Peduli Konservasi dari Pemanfaatan Energi di Hutan Petungkriyono

Keberadaan hutan hujan tropis Petungkriyono yang terjaga memberikan potensi air untuk dimanfaatkan menjadi pembangkit energi listrik yang ramah lingkungan. Manfaat jasa lingkungan tersebut menyadarkan masyarakat di sekitar hutan peduli akan pentingnya konservasi.
Pekalongan, IDN Times - Habis Gelap Terbitlah Terang. Judul buku kumpulan surat Raden Ajeng (RA) Kartini yang disusun Jacques Henry (JH) Abendanon tersebut bak kehidupan Sukirno.
Bagaimana tidak? Sejak lahir pada tahun 1977, ia baru bisa menikmati energi listrik yang memadai untuk tempat tinggalnya dalam dua tahun terakhir. Tepatnya sejak Pembangkit Listrik Mikrohidro (PLTMH) Kayupuring beroperasi pada akhir 2018.
1. Penantian panjang masyarakat menikmati listrik dengan nyaman
Kehadiran PLTMH memasok listrik permukiman Dusun Sokokembang, Desa Kayupuring, Kecamatan Petungkriyono, Kabupaten Pekalongan, Jawa Tengah merupakan sebuah penantian panjang. Listrik menjadi hal mewah bagi Sukirno dan masyarakat dusun tersebut karena puluhan bahkan ratusan tahun semenjak kampung itu ada, mereka tidak pernah menikmatinya secara layak.
Letak geografis kawasan tinggal yang berada di sekitar hutan hujan tropis Petungkriyono serta jauh dari jaringan PT Perusahaan Listrik Nasional (PLN) kerap menjadi faktor terhambatnya listrik masuk perkampungan mereka.
Berbagai cara diusahakan agar mereka mendapatkan penerangan, terutama saat malam hari. Mulai dari menggunakan lampu damar berbahan bakar minyak tanah sekitar 1980an.
Selang 10an tahun kemudian atau 1990an, mereka mencoba merakit alat kincir air tradisional untuk pembangkit listrik. Adapun sumber penghasil energi tersebut berasal dari air aliran anak sungai Welo yang membentang kawasan hutan Petungkriyono.