Populasi Turun 50 Persen, Industri Perkapalan Didorong Ramah Hiu Paus

Intinya sih...
Pelayaran ramah lingkungan menjadi reputasi baru industri perkapalan
Risiko tabrakan kapal dengan hiu paus tinggi, edukasi dan teknologi diharapkan mengurangi risiko tersebut
Perlindungan hiu paus membawa manfaat ekonomi melalui pariwisata dan investasi masa depan bagi ekonomi biru berkelanjutan
Semarang, IDN Times - Populasi hiu paus (Rhincodon typus), spesies ikan terbesar di dunia, kini menghadapi ancaman serius yang menyebabkan penurunan jumlah mereka hingga 50 persen secara global. Salah satu ancaman utamanya adalah tabrakan dengan kapal yang terjadi sepanjang jalur migrasi satwa tersebut.
1. Pelayaran ramah lingkungan menjadi sebuah reputasi
Menyikapi situasi tersebut, Pertamina International Shipping (PIS) bersama Konservasi Indonesia (KI) meluncurkan program edukasi untuk menciptakan industri pelayaran yang lebih ramah terhadap hiu paus.
Kegiatan "Edukasi Koridor Satwa Laut" itu digelar di Jakarta, Rabu (25/6/2025), dengan melibatkan 130 pelaut dari PIS. Tujuannya untuk meningkatkan kesadaran dan pengetahuan para pelaut tentang koridor migrasi satwa laut, khususnya hiu paus, agar dapat mencegah terjadinya tabrakan yang sering berujung pada kematian spesies langka tersebut.
Direktur Armada Pertamina International Shipping, Muhammad Irfan Zainul menjelaskan, industri pelayaran memiliki tanggung jawab besar dalam menjaga keselamatan satwa laut.
“Kami sadar bahwa melindungi hiu paus tidak bisa diserahkan sepenuhnya kepada lembaga konservasi. Industri pelayaran juga harus terlibat aktif,” kata Irfan.
Menurut Irfan, pelayaran ramah lingkungan bukan hanya soal konservasi, tetapi juga tentang menjaga reputasi industri secara global.
"Kami ingin menunjukkan bahwa pelayaran modern bisa berjalan seiring dengan upaya pelestarian lingkungan laut. Perlindungan koridor migrasi adalah investasi jangka panjang bagi keberlanjutan laut dan industri pelayaran," jelasnya.
2. Risiko tabrakan kapal dengan hiu paus tinggi
PIS mendukung kegiatan tersebut sebagai bagian dari komitmen mereka terhadap pencapaian Sustainable Development Goals (SDGs), khususnya SDG 14 tentang kehidupan bawah air. Edukasi ini memberikan pemahaman ilmiah dan praktis bagi para pelaut sehingga mereka lebih aktif dalam menjaga kawasan laut.
“Kami optimistis, dengan meningkatnya kesadaran pelaut dan pemanfaatan teknologi tepat guna, industri perkapalan Indonesia bisa menjadi contoh dalam pelayaran ramah lingkungan," tegas Irfan.
Focal Species Conservation Senior Manager KI, Iqbal Herwata mengungkapkan, hasil penelitian yang menunjukkan sekitar 92 persen ruang gerak horizontal dan hampir 50 persen ruang vertikal hiu paus bertumpang tindih dengan jalur kapal besar. Studi itu diterbitkan dalam jurnal ilmiah PNAS yang menyoroti betapa seriusnya ancaman tabrakan kapal terhadap populasi hiu paus.
"Kita harus memahami pergerakan hiu paus agar bisa melindungi mereka secara efektif. Zona manajemen musiman dan pembatasan kecepatan kapal hingga maksimal 10 knot terbukti mampu mengurangi risiko tabrakan secara signifikan," jelas Iqbal.
Ia menambahkan, teknologi seperti sensor suara (buoy akustik), radar termal, dan platform pelacakan real-time merupakan solusi praktis untuk mengurangi tabrakan kapal dengan hiu paus dan mamalia laut lainnya.
3. Manfaat ekonomi perlindungan hiu paus
Selain aspek konservasi, perlindungan hiu paus juga membawa manfaat ekonomi melalui pariwisata. Menurut Iqbal, wisata hiu paus secara global bernilai lebih dari 42 juta dolar AS setiap tahunnya.
"Melindungi hiu paus tidak hanya soal konservasi lingkungan, tetapi juga investasi masa depan yang sangat penting bagi ekonomi biru berkelanjutan, khususnya bagi masyarakat pesisir Indonesia," tambahnya.