Semarang, IDN Times - Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat jumlah penduduk miskin di Jawa Tengah mencapai 3,37 juta jiwa atau 9,48 persen dari total populasi.
Penduduk Miskin di Jateng Capai 3,37 Juta, Mayoritas di Perdesaan

Intinya sih...
Penduduk miskin di Jateng berkurang 29,65 ribu jiwa
Tingkat kemiskinan di perdesaan masih tinggi, rata-rata rumah tangga miskin dihuni 4,40 jiwa
Prioritaskan daya beli masyarakat miskin, pertumbuhan ekonomi Jateng pada triwulan I 2025 mencapai 4,96 persen
1. Penduduk miskin berkurang 29,65 ribu jiwa
Plt Kepala BPS Jateng, Endang Tri Wahyuningsih mengatakan, jumlah tersebut mengalami penurunan per Maret 2025 sebanyak 337.640 orang atau 0,99 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu.
‘’Saat ini jumlah penduduk miskin mencapai 3,37 juta jiwa, menurun sebanyak 29,65 ribu jiwa dibandingkan bulan September 2024. Kemudian, juga turun 337,64 ribu jiwa dibandingkan Maret 2024 yang tercatat sebanyak 3,70 juta orang,’’ katanya dalam keterangan resmi, Minggu (27/7/2025).
2. Tingkat kemiskinan di perdesaan masih tinggi
Untuk diketahui, dari jumlah penduduk miskin tersebut, tingkat kemiskinan di perdesaan masih lebih tinggi, yakni 9,92 persen, sedangkan di perkotaan sebesar 9,10 persen. Adapun, rata-rata rumah tangga miskin di Jateng dihuni 4,40 jiwa, dan memiliki garis kemiskinan sebesar Rp2.366.373 per bulan.
‘’Artinya, jika pengeluaran rumah tangga di bawah Rp2.366.373 per bulan, maka masuk kategori miskin. Adapun, garis kemiskinan ini juga turun 3,72 persen dibanding Maret 2024 yang mencapai Rp2.281.505,’’ ujar Endang.
Penurunan kemiskinan di Jateng selama periode Maret 2024 hingga Maret 2025 bisa didorong dari berbagai program pembangunan dan perlindungan sosial.
3. Prioritaskan daya beli masyarakat miskin
Menurut dia, penurunan penduduk miskin di Jateng ini tidak lepas dari pertumbuhan ekonomi Jateng pada triwulan I 2025 yang mencapai 4,96 persen, serta penurunan pengangguran terbuka sebesar 0,45 poin selama Agustus 2024 hingga Februari 2025.
‘’Namun, tantangan ke depan cukup besar karena naiknya garis kemiskinan juga menggambarkan adanya biaya hidup makin meningkat. Penting bagi pemerintah untuk memprioritaskan menjaga daya beli masyarakat miskin, mendorong pertumbuhan ekonomi inklusif dan membuka lebih banyak peluang kerja untuk menekan kemiskinan lebih jauh,’’ tandas Endang.