Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Ilustrasi sertifikat tanah elektronik (IDN Times/Paulus Risang)
Ilustrasi sertifikat tanah elektronik (IDN Times/Paulus Risang)

Intinya sih...

  • Warga protes kenaikan PBB rumah hingga 441 persen, merasa tidak masuk akal dan sulit mengajukan keringanan.

  • Wakil Gubernur Jawa Tengah ingatkan pentingnya ruang dialog sebelum kebijakan diberlakukan, sesuai aturan, dan disesuaikan dengan kemampuan warga.

  • Kepala Badan Keuangan Daerah Kabupaten Semarang membenarkan kenaikan signifikan di beberapa titik, namun ada juga SPPT yang turun terutama untuk lahan pertanian dan peternakan.

Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Semarang, IDN Times – Kenaikan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) tidak hanya berpolemik di Kabupaten Pati, Jawa Tengah. Kenaikan serupa terjadi di Kabupaten Semarang. Kenaikan tersebut dikeluhkan warga.

Salah satunya datang dari Tukimah (69), warga Desa Baran, Ambarawa, yang kaget setelah tagihan PBB rumahnya melonjak hingga 441 persen, atau sekitar Rp161 ribu menjadi Rp872 ribu. Kejadian tersebut viral di media sosial.

1. Warga mempertanyakan dasar kenaikan

Ilustrasi sertifikat tanah yang dikeluarkan Badan Pertanahan Nasional. (IDN Times/Dicky)

Tukimah, melalui keponakannya Andri Setiawan (42), mengaku kenaikan tersebut tidak masuk akal. Menurutnya, Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) memang naik dua kali lipat, namun PBB justru melonjak lima kali lipat.

“Alasannya karena rumah dekat jalan utama Ambarawa–Bandungan dan di belakang ada perumahan. Tapi itu kan sudah lama, perumahannya sudah 10 tahun,” kata Andri.

Ia mengaku sudah mengajukan keringanan. Namun, prosesnya berbelit dan keputusan baru keluar pada September, padahal batas bayar PBB hingga Agustus. Hal itu membuatnya khawatir terkena denda.

2. Tidak ingin polemik di Pati terjadi di daerah lain

Wagub Jateng Taj Yasin Maimoen bertemu jajaran rektorat UIN Walisongo Semarang. (IDN Times/Dok Humas Pemprov Jateng)

Kejadian tersebut menarik perhatian Wakil Gubernur Jawa Tengah, Taj Yasin Maimoen atau Gus Yasin. Ia mengakui kenaikan PBB wajar terjadi setiap tahun. Meski demikian, ia mengingatkan pentingnya ruang dialog sebelum kebijakan diberlakukan.

“Yang penting sesuai aturan, dan ruang diskusi dengan publik harus betul-betul ditekankan. Jangan sampai kejadian kemarin jadi polemik di daerah lain,” katanya di Semarang, Kamis (14/8/2025).

Gus Yasin menegaskan, sebelum menetapkan kenaikan, pemerintah daerah wajib menggelar dengar pendapat melibatkan kepala desa, LSM, dan pemangku kepentingan lainnya. Besaran kenaikan, katanya, juga harus disesuaikan dengan kemampuan warga.

3. NJOP sesuai acuan BPN

Ilustrasi Bukti Kepemilikan Tanah (Dok. ATR/BPN)

Kepala Badan Keuangan Daerah (BKUD) Kabupaten Semarang, Rudibdo, membenarkan ada kenaikan signifikan di beberapa titik. Penyesuaian dilakukan pihaknya setelah penilaian terbatas pada tanah di lokasi strategis, seperti ruas jalan nasional, provinsi, dan kabupaten, mengacu pada Zona Nilai Tanah (ZNT) dari Badan Pertanahan Nasional (BPN).

Ia menyebutkan, NJOP milik Tukimah sudah belasan tahun tidak dinilai ulang, dan kini berada di kisaran Rp1,2 juta per meter persegi untuk luas sekitar 1.240 m². Selain itu, bangunan baru juga belum masuk perhitungan SPPT lama.

“Tidak semua warga mengalami kenaikan. Ada 13.912 SPPT justru turun, terutama untuk lahan pertanian dan peternakan,” jelasnya.

BKUD membuka ruang keberatan dan penilaian ulang bagi wajib pajak yang merasa dirugikan.

4. Lansia bisa dapat diskon

Bupati Semarang, Ngesti Nugraha (kiri). (semarangkab.go.id)

Bupati Semarang, Ngesti Nugraha, langsung menugaskan tim BKUD mengecek kondisi Tukimah. Ia memastikan lansia, pensiunan, veteran, dan petani terdampak hama berhak mengajukan keringanan hingga 50 persen.

“Kami fleksibel. Silakan ajukan keberatan lewat kelurahan atau langsung ke BKUD, akan kami kaji sesuai kondisi ekonomi,” ucapnya.

Hingga awal Agustus 2025, realisasi PBB di Kabupaten Semarang baru mencapai 30 persen dari target Rp88,1 miliar. Ngesti mengimbau warga tidak menunda pembayaran agar tidak terbebani secara psikologis maupun administratif.

Editorial Team