Serah terima dokumen hasil rapat pleno rekapitulasi hasil penghitungan suara dari Ketua KPU Purbalingga, Eko Setiawan, kepada saksi paslon Oji-Zaini, Selasa (15/12/2020)./Foto: Rudal Afgani
Sukhedi menolak menandatangani berita acara lantaran ada dugaan sejumlah kasus yang hingga kini belum tuntas di tingkat Bawaslu setempat. Kasus yang dimaksud antara lain dugaan pelibatan aparatur sipil negara (ASN) oleh calon bupati petahana, politisasi bantuan sosial, dan gelontoran dana pemerintah untuk menggerakkan para kepala desa.
“Bahwa proses dari pemungutan dan penghitungan suara oleh KPU kami menerima itu. Tetapi yang sedang tidak kami terima itu proses panjang selama masa kampanye. Di sana ada beberapa hal yang mengganjal terutama soal keterlibatan struktur pemerintahan dari mulai eselon I sampai dengan RT (red: rukun tetangga),” jelasnya.
Ia mengklaim, kubunya menemukan indikasi pemanfaatan bantuan sosial baik tingkat pusat, provinsi maupun pemerintah kabupaten untuk kepentingan paslon petahana. Temuan tersebut masih diproses di Bawaslu.
Selain itu, Sukhedi juga menyatakan menemukan praktik kucuran dana sosialisasi Pilkada 2020 kepada kepala desa sebesar Rp7 juta, yang mengindikasikan untuk sosialisasi kepada salah satu paslon saja.
“Ini yang bagi kami perlu saya sampaikan untuk menjadi pendidikan politik masyarakat Purbalingga. Bahwa kalah menang itu hal yang biasa dari suatu perhelatan, tetapi ada hal-hal yang harus kita koreksi, yaitu tentang proses itu menjadi sesuatu yang bisa diterima semua pihak. Saya lebih melihat di prosesnya bukan hasil,” ujar dia.