Purnawirawan Tuntut Pemakzulan Gibran, Jokowi Bilang Itu Aspirasi

Intinya sih...
- Jokowi respon tuntutan purnawirawan TNI soal pemakzulan Gibran Rakabuming Raka.
- Jokowi sebut tuntutan itu merupakan hak beraspirasi masyarakat dan bentuk demokrasi.
- Presiden juga kembalikan hal tersebut kepada konstitusi negara, yakni di Undang-Undang Dasar (UUD) 1945.
Surakarta, IDN Times - Presiden ke-7 Joko “Jokowi” Widodo merespon adanya tuntutan purnawirawan prajurit TNI terkait pemakzulan Wakil Presiden Hiburan Rakabming Raka.
Jokowi, menyebutkan jika tuntutan tersebut merupakan hak beraspirasi dari masyarakat dan merupakan bentuk demokrasi.
1. Merupakan sebuah aspirasi
Ditemui di kediamannya, Sumber, Banjarsari, Solo, Jokowi mengatakan jika usulan dari para purnawirawan TNI merupakan sebuah aspiran, dan hal tersebut diperbolehkan di negara demokrasi.
"Ya itu sebuah aspirasi, sebuah usulan ya boleh-boleh saja dalam negara demokrasi seperti kita," katanya, Senin (5/5/2025).
Kendati demikian, Jokowi mengaku jika Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka dipilih melalui pemilihan umum.
“Ya itu semua orang sudah tahu bahwa Pak Presiden Prabowo Subianto dan Pak Wapres Gibran Rakabuming Raka sudah mendapat mandat dari rakyat lewat pemilihan umum,”jelasnya.
2. Mengembalikan kepada undang-undang
Terkait usulan tersebut, Jokowi mengaku belum ada komunikasi dengan Gibran. Kendati demikian, Jokowi mengembalikan hal tersebut kepada konstitusi negara, yakni di Undang-Undang Dasar (UUD) 1945.
"Soal prosedur pemakzulan, ya semua orang kan juga sudah tahu prosesnya lewat MPR, harus lewat MK, kembali lagi ke MPR. Saya kira proses konstitusinya seperti itu. Dan alasan pemakzulan itu kalau korupsi, berbuat tercela, dan lain-lainnya sesuai konstitusi saja. Bisa dilihat di konstitusi kita, sudah jelas dan gamblang," ungkapnya.
3. Sesuai dengan konstitusi yang ada.
Lebih lanjut, Jokowi mengatakan jika sesuai dengan Undang-Undang sudah jelas, jika Wapres terbukti bersalah maka negara berhak memakzulkannya.
"Ya semua orang kan juga sudah tahu prosesnya harua lewat MPR, harus lewat MK, kembali lagi ke MPR. Saya kira proses konstitusinya seperti itu. (Alasan pemakzulan) Ya kan kalo korupsi, berbuat tercela, dan yang lain-lainnya. Sesuai konstitusi saja. Dilihat di konstusi kita sudah jelas dan gamblang," pungkasnya.