Pohon Aren tumbuh dengan baik di hutan Petungkriyono meski berada pada ketinggian 500--800 meter di atas permukaan laut (mdpl). Pohon yang masuk suku Arecaceae (pinang-pinangan) itu berjenis tanaman tahunan. Tinggi pohon bisa mencapai 15--20 meter dengan diameter batang rata-rata 65 sentimeter.
Adapun batang pohon Aren terlihat kotor karena banyak ditumbuhi tanaman jenis paku-pakuan. Sementara tajuk daun pohon tersebut melambung ke atas batang dengan rimbun.
Hampir seluruh bagian fisik dan hasil produksi pohon Aren bisa dimanfaatkan karena mempunyai nilai ekonomi. Mulai dari akar untuk obat-obatan, kemudian batang dibuat ijuk, batang muda diambil sagunya, sementara batang tua dijadikan bahan furnitur. Lalu, daun pohon Aren menjadi bahan pembuatan atap, bunga untuk nira sebagai dasar pembuatan gula aren, dan buah diolah makanan seperti manisan kolang-kaling.
Penggunaan nira sebagai bahan baku pengolahan gula aren dimanfaatkan Damuri, petani aren satu-satunya yang masih eksis dari Desa Kayupuring, Kecamatan Petungkriyono, Kabupaten Pekalongan. Ia sebelumnya seorang pemburu satwa dan kayu di hutan Petungkriyono. Aktivitas ilegal itu sudah dijalani sejak 1998.
Damuri menjaring burung sekaligus menebang pohon yang dijual berdasarkan pesanan orang. Burung yang sering ia buru adalah jenis Cucak hijau (Chloropsis sonnerati) dan Trucuk (Pycnonotus goiavier).
Kala itu, Damuri mampu meraup bayaran Rp2 ribu per balok kayu berukuran 4 meter yang ditebang dan Rp1 juta sampai Rp2 juta untuk penjualan setiap ekor burung tersebut.
"Dulu berburu, berangkat dari rumah jam 8 pagi. Tapi lama kelamaan merasa burung kok jadi langka karena jarang dapat, akhirnya saya berhenti (berburu). Karena saat itu tidak tahu, ternyata apa yang saya lakukan merusak hutan secara tidak langsung," jelas pria berusia 52 tahun itu kepada IDN Times.
Damuri kemudian berhenti total dari aktivitas berburu pada 2017. Ia belajar menjadi petani Aren dari mertua--orangtua sang istri--yang sampai saat ini nyaman dijalani. Ia tidak menyesal meski penghasilan dari berburu lebih besar dibandingkan profesinya saat ini sebagai petani Aren.
"Apa yang saya perbuat dulu menyalahi aturan, jadi sadar setelah direnungkan. Alhamdulillah jadi petani (Aren) seperti ini enak, pikiran ringan dan bisa menikmati hidup. Kalau dibilang cukup ya cukup, bisa bersyukur, dan perasaan nyaman. Kalau berburu tenaga dan pikiran berat karena fokus mencari terus mencari bahan buruan, bisa stres," jelas Damuri.