Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Balai Kota Semarang. (IDN Times/Anggun Puspitoningrum)
Balai Kota Semarang. (IDN Times/Anggun Puspitoningrum)

Intinya sih...

  • Pemotongan iuran kebersamaan masih dilakukan meskipun ada larangan resmi dari Wali Kota Semarang

  • Iuran dipotong dari Tambahan Penghasilan Pegawai (TPP) dan mencapai lebih dari Rp1 miliar per triwulan

  • Uang iuran digunakan untuk berbagai kegiatan internal, termasuk piknik ke luar kota hingga luar negeri

Semarang, IDN Times - Praktik iuran kebersamaan di lingkungan Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Kota Semarang masih berlangsung meskipun mantan Wali Kota Semarang, Hevearita G Rahayu atau akrab disapa Mbak Ita, mengeluarkan larangan resmi. Fakta itu terungkap dalam sidang kasus dugaan korupsi yang menyeret mantan Mbak Ita di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Semarang, Rabu (2/7/2025).

1. Sukarela tapi ditentukan nominalnya

Wali Kota Semarang Hevearita Gunaryanti Rahayu jalani pemeriksaan di gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Kamis (1/8/2024). (ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay)

Dalam persidangan, Kasubbid Penetapan Pajak Daerah Bapenda Kota Semarang, Agung Wido Catur Utomo, memberikan keterangan mengejutkan. Ia mengakui, hingga triwulan I dan II tahun 2024, pemotongan iuran kebersamaan masih dilakukan kepada pegawai Bapenda Kota Semarang. Padahal, per tanggal 19 Januari 2024, sudah ada surat edaran dari Wali Kota Semarang yang melarang segala bentuk pungutan tanpa dasar hukum.

“Triwulan I dan II 2024 masih dipotong, saya tidak tahu kalau sudah ada edaran Wali Kota,” aku Agung di hadapan majelis hakim.

Iuran kebersamaan itu dipotong dari Tambahan Penghasilan Pegawai (TPP) yang diterima setiap tiga bulan, berdasarkan insentif pemungutan pajak daerah yang diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 69 Tahun 2010. Besarannya bervariasi. Meski demikian, tercatat iuran tersebut jumlahnya mencapai lebih dari Rp1 miliar per triwulan.

Agung mengaku ia mendapatkan tugas menghitung besaran iuran yang harus dibayar pegawai. Ia tidak menyebutkan dasar hukum yang jelas soal hitungan tersebut. Bahkan, menurutnya, ada staf yang menyetor lebih banyak dari atasannya, dan tidak ada yang secara terbuka menyatakan keberatan.

“Iurannya sifatnya sukarela, tapi besarannya ditentukan. Ada juga yang setor lebih besar dari atasannya,” katanya.

Saat disinggung mengenai setoran dari Kepala Bapenda Kota Semarang, Indriyasari atau Iin, Agung sempat bungkam. Ia hanya menjelaskan bahwa pada saat pengumpulan iuran, Iin sedang menunaikan ibadah haji dan sedang menjalani sanksi disiplin karena tidak masuk kerja.

“Saya pikir nilai yang diterima beliau (Iin) lebih kecil. Karena waktu itu sudah ada potongan disiplin,” ucapnya.

2. Setiap pegawai dipotong lagi Rp3 juta per orang

ilustrasi uang Rupiah (pexels.com/Ahsanjaya)

Lebih lanjut, Agung membeberkan, pada tahun 2023 ia diminta menghitung ulang iuran kebersamaan karena ada tambahan pengeluaran sebesar Rp300 juta. Anggaran itu muncul dari hasil rapat Iin dengan para kepala bidang.

“Saya diminta menghitung ulang karena ada kebutuhan Rp300 juta. Setelah dihitung ulang, setiap pegawai dikenai iuran tambahan rata-rata Rp3 juta per orang,” aku Agung.

Sayang, ia tidak tahu pasti untuk apa tambahan dana sebesar itu digunakan.

“Diperintah pimpinan. Setelah saya hitung dan disetujui kepala badan, ya dilakukan,” tambahnya.

3. Piknik ke Bali pakai iuran kebersamaan

ilustrasi destinasi wisata di Bali (pexels.com/TJ Chang)

Dalam kesaksian lain, Agung juga menyebutkan, dana iuran kebersamaan dipakai untuk berbagai kegiatan internal, termasuk piknik ke luar kota hingga luar negeri. Pada Januari 2024, pegawai Bapenda berlibur ke Bali, dan sebulan setelahnya ke Singapura.

“Piknik ke Bali itu pelaksanaan kegiatan yang seharusnya dilakukan pada akhir 2022,” ucap Agung di persidangan.

Jaksa mendakwa Mbak Ita, menerima dana sebesar Rp1,2 miliar yang bersumber dari iuran kebersamaan. Selain hanya itu, suami Mbak Ita, Alwin Basri, juga diduga menerima dana Rp1 miliar dari sumber yang sama.

Dalam keterangannya, Mbak Ita membenarkan dirinya telah mengeluarkan surat edaran tentang larangan pungutan pada awal Januari 2024 dan bahkan sempat mengembalikan sejumlah dana ke Kepala Bapenda, IIn.

“Saya datang ke kantor Bapenda, menyampaikan soal edaran itu, dan saya kembalikan sejumlah uang ke Bu Indriyasari (Iin),” ungkapnya saat bersaksi, sebagaimana dilansir Antara.

Namun fakta di lapangan menunjukkan bahwa praktik iuran tetap berjalan bahkan setelah larangan diterbitkan.

Topics

Editorial Team