Pengamat Politik Sebut One Man One Vote Pemilu Raya PSI Terobosan Baru

- Pengamat politik menyebut Pemilu Raya PSI sebagai terobosan luar biasa
- PSI menjadi pioner pemilihan ketua umum secara terbuka
- Keuntungan dari sistem ‘one man one vote’ bagi PSI
Surakarta, IDN Times - Pengamat politik dari Solo, DR Drs Suwardi menyebut Pemilu Raya guna mencari ketua umum lima tahun ke depan yang dilakukan Partai Solidaritas Indonesia (PSI) sebagai terobosan luar biasa. Menurutnya, pemilihan ketua umum dengan sistem “one man one vote” belum pernah digunakan partai lain.
1. Jadi terobosan baru

Suwardi mengatakan jika apa yang dilakukan oleh PSI sebagai suatu terobosan yang luar biasa, dan belum pernah ada sepanjang pemilihan ketua umum partai di Indonesia.
"Ini terobosan luar biasa kalau menurut saya. Partai yang lain kan belum pernah ada. Biasanya pemilik suara itu ada pada DPD ya kalau untuk ketua umum. DPD kabupaten/kota, ada pada DPD provinsi atau DPW provinsi, begitu. Kemudian ditambah dengan hak suara yang dimiliki oleh DPP," ujar Suwardi saat dihubungi, Rabu (16/7/2025).
"Belum pernah ada di seluruh anggota partai itu kemudian masing-masing memiliki hak suara. 'one man one vote' itu belum ada. Baru ada di PSI ini, menurut saya praktek demokrasi yang ditunjukkan PSI ini praktek demokrasi yang luar biasa," sambungnya.
2. PSI jadi pioner pemilihan ketua umum secara terbuka

Menurut Suwardi, jika partai politik lain menyelenggarakan kongres biasanya yang datang terbagi menjadi dua kelompok. Yakni kelompok yang memiliki hak suara dan kelompok anggota partai yang datang sebagai penggembira. Namun berbeda dengan PSI, semua yang berstatus anggota partai terdaftar, memiliki hak suara. Pemilihan ketua umum partai bukan sekedar kumpul kumpul untuk aklamasi. Menurutnya, dengan sistem pemilihan aklamasi banyak yang dirugikan.
"Dan itu kemudian didukung oleh sistem informasi yang cukup solid di partai itu. Partai lain kan belum punya. Jadi memang yang dilakukan PSI pada Kongres tahun 2025 ini merupakan terobosan partai modern yang mestinya partai lain kedepan harus mencontoh apa yang dilakukan PSI itu," ujar Dosen Universitas Slamet Riyadi (Unisri) tersebut
"Aklamasi itu banyak yang dinner, hahaha. Dalam arti begini, itu aklamasi itu dalam konteks demokrasi yang dulu pernah dilembangkan di orde baru. Itu sebagai musyawarah mufakat," ungkapnya.
Ia menilai sistem musyawarah mufakat dalam demokrasi tidak terlalu bisa dipercaya. Karena terkadang keputusan yang diambil tidak sesuai hati nurani.
"Itu kalau musyawarah mufakat itu menurut saya nggak demokratis. Yang demokratis itu ya 'one man one vote', terus kemudian juga setiap orang dibebaskan untuk memiliki pemilihan masing-masing. Kalau perlu sifatnya adalah luber, langsung, umum, bebas. Kalau rahasia memang agak susah ya, karena aplikasi itu bisa ditrace, siapa memilih siapa. Tetapi kalau tidak ada dikembangkan sebuah dalam tanda kutip intimidasi, itu tidak ada masalah, terbuka pun," katanya lagi.
3. Keuntungan dari sistem ‘one man one vote’

Suwardi mengatakan dengan sistem 'one man one vote' ada beberapa keuntungan yang dimiliki. Diantaranya seluruh anggota ikut merasa dilibatkan, merasa ikut memiliki partai politik. Ia juga optimistis, dengan menerapkan sistem 'one man one vote" ini kedepan PSI akan meraup suara lebih besar.
"Karena semua ikut merasa handarbeni (memiliki), sense of belonging terhadap partai, maka kedepan diharapkan partai itu menjadi partai kader yang solid. Tinggal sekarang kalau menurut saya, roh partainya itu ada pada apa. Kalau sistem demokrasi yang diterapkan sudah bagus, sudah menuju pada gelagat sebuah praktek demokrasi yang modern, yang luar biasa didukung dengan teknologi informasi," jelasnya.
"Saya kok merasa iya ya (optimis perolehan suara lebih besar). Karena soliditas dari seluruh anggota itu akan terbentuk sejak kongres ini. Soliditas, rasa handarbeni, kemudian ditambah satu lagi ya, coba pertegas PSI sebagai sebuah kader ini akan mencitrakan dirinya sebagai partai nasionalis atau seperti apa ?. Kalau misalnya nasionalis lalu apa bedanya dengan PDIP, Golkar, NasDem, Demokrat dan lainnya. Itu harus dipertegas. PSI harus memiliki citra yang diluar itu, untuk mengisi kekosongan kekosongan di dalam proses proses ideologi politik. Saya melihat ada ruang kosong yang belum digarap oleh partai politik. Itu harus mampu ditangkap dengan jeli oleh PSI," pungkasnya.