Ketua KTH Rejosari, Desa Srigading, Kecamatan Sanden, Kabupaten Bantul, Sancoko. (IDN Times/Daruwaskita)
Berawal dari upaya mencegah lahan pertanian agar tak terkena abrasi, Sancoko dan warga Padukuhan Tegalrejo, Kalurahan Srigading, dan Padukuhan Baros, Kalurahan Tirtoharho, Kapanewon Sanden, Yogyakarta merasakan banyak manfaat dari penanaman mangrove.
Ya warga di sana awalnya dibayangi abrasi yang membuat areal persawahan mereka tenggelam. Abrasi yang disebabkan pertemuan aliran sungai Opak dan sungai Winongo Kecil.
Bersama masyarakat sekitar, Sancoko kemudian membudidayakan tanaman mangrove atau bakau yang ada di kawasan Laguna Pantai Samas.
"Dari awal saya tidak berpikir untuk menyelamatkan lingkungan namun bagaimana caranya agar abrasi tidak semakin meluas dan lahan pertanian milik warga tidak terdampak abrasi," ungkapnya ketika ditemui IDN Times di Pos Angkatan Laut (Posal) Pantai Samas pada Kamis (16/9/2021) malam.
Usaha yang dilakukan Sancoko dan pemuda sekitar mendapatkan perhatian dari pemerintah daerah hingga pemerintah pusat, BUMN, kampus-kampus dan juga LSM. Mereka mendapatkan bantuan bibit pohon mangrove hingga pendanaan agar bakau bisa ditanam di kawasan Laguna Pantai Samas.
Bantuan tersebut turut melecutkan semangat pemuda dari Padukuhan Tegalrejo untuk memelihara bibit pohon mangrove yang ditanam di Laguna Pantai Samas. Namun, kata Sancoko, tak mudah untuk memastikan bibit mangrove bisa hidup dan tumbuh menjadi besar.
Adanya sampah yang dibawa oleh aliran sungai Opak dan Winongo Kecil membuat bibit mangrove yang ditanam mati. Apalagi jika tempat untuk menanam bibit mangrove sedimen tanah masih tipis.
"Ya akhirnya sebelum menanam bibit mangrove kita membuat pagar agar sampah tidak menerjang bibit mangrove yang baru kita tanam," ungkapnya.
Usaha yang dilakukannya dengan menanam bibit pohon mangrove yang kini sudah tumbuh setinggi dua meter bahkan sudah ada yang hampir tujuh meter sudah dirasakan dampaknya oleh warga. Abrasi yang menyebabkan lahan persawahan hilang saat ini tak lagi terjadi. Demikian pula ekosistem di kawasan Laguna Pantai Samas kembali hidup.
"Petani saat ini tak lagi ketakutan tanaman yang ditanam mati akibat terjangan angin yang membawa kadar garam hingga banyak pemancing yang berburu ikan di Laguna Pantai Samas hingga dijadikan kawasan wisata edukasi," ungkap pria yang sehari-hari berprofesi sebagai petani ini.
Sancoko mengaku tak pernah memikirkan akan mendapatkan penghargaan dari pemerintah atas usaha yang dilakukannya bersama pemuda di Padukuhan Tegalrejo turut menyelamatkan lingkungan. Sebab, tujuan awalnya adalah menyelamatkan lahan pertanian di sisi utara Laguna Pantai Samas.
"Saya juga tidak berpikir jauh kalau ternyata keberadaan mangrove juga sebagai barier alami jika terjadi tsunami atau lainnya. Saya itu petani, bagaimana lahan pertanian itu selamat saja," tambahnya lagi.
Di Jawa Tengah meredam laju abrasi di pesisir Pantai Utara (Pantura) juga dilakukan oleh millennial, generasi muda yang tergabung di dalam Kelompok Studi Ekosistem Mangrove Teluk Awur (Kesemat). Organisasi mahasiswa yang bernaung di Jurusan Ilmu Kelautan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Diponegoro (Undip) Semarang itu turut berpartisipasi dalam konservasi dan restorasi mangrove.
Selama 20 tahun, ada dua area konservasi mangrove yang dirawat oleh Kesemat antara lain di Teluk Awur Kabupaten Jepara yang di sana juga berdiri Mangrove Education Center of Kesemat dan memiliki 30 spesies mangrove. Kemudian, Semarang Mangrove Center yang memiliki dua lokasi konservasi, yaitu di Mangkang Wetan dan Mangunharjo Tugu Kota Semarang.
Presiden Kesemat, Ghifar Naufal Aslam mengatakan, Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki area mangrove terluas di dunia. Luasnya mencapai 3,2 juta hektar atau 23 persen dari total luasan mangrove di dunia. Namun, seiring waktu tingkat kehilangan dan degradasi ekosistem juga sangat tinggi baik itu oleh alam maupun ulah manusia.
"Maka itu, kami di Semarang terus berupaya untuk merehabilitasi dan merestorasi mangrove agar dampak kerusakan lingkungan tidak terus meluas. Namun, upaya itu belum bisa maksimal karena banyak kepentingan," ungkapnya saat dihubungi IDN Times, Jumat (17/9/2021).
Alih fungsi lahan disebut sebagai masalah dan menjadi kendala Kesemat dalam melestarikan mangrove di kawasan pesisir Pantura Jawa. Banyak lahan yang dikuasai pemodal atau perusahaan, sehingga ketika mereka ingin melakukan penanaman tidak bisa berjalan sesuai rencana.
Hingga kini Kesemat memiliki 28 anggota aktif sudah menanam mangrove di area seluas 3 hektar di Teluk Awur Jepara. Sedangkan, di Semarang sendiri 700 ribu bibit mangrove sudah ditanam di area seluas satu hektar.
Tidak berhenti pada penanaman, penyelamatan lingkungan melalui pelestarian mangrove juga berkelanjutan pada pemberdayaan masyarakat di lingkungan konservasi. Kesemat memiliki warga binaan di dua lokasi di Kota Semarang. Upaya ini untuk menaikkan taraf hidup masyarakat pesisir Pantura Jawa.
Seperti di Mangkang Wetan Kesemat mendampingi kelompok warga pengolah kopi mangrove bernama Arjuna Berdikari. Sedangkan di Mangunharjo, mendampingi warga melalui kelompok Srikandi Pantura membuat aneka makanan olahan dan batik pewarna alam dari mangrove.
Upaya itu berbuah manis bagi kelompok mahasiswa yang menjadikan Kesemat sebagai laboratorium kehidupan sekaligus pembelajaran. Tidak hanya bisa melakukan penelitian dan praktik kerja, kerja keras organisasi ini dalam melestarikan lingkungan sudah mendapatkan penghargaan.
Antara lain peraih Kalpataru untuk Kategori Penyelamat Lingkungan dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI di tahun 2019. Kemudian, Kesemat juga mendapat anugerah sebagai Organisasi Pemuda Terbaik dan menyabet enam penghargaan di tingkat Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Undip, Indonesia, dan Asia Tenggara. Selain itu, Kesemat juga diundang oleh Presiden RI Joko Widodo dan mendapat penghargaan Wana Lestari sebagai Pecinta Alam Terbaik di Indonesia.
Upaya pelestarian mangrove juga dilakukan oleh personel kepolisian dari Korps Polairud Polda Kalimantan Timur (Kaltim) Bripka Taufik Ismail. Upaya yang dilakukan di antaranya penanaman kembali lahan mangrove yang rusak, menjaga habitat lahan bakau dari ancaman perusakan maupun sampah dan juga edukasi kepada masyarakat dan pelajar pentingnya pohon mangrove untuk keselamatan lingkungan.
Tak hanya tanaman mangrove, perhatian Taufik juga tak lepas pada biota laut dilindungi yang sempat menjadi incaran masyarakat. Sampai di pesisir Tanah Grogot, Paser pun edukasi pelestarian laut pun digencarkan.
Kerang Mimi atau kepiting tapal misalnya. Hewan langka ini beberapa waktu lalu selalu menjadi buruan untuk dikonsumsi oleh masyarakat sekitar. Melihat itu, Taufik pun turun tangan dengan menggaet beberapa tokoh sekitar untuk memberikan edukasi terkait kepiting tapal dan manfaat penanaman mangrove di sekitar pesisir pantai sana.
Hasilnya, kini masyarakat menjadikan pesisir Grogot sebagai ekowisata edukasi. "Ya Alhamdulillah, sekarang malah jadi tempat wisata di sana. Yang awalnya tidak tahu sama sekali soal mimi justru sekarang dilestarikan," ucapnya.
Tak hanya itu Taufik juga mengajari para wanita-wanita pesisir Pantai Manggar mengolah buah mangrove menjadi bedak dingin. Tak hanya bermanfaat menjaga lingkungan, mengrove ternyata juga memiliki nilai ekonomis yang dapat menjadi sumber penghasilan warga.