Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Ilustrasi makan bergizi gratis. (IDN Times/Aditya Pratama)
Ilustrasi makan bergizi gratis. (IDN Times/Aditya Pratama)

Intinya sih...

  • 110 siswa di Purworejo keracunan setelah makanan dari Program Makan Bergizi Gratis (MBG)

  • Gejala yang timbul termasuk mual, muntah, diare, dan pusing

  • Dinas Kesehatan memberikan imbauan kepada SPPG untuk lebih memperhatikan cara pengolahan makanan dan bahan pangan

Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Purworejo, IDN Times - Sebanyak 110 siswa dari SMP Negeri 8 dan SMA Negeri 3 Purworejo dilarikan ke puskesmas dan rumah sakit karena diduga mengalami keracunan setelah mengkonsumsi makanan dari Program Makan Bergizi Gratis (MBG).

Gejala yang timbul diduga berasal dari makanan MBG yang dikonsumsi pada hari Kamis (2/10/2025). Menu makanan yang dikonsumsi siswa yakni tahu, kentang rebus, telur puyuh rebus, sayur wortel, selada, timun, dan sambal kacang.

"Terdapat sekitar 110 siswa yang mengalami gejala, termasuk mual, muntah, diare, dan pusing," kata Surveilans Dinas Kesehatan (Dinkes) Kabupaten Purworejo Ratri Nur Hidayati di Purworejo, Jumat (3/10/2025) dilansir dari Antara.

Dari 110 siswa yang diduga keracunan MBG, 56 siswa diantaranya memjalani rawat jalan di Puskesmas Bubutan dan delapan siswa lainnya masih menjalani observasi. "Selain itu, 37 siswa dan satu guru yang diperiksa di sekolah juga dilaporkan mengalami gejala serupa, dan satu orang lainnya rawat jalan di Puskesmas Bragolan," kata Ratri.

Dinas Kesehatan juga memberikan imbauan kepada SPPG untuk lebih memperhatikan cara pengolahan makanan dan bahan pangan yang digunakan. Mereka menekankan pentingnya menjaga kebersihan dan keamanan makanan, termasuk batas waktu konsumsi makanan setelah dimasak. "Kami mohon kepada seluruh SPPG untuk lebih memperhatikan cara pengolahan makanan dan juga bahan-bahan pangan yang dipakai. Yang pertama, bahan pangan harus aman. Yang kedua, waktu memasak dan juga waktu distribusi," kata Ratri Nur Hidayati.

Editorial Team