Repro. "Fajar Orde Baru" (Yayasan Kesejahteraan Jayakarta - Kodam V Jaya; Badan Penerbit Almanak RI/B.P. Alda)
Perempuan kelahiran Pati tahun 1946 silam tersebut merasa diperlakukan tak adil oleh negara. Saat G30S meletus, ia masih berusia 18 tahun.
Di usia yang amat belia tersebut, ia senang bergaul dengan seluruh lapisan masyarakat. Hidup di tengah masyarakat miskin di Pati membuatnya tertarik untuk mengangkat harkat hidup warga desanya.
Sesekali ia diminta mengajar anak-anak di TK Kartini. Ketika luang ia juga mengajari para buruh membaca agar terlepas dari buta huruf.
Tak jarang ia juga berani menggerakan para buruh agar mogok kerja demi mendapatkan upah yang layak. Saat hama merebak di sawah, ia pun memobilisasi warga untuk memusnahkan tikus secara massal.
Pergulatannya pada gerakan kaum papa itulah yang membuat dirinya sukarela bergabung dengan Gerakan Wanita Indonesia (Gerwani).
"Apa saya salah mengajarkan anak-anak baca tulis, apa saya juga salah ajarkan buruh pabrik membaca biar tidak buta huruf. Kenapa saya yang dituduh menculik para jenderal itu. Padahal ketika kejadian saya berada di Bogor, bukan di Jakarta apalagi Lubang Buaya," ujar wanita 73 tahun ini.
"Saat kejadian, saya malah dituduh yang menari-nari telanjang sambil menyayat para jenderal. Ini benar-benar fitnah yang keji. Sampai akhirnya saya ditangkap, dipenjara tanpa diadili selama 5,5 tahun," katanya sembari menghapus air matanya.