Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Logo Muhammadiyah. jogja.antaranews.com

Semarang, IDN Times - Pengurus Wilayah Muhammadiyah Jawa Tengah menyatakan dukungannya terhadap langkah MUI Jatim yang mengimbau kepala daerah tak mengucapkan salam semua agama yang selama ini jadi tradisi di lingkungan kantor pemerintahan. 

Ormas terbesar kedua di Indonesia tersebut mengusulkan agar tradisi itu dihentikan dan diubah total. 

 

1. Salam untuk semua agama dianggap menimbulkan hal-hal sensitif bagi masyarakat

theblazingcenter.com

Menurut Ketua Pengurus Wilayah Muhammadiyah Jateng, Tafsir, pengucapan salam semua agama justru menimbulkan hal-hal yang sensitif di tengah masyarakat. Sebab, ia menilai yang diucapkan selama ini sudah diluar akidah agama. 

Tafsir bilang yang diucapkan para pejabat selama ini menjurus pada pengucapan teks agama. 

"Secara hukum itu sulit ditentukan kebenarannya. Tapi makna yang diucapkan karena sudah menjurus pada teks agama, maka itu jadi sangat sensitif. Misal om swastiastu, namo budaya atau salam rahayu. Ada yang menganggapnya itu bagian dari ritual ibadah agama lain," katanya kepada IDN Times, Rabu (13/11).

2. Muhammadiyah sarankan pemerintah ubah etika mengucapkan salam di depan publik

Istimewa

Ia menyatakan lebih baik tradisi mengucapkan salam di ruang publik dikembalikan pada zaman dahulu. 

Ia mengatakan paling aman pejabat pemerintahan cukup mengucapkan selamat pagi siang atau salam sejahtera. Muhammadiyah, tambahnya telah menyarankan kepada pemerintah untuk mengubah total etika mengucapkan salam sehingga tidak lagi menimbulkan polemik di tengah masyarakat. 

"Diubah saja jadi selamat pagi atau cukup dengan salam sejahtera. Toh gak masalah. Etika pengucapannya sudah netral. Itu juga berlaku ketika berada di perkumpulan dengan agama yang mayoritas," terangnya. 

3. Khawatir mencampuradukkan budaya semua agama

Ilustrasi santri di pondok pesantren. ANTARA FOTO/Mohamad Hamzah

Ia mengaku khawatir bila salam diucapkan untuk semua agama secara terus-menerus nantinya menimbulkan budaya sinkretis. Ia bilang mencampuradukan budaya semua agama merupakan tindakan yang keliru. 

"Dan sinkretis tidak bisa dibenarkan. Karena kita melihat toleransi dari tiga sisi. Pertama menghormati perbedaan, saling memahami dan mengklaim masing-masing agama itu benar. Hakekat toleransi yang kita bangun ya seperti itu. Sehingga sebuah etika berdialog bukan berarti meleburkan tapi menguatman  pada paham dan agama setiap individu," paparnya. 

4. Muhammadiyah dorong MUI susun juklak etika pengucapan salam

Presiden Joko Widodo (kanan) bersama Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) Ma'ruf Amin menuju tempat peletakan batu pertama proyek pembangunan Menara MUI (ANTARA FOTO/Puspa Perwitasari)

Untuk saat ini, pihaknya juga telah menyepakati dengan para ulama lainnya bahwa mengucapkan salam cukup dengan agama masing-masing. 

"Kita khawatir lama-lama kalau dibiarkan malahan cenderung mencampuradukan agama dan menghilangkan trust claim. Mending sekarang kita dorong MUI agar menyusun petunjuk pelaksana (juklak) untuk mengatur etika mengucapkan salam di depan publik. Biar tidak ada lagi yang perdebatan," tukasnya. 

Editorial Team