Ilustrasi pemakaman (IDN Times/Vanny El Rahman)
Sementara itu, Dwi Setiyani Utami, Ketua Puan Hayati, menganggap warga penghayat masih rentan terkena diskriminasi lantaran minimnya pendampingan hukum dari pemerintah.
Dwi mengatakan pada 2018 silam, pihaknya menemukan prosesi pemakaman warga penghayat yang ditolak oleh warga. Kejadian itu muncul di Kabupaten Jepara dan Brebes.
Ia menduga stigma yang kadung melekat sejak puluhan tahun justru memperparah keadaan.
"Masih ada pemakaman warga penghayat yang ditolak warga. Kasusnya muncul di Brebes sama Jepara. Karena kita sejak bertahun-tahun mengalami diskriminasi oleh negara. Akhirnya masyarakat memandang kita dengan stigma-stigma yang negatif. Ini hambatan yang terus kita hadapi saat berbaur dengan masyarakat. Kita semua harus memperbaiki paradigma yang seperti ini karena warga penghayat juga punya hak yang sama dengan warga lainnya," pungkasnya.