Benar saja. Warga setempat yang sebagian besar berprofesi sebagai petani, mulai merasakan hasil panen bibit pohon MPTS yang mereka tanam menggunakan pola agroforestri atau wanatani di lahan milik sendiri, pada tahun keempat program tersebut berjalan.
IDN Times memotret perubahan lanskap melalui satelit Desa Gondoharum di Lereng Muria dari aktivitas agroforestri tersebut.
Ketua Kelompok Tani Wonorejo di Desa Gondoharum–yang berada dalam satu bentang Lereng Muria–Mashuri menyebutkan, para petani berhasil memanen buah mangga gadung mencapai 7 kilogram per pohon.
“Selain membuat lingkungan lebih hijau, dampaknya adalah kawasan ini terhindar dari longsor, dan sumber-sumber mata air terjaga serta hidup kembali. Dari sisi ekonomi, hasil buahnya ke depan dapat menjadikan desa ini sebagai sentra mangga gadung terbesar di Jawa Tengah. Karena dari pohon-pohon yang ditanam ini, dalam lima tahun ke depan kami (para petani) dapat menikmati panen raya mangga,” ungkapnya.
Lebih dari itu, Mashuri menambahkan, jumlah warga setempat yang memilih menjadi petani dan bergabung dalam kelompoknya terus meningkat signifikan. Semula, di awal program OAOT berjalan tahun 2020 hanya ada 111 orang yang tertarik bertani untuk menanam pohon MPTS di sela-sela lahan tebu dan jagung.
“Seiring berjalannya waktu dan keberhasilan program tersebut dalam memberikan manfaat nyata, minat warga makin tinggi. Para petani kini melihat peluang besar untuk mendiversifikasi hasil panen mereka melalui tanaman multiguna ini, tanpa mengorbankan kelestarian lingkungan” akunya.
Hingga Februari 2024, jumlah petani yang bergabung melonjak drastis menjadi 1.291 orang.
Ketua Kelompok Tani Wonorejo Desa Gondoharum, Mashuri. (IDN Times/Dhana Kencana)
Menurut Mashuri, peningkatan tersebut tidak hanya menunjukkan keberhasilan program dalam menggerakkan warga untuk berkontribusi terhadap penghijauan, melainkan menjadi cerminan tumbuhnya kesadaran warga akan manfaat ekonomi dan ekologis dari menanam pohon MPTS.
“Setiap tahun sekarang kami bisa menikmati hasil panen mangga. Selain bisa dijual untuk menambah penghasilan keluarga, mangga juga untuk konsumsi sehari-hari keluarga. Anak-anak senang, karena tidak hanya lezat tapi juga baik untuk kesehatan mereka. Jadi, menanam pohon mangga ini benar-benar memberikan manfaat yang berlipat, baik dari segi ekonomi maupun gizi keluarga," kata salah satu warga desa, Siti.
Program Manager BLDF, Eko Budi Utomo mengatakan, melalui program OAOT, sekitar 300 hektare (ha) atau 30 persen dari total luas lahan 1.000 ha di kelompok tani Wonorejo telah ditanam bibit pohon MPTS.
IDN Times mencoba menghitung berapa jumlah pohon MPTS dan serapan karbonnya dari angka tersebut. Dengan menggunakan asumsi umum kepadatan tanam pohon MPTS sebanyak 500 pohon per ha, diperkirakan jumlahnya sekitar 150 ribu pohon. Kemudian, rata-rata serapan karbon—dengan menggunakan taksiran konservatif 25 kilogram (kg) CO₂ per pohon MPTS per tahun—di lahan 300 ha mencapai 1.750 ton CO2 per tahun. Dengan kata lain, serapan karbonnya per ha per tahun sekitar 12,5 ton CO₂.
Eko Budi menambahkan, pihaknya juga ikut memantau perkembangan pohon-pohon yang telah ditanam, sehingga tidak meninggalkannya begitu saja.
"Ada proses pemantauan (monitoring) pertumbuhan pohon, karena setelah menanam, kami menandai pohonnya dengan barcode. Informasi yang dicatat (di dalam barcode) mencakup titik koordinat lokasi pohon, nama pemilik, dan jenis pohonnya. Sehingga, kami dapat memastikan pohon-pohon tersebut bisa tumbuh dengan baik," jelasnya.