Semarang, IDN Times - Para peneliti perempuan di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Diponegoro (Undip) Semarang memaparkan tentang tantangan perempuan di dunia digital. Hasil penelitian itu disampaikan dalam acara International Visiting Lecturer dengan tema “Media, Power, and Women’s Resilience in the Digital Age”, belum lama ini.
Peneliti Perempuan Undip Ungkap Tantangan Kaum Hawa di Dunia Digital

Intinya sih...
Peneliti perempuan di Undip FISIP membahas tantangan kaum hawa di dunia digital.
Hasil penelitian disampaikan dalam acara International Visiting Lecturer dengan tema "Media, Power, and Women’s Resilience in the Digital Age".
Tantangan perempuan di dunia digital menjadi fokus utama dalam paparan peneliti perempuan Undip.
1. Media miliki peran ganda yang kerap membatasi suara perempuan
Kegiatan ini menghadirkan Assistant Professor of Interreligious Education dari Claremont School of Theology, Amerika Serikat, Lailatul Fitriyah, Ph.D; dosen Departemen Ilmu Komunikasi FISIP Undip, Dr. Phil. Nuriyatul Lailiyah, M.I.Kom.; dan Ketua KBK (Kelompok Berbasis Kepakaran) Sosiologi Media, Dr. Nurul Hasfi, M.A.
Dalam presentasinya, Lailatul Fitriyah, Ph.D., menekankan keterkaitan erat antara agama, gerakan sosial, dan media melalui pernyataannya, “Religion and movement cannot be separated from media.”
Ia menjelaskan, bagaimana media memiliki peran ganda, yakni sebagai instrumen kuasa yang kerap membatasi suara perempuan, sekaligus sebagai ruang perjuangan dan resistensi.
Lailatul mencontohkan gerakan #MosqueMeToo serta Kongres Ulama Perempuan Indonesia 2017, yang menunjukkan bagaimana media mampu mengartikulasikan pengalaman kolektif perempuan dan membangun solidaritas lintas negara.
2. Digital fatigue dialami banyak perempuan
Selanjutnya, Dr. Phil. Nuriyatul Lailiyah, M.I.Kom., membawakan materi “Women and Digital Resilience: Internet for Social Change.” Ia mengangkat isu pentingnya literasi digital dalam menghadapi digital fatigue yang dialami banyak perempuan.
‘’Meskipun internet sering melelahkan, media digital tetap dapat menjadi ruang solidaritas dan advokasi,’’ ujarnya.
Ia juga menekankan bahwa perempuan harus dipandang bukan sekadar konsumen informasi, melainkan aktor sosial yang mampu membentuk perubahan melalui media digital.
3. Jurnalis perempuan masih merasakan ketidakamanan di newsroom
Selanjutnya, Dr. Nurul Hasfi mengaitkan tema diskusi ini dengan isu yang menjadi fokus penelitiannya, yaitu ketidaksetaraan gender di ruang redaksi.
“Saya mengikuti FGD dengan 18 jurnalis dari berbagai negara di Asia Tenggara dan menemukan bahwa jurnalis perempuan masih merasakan ketidakamanan di newsroom. Berbagai tindakan tidak menyenangkan masih dialami, seperti verbal (sexual) harassment, catcalling, job segregation, dan sebagainya,’’ jelasnya.
Menurut dia, diskusi dalam seminar ini akan meningkatkan pemahaman peserta kuliah internasional tentang berbagai isu serupa dalam kehidupan sehari-hari.
4. Forum ruang berbagi pengetahuan dan pengalaman
Sementara dalam sambutannya, Dekan FISIP Undip, Dr. Drs. Teguh Yuwono, M.Pol.Admin., memberikan apresiasi tinggi atas terselenggaranya kuliah internasional ini.
“Semoga forum ini menjadi ruang berbagi pengetahuan dan pengalaman yang bermanfaat. Media and power saat ini memiliki pengaruh besar serta berdampak langsung pada masyarakat. Kehadiran narasumber internasional akan memperkaya perspektif akademik kita semua,” katanya.
Lalu, Ketua Departemen Ilmu Komunikasi, Dr. Agus Naryoso, M.Si., menyampaikan harapannya, agar kegiatan ini dapat menjadi pintu bagi kerja sama akademik maupun non akademik dengan mitra internasional.
“Melalui program ini, kami ingin terus memperkuat jaringan global, sehingga Departemen Ilmu Komunikasi dapat menjadi bagian dari percakapan akademik internasional,” tegasnya.