Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
ilustrasi seseorang yang terkena layoff atau phk (pexels.com/Anna Shvets)
ilustrasi seseorang yang terkena layoff atau phk (pexels.com/Anna Shvets)

Intinya sih...

  • Dinas Tenaga Kerja (Disnaker) Kota Semarang mencatat 1.750 pekerja terdampak kasus PHK per April 2025.

  • PHK didominasi oleh faktor efisiensi perusahaan dan pailit PT. Sritex.

  • Situasi ini menunjukkan kondisi ketenagakerjaan yang belum stabil di Kota Semarang.

Semarang, IDN Times - Dinas Tenaga Kerja (Disnaker) Kota Semarang mencatat per April 2025 sebanyak 1.750 pekerja terdampak kasus pemutusan hubungan kerja (PHK). Adapun, PHK itu didominasi oleh faktor efisiensi perusahaan dan pailit PT. Sritex. 

1. Sebanyak 1.750 pekerja di PHK

Ilustrasi buruh (pexels.com/setengah lima sore)

Kepala Dinas Tenaga Kerja (Disnaker) Kota Semarang, Sutrisno mengatakan, dari 1.750 kasus PHK di Semarang, kasus PHK terbanyak karena pailit PT. Sritex yang mencapai 1.207 kasus.

“PHK ini bukan karena apa atau suatu masalah, tetapi terbanyak disebabkan karena pailit,” ungkapnya, Rabu (11/6/2025).

Kemudian, mayoritas kasus PHK juga karena efisiensi yang menyebabkan kerugian sebanyak 58 kasus dan efisiensi pencegahan kerugian sebanyak 98 kasus.

Selain itu, terdapat 17 kasus pelanggaran, satu kasus penggabungan perusahaan, dan 369 kasus akibat perpindahan perusahaan.

2. Mayoritas kasus PHK dari industri garmen

ilustrasi pabrik garmen (pexels.com/EqualStock IN)

Terkait dengan situasi di Sritex, Disnaker Kota Semarang telah melakukan koordinasi dengan serikat pekerja, BPJS Ketenagakerjaan, dan Himpunan Bank Negara (Himbara).

“Alhamdulillah dari jumlah sekian itu kami berunding bagaimana supaya hak-hak mereka itu seperti jaminan kehilangan pekerjaan (JKP) dan jaminan hari tua (JHT) diperoleh. Kami koordinasi betul, sehingga alhamdulillah dari jumlah 1.200-an itu dapat kami selesaikan dalam waktu hampir 20 hari,’’ jelas Sutrisno.

Kemudian, mayoritas kasus PHK di Kota Semarang berasal dari industri garmen. Perusahaan melakukan PHK karena penurunan daya beli dari buyer. Mereka kalah bersaing dengan negara-negara lain yang menawarkan biaya produksi lebih murah.

3. Atasi dampak PHK dengan pelatihan bidang usaha baru

ilustrasi mengikuti pelatihan (pexels.com/ fauxels)

Untuk diketahui, jumlah kasus PHK tahun 2025 ini hampir sama dengan jumlah kasus PHK tahun sebelumnya, yakni di kisaran 1.000-an kasus.

Sutrisno menjelaskan, untuk mengatasi dampak PHK tersebut pihaknya menjalankan program pelatihan untuk generasi muda dan bidang usaha baru.

“Kami berharap agar masyarakat dapat berkomunikasi dengan pihak kelurahan untuk mengusulkan pelatihan di tahun berikutnya,” tandasnya.

Editorial Team