Dusun Sokokembang yang berada di sekitar hutan hujan tropis Petungkriyono, Pekalongan, Jawa Tengah. IDN Times/Dhana Kencana
Seiring berjalannya waktu, warga Dusun Sokokembang mulai meninggalkan alat kincir air tradisional untuk pembangkit listrik sejak keberadaan PLTMH Sokokembang, bantuan dari Pemerintah Provinsi Jawa Tengah.
"Banyak desa menuju kedaulatan energi dan air. Kepeloporan desa dilakukan dengan cara mengembangkan potensi lokal, untuk memproduksi kebutuhan energi dan air," tutur Kepala Dinas Energi Sumber Daya dan Mineral (ESDM) Jawa Tengah, Sujarwanto Dwiatmoko melansir laman jatengprov.go.id, Minggu (26/6/2022).
Caus menyebut, PLTMH tersebut dibangun berdasarkan permintaan dan usulan warga--kepada pemerintah daerah--yang sebelumnya sudah berhasil membuktikan mengenai pemanfaatan potensi tenaga air dari hutan Petungkriyono menjadi energi listrik.
PLTMH berkapasitas 20 Kilowatt (KW) tersebut mengaliri listrik sebanyak 45 Kepala Keluarga (KK) yang tinggal di Dusun Sokokembang. Setiap KK atau rumah masing-masing mendapatkan kuota 450 watt.
"Semua rumah mendapat daya listrik yang sama, 450 watt. Itu sudah cukup buat kami karena stabil, tidak pernah padam apalagi terpengaruh cuaca," ucap Caus yang juga operator PLTMH itu sembari tersenyum.
Penggunaan air sebagai sumber listrik tidak hanya dilabeli sebagai penerapan teknologi tepat guna melainkan bentuk dari diversifikasi jasa lingkungan (ecosystem services) hutan Petungkriyono.
Hutan hujan tropis yang tersisa di Pulau Jawa itu memberikan manfaat fisik dan nonfisik. Fisik berupa kayu dan hasil hutan bukan kayu (HHBK) yang memiliki nilai jual atau pasar. Sedangkan nonfisik berhubungan dengan fungsi ekologis, seperti keanekaragaman hayati, DAS, serta keterjagaan iklim baik makro maupun mikro.
Kehadiran PLTMH menjadi buah nyata kebermanfaatan nonfisik dari hutan seluas 5.847,29 hektare (ha) milik Perum Perhutani tersebut. Pembangunan pembangkit listrik tersebut tidak hanya mengatasi masalah pasokan listrik di Dusun Sokokembang tetapi sekaligus mendorong kesadaran warga dalam upaya konservasi sehingga siklus hidrologi hutan tersebut terus terjaga.
Hubungan manusia dengan hutan--sebagai penghasil tenaga air untuk energi ramah lingkungan--tidak dapat dipisahkan karena saling berhubungan erat.
"Pemanfaatan sumber air dari hutan untuk listrik PLTMH tidak merusak alam malah sebaliknya. Masyarakat sadar akan potensinya memanfaatkan air sungai untuk kebutuhan listrik yang menjadi dampak terjaganya hutan Petungkriyono. Kalau tidak terjaga, tidak akan bisa," kata Administratur (ADM) Kesatuan Pemangku Hutan (KPH) Perhutani Pekalongan Timur, Didiet Widhy Hidayat.
Sukirno (43) mengecek debit air yang masuk ke PLTMH Kayupuring di kawasan hutan hujan tropis Petungkriyono. IDN Times/Dhana Kencana
PLTMH berhasil menjadi medium dalam upaya menekan deforestasi (penggundulan) dan degradasi (penurunan fungsi) di hutan Petungkriyono, yang berada di luar kawasan konservasi--baik kawasan suaka alam maupun kawasan pelestarian alam--.
"Aktivitas di hulu sungai, seperti perusakan hutan, penebangan pohon, juga pembukaan lahan akan memengaruhi kontinuitas debit air. Kualitas air sungai (siltation) juga berdampak pada produksi listrik PLTMH. Hubungan timbal balik deforestasi hutan dengan energi listrik yang dibutuhkan warga, menumbuhkan partisipasi aktif dan kesadaran mereka secara kolektif dalam melestarikan hutan," ujar Wawan yang juga pendiri Yayasan Swaraowa.
Pendekatan partisipatif tersebut berjalan efektif sehingga masyarakat Dusun Sokokembang bersama-sama aktif merawat PLTMH. Mereka berkomitmen membayar iuran bulanan sebesar Rp20 ribu per KK, untuk biaya perawatan dan pengelolaan PLTMH yang dilakukan mandiri oleh Caus dan Sahli--operator kedua PLTMH--, berdasarkan kesepakatan bersama.
Perawatan rutin dilakukan satu minggu sekali. Mulai dari pengecekan fisik aliran sungai yang masuk ke intake (pintu air), pemeriksaan ulang mesin generator, panel distribusi jaringan, hingga kebersihan area PLTMH.
"Saya selalu ngomong sama masyarakat, (PLTMH) ini bukan milik saya, ini milik bersama dan menjadi tanggung jawab semuanya untuk saling merawat. Setiap hari saya selalu bilang sama mereka untuk tidak membuang sampah ke sungai. Kalau sampah organik kayak daun bisa terurai dan hancur. Kalau sampah plastik yang susah punah berbahaya. Bisa merusakkan generator dan kalau masuk ke kincir jebol PLTMH," tutur Caus.