Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Kumpulan pengemudi ojek online dari platform Gojek dan Grab (Foto: Marketivate)

Intinya sih...

  • ASPEK Indonesia meminta pengemudi ojol dijadikan pekerja tetap, untuk perlindungan lebih baik seperti tunjangan kesehatan dan jaminan pensiun.
  • Direktur Celios Nailul Huda menyatakan struktur gaji tetap dapat merugikan pengemudi karena pembatasan jam kerja.
  • Ekonom Senior Universitas Paramadina, Wijayanto Samirin, menyarankan hati-hati dalam kebijakan ini agar tidak merugikan industri dan akses masyarakat terhadap pekerjaan.

Semarang, IDN Times - Wacana tuntutan pengemudi ojek online (ojol) dijadikan pekerja tetap mendapat tanggapan dari berbagai pihak. Selain merugikan konsumen, status pekerja tetap bagi pengemudi ojol juga akan merusak ekosistem transportasi digital.

Tuntutan itu bermula dari Asosiasi Serikat Pekerja Indonesia (ASPEK Indonesia) yang disampaikan pada keterangan tertulis 29 April 2025, yang meminta agar pengemudi ojol dijadikan pekerja tetap. Sebab, menurut ASPEK Indonesia, dengan menjadikan pengemudi ojol sebagai pekerja tetap, mereka akan memperoleh perlindungan yang lebih baik seperti tunjangan kesehatan, asuransi, dan jaminan pensiun yang selama ini belum sepenuhnya mereka terima dalam status kerja yang fleksibel.

1. Struktur gaji tetap perlu dipikirkan

Antusiasme para Mitra Grab dalam kegiatan berbagi takjil gratis yang diadakan di Semarang. (dok. Grab)

Kendati demikian, Direktur Ekonomi Center of Economic and Law Studies (Celios), Nailul Huda mengingatkan, bahwa jika kebijakan ini diterapkan, harus dipikirkan apakah struktur gaji tetap akan menciptakan insentif yang memadai bagi pengemudi.

“Dengan model fleksibel yang ada sekarang, pengemudi dapat bekerja sesuai dengan permintaan pasar dan mendapatkan penghasilan yang bervariasi. Jika diubah menjadi pekerja tetap, jumlah pekerjaan yang dapat diambil akan terbatas, yang mungkin akan merugikan mereka yang bergantung pada penghasilan lebih tinggi saat jam sibuk,” ungkapnya, Jumat (2/5/2025). 

Nailul juga menekankan pentingnya mempertimbangkan dampak sosial dan ekonomi bagi para pengemudi yang selama ini mendapat manfaat dari sistem fleksibel tersebut.

2. Berdampak pada model bisnis

Kolaborasi Alfamart dan Sprite Berbagi Kebaikan dengan 20 Ribu Mitra Grab (Dok. IDN Times)

Lalu, Ekonom Senior Universitas Paramadina, Wijayanto Samirin mengusulkan agar kebijakan ini dipertimbangkan dengan hati-hati.

"Kebijakan ini harus dilihat dari berbagai aspek, tidak hanya dari sisi perlindungan sosial tetapi juga dampaknya terhadap model bisnis dan daya saing industri. Jika status pengemudi diubah, bisa jadi banyak orang yang menginginkan pekerjaan fleksibel dengan pendapatan harian akan kehilangan kesempatan,” ujarnya. 

Kemudian, Chief of Public Affairs Grab Indonesia, Tirza Munusamy menyampaikan, bahwa kebijakan ini justru bisa merugikan ekosistem transportasi digital yang telah terbentuk.

"Jika pengemudi menjadi karyawan, maka akan ada seleksi, kuota, dan pembatasan jam kerja. Saat ini, siapa pun bisa mendaftar dan langsung bekerja tanpa batasan waktu,” terangnya. 

3. Hanya sebagian orang yang akan bisa bekerja

Ilustrasi Grab/ IDN TImes Dini Suciatiningrum

Adapun perlu diketahui, pada skema kerja saat ini justru berfungsi sebagai bantalan sosial bagi banyak orang, terutama di tengah ketidakpastian ekonomi.

“Jika kita ubah semuanya jadi karyawan, barrier toentry akan naik. Hanya sebagian orang yang akan bisa bekerja, sementara jutaan yang lain kehilangan akses untuk mencari nafkah,” ungkap Tirza. 

Dampaknya tidak hanya akan dirasakan oleh para mitra pengemudi, tetapi juga pada banyak usaha kecil dan menengah (UMKM) yang bergantung pada layanan GrabFood, GrabMart, dan lainnya.

Lebih lanjut, Tirza juga menambahkan, bahwa jika pengemudi diubah menjadi pekerja tetap, perusahaan akan menanggung biaya tetap yang mungkin tidak selalu sebanding dengan tingkat permintaan.

4. Biaya operasional bisa melonjak

Demo ratusan ojol dan driver online di depan Kantor Gubernur NTB, Kamis (17/4/2025). (IDN Times/Muhammad Nasir)

“Biaya operasional bisa melonjak, yang pada akhirnya akan berdampak pada harga layanan yang harus dibayar oleh konsumen,” tambahnya.

Agung Yudha, Direktur Eksekutif Modantara, menyatakan bahwa kebijakan ini perlu dilihat dari perspektif keberlanjutan industri serta akses masyarakat terhadap pekerjaan.

"Menjadikan pengemudi ojol sebagai pekerja tetap dapat mengubah keseimbangan yang sudah ada antara fleksibilitas kerja dan akses ekonomi. Jika status mereka berubah, sektor ini akan kehilangan karakter inklusivitas yang membuatnya dapat diakses oleh hampir semua orang," tandasnya. 

Editorial Team