pupuk sampai ke tangan petani.
"Tanggung jawab Pupuk Indonesia (sebagai operator) adalah menjamin pupuk sampai ke titik serah dengan tepat. Pengecer, gapoktan, hingga koperasi kini terintegrasi dalam satu sistem yang transparan," jelas Deni.
Sementara itu, Bendahara Kelompok Tani Maju Mulyo Desa Purwosari, Muhammad Amanullah mengapresiasi penyederhanaan administrasi penebusan pupuk yang kini cukup menggunakan KTP tersebut. Sebab, selama pelaksanaannya tidak ada keluhan dari petani terkait distribusi pupuk bersubsidi
"Sebelum kebijakan itu, rata-rata petani membutuhkan waktu 30--60 menit, malah bisa seharian sendiri untuk proses penebusan. Sekarang jadi 5 menit. Efisiensi hingga 90 persen. Kondisi pupuk sekarang juga baik dan stok bagus. Hampir tidak ada masalah di lapangan. Kalau pun ada dinamika, biasanya terkait petani yang belum masuk e-RDKK," katanya saat ditemui IDN Times, Senin (22/12/2025).