Raja Ampat dalam Angka: Menyelami Keajaiban Surga Laut Dunia di Indonesia yang Kaya Hayati dan Ekonomi

- Raja Ampat memiliki keanekaragaman hayati laut tertinggi di dunia
- Ada 200 homestay, 30 resor, dan 205 kapal wisata yang memberi peluang kerja kepada warga lokal
- Pendapatan dari tarif jasa lingkungan tahun 2023 menunjukkan kontribusi signifikan dari wisatawan domestik dan internasional
Nama Raja Ampat tidak lagi asing di telinga pencinta alam, khususnya pecinta laut. Wilayah yang dijuluki “Amazon Lautan” itu bukan cuma indah secara visual, tetapi juga luar biasa dari segi biodiversitas dan ekonomi berbasis konservasi.
Data terbaru yang dirilis oleh BLUD UPTD Raja Ampat dan sejumlah lembaga konservasi pada 2024–2025 menunjukkan, kawasan tersebut bukan hanya rumah bagi ribuan spesies laut unik, tetapi juga menjadi sumber penghidupan yang terus tumbuh bagi masyarakat lokal.
1. Raja Ampat yang kaya, asri, dan berdaya

Saat ini, terdapat sekitar 200 homestay dan 30 resor yang beroperasi di berbagai pulau, memberi peluang kerja kepada 780 warga lokal sebagai staf penginapan. Selain itu, 205 kapal wisata aktif mendukung aktivitas turis, khususnya untuk menjangkau 160 titik penyelaman dan 15 pusat diving yang tersebar di wilayah perairan Raja Ampat.
Di lapangan, 163 pemandu wisata lokal menjadi ujung tombak pengalaman wisata yang aman dan edukatif bagi pengunjung.
Dari sisi ekologi, Raja Ampat menjadi habitat bagi sedikitnya 1.665 spesies ikan karang dan 553 spesies terumbu karang, menjadikannya salah satu kawasan dengan keanekaragaman hayati laut tertinggi di dunia.
2. Kaya keanekaragaman hayati

Salah satu penemuan ilmiah paling mencolok datang dari Laguna Wayag di Waigeo Barat, yang diakui secara ilmiah sebagai area pembesaran pari manta pertama di dunia, hasil studi gabungan antara Konservasi Indonesia, Conservation International, dan Kementerian Kelautan dan Perikanan pada 2022.
Kesehatan ekosistem di wilayah konservasi juga terpantau baik. Di Kepulauan FAM dan Misool, tutupan karang keras hidup berada di atas 30 persen, sementara di Selat Dampier rata-ratanya mencapai 30,9 persen.
Di sisi lain, Suaka Alam Perairan (SAP) Waigeo Barat menunjukkan tutupan karang antara 19--35 persen, jauh lebih tinggi dibanding area non-konservasi yang berada di bawah 19 persen. Rata-rata biomassa ikan herbivora di Selat Dampier tercatat 440,4 kg/hektare, dan biomassa ikan karnivora sebesar 88,1 kg/hektare.
3. Kombinasi ideal konservasi dan ekonomi

Perairan Raja Ampat juga menjadi rumah bagi 273 individu Hiu Berjalan dari spesies Hemiscyllium freycineti, yang hanya ditemukan di wilayah ini. Hal ini memperkuat pentingnya menjaga ekosistem laut Raja Ampat dari potensi kerusakan jangka panjang.
Secara ekonomi, pendapatan dari Tarif Jasa Lingkungan tahun 2023 menunjukkan bahwa 24.467 wisatawan internasional menyumbang sekitar Rp17,1 miliar, sementara 1.064 wisatawan domestik menghasilkan pendapatan sebesar Rp452 juta. Ini belum termasuk pengeluaran wisatawan untuk homestay, transportasi lokal, makanan, hingga jasa pemandu.
Melihat data tersebut terlihat keberadaan Raja Ampat sebagai kawasan konservasi dan pariwisata berkelanjutan bukan hanya penting dari segi lingkungan, tetapi juga dari segi ekonomi dan pemberdayaan masyarakat. Infrastruktur wisata berbasis lokal, seperti homestay dan kapal wisata, terbukti menjadi sumber penghasilan yang signifikan bagi ribuan warga.
“Kalau dikelola secara benar dan berkelanjutan, Raja Ampat bisa menghasilkan lebih dari 52 juta dolar per tahun dari sektor pariwisata tanpa merusak ekosistemnya. Ini jauh lebih berkelanjutan ketimbang tambang,” kata Senior Ocean Program Advisor Konservasi Indonesia, Victor Nikijuluw.