Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Ilustrasi ikan mati massal. (IDN Times/Andri NH)
Ilustrasi ikan mati massal. (IDN Times/Andri NH)

Intinya sih...

  • Perubahan mendadak salinitas air tambak menyebabkan stres pada ikan mujair dan bandeng.

  • Pengujian kualitas air menunjukkan fluktuasi signifikan salinitas, bukan akibat limbah pabrik.

  • Dampak perubahan iklim memerlukan penanganan cepat dan sistem tambak yang adaptif terhadap cuaca ekstrem.

Demak, IDN Times - Warga di sekitar Jalan Raya Pantura Semarang Demak, tepatnya di Kecamatan Sayung, dikejutkan oleh pemandangan tak biasa. Ribuan ikan tambak mati dan mengapung di permukaan air. Bangkai ikan jenis mujair dan bandeng itu menumpuk di pinggir jalan sehingga menimbulkan bau menyengat yang mengganggu pengguna jalan dan warga sekitar.

Peristiwa tersebut pertama kali diketahui pada Minggu sore (8/6/2025) sekitar pukul 17.30 WIB dan sudah dilaporkan ke Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Demak dua hari setelahnya, pada Selasa (10/6/2025). Mereka juga langsung menginvestigasi ke lapangan.

1. Salinitas buruk sebabkan ikan stres

ilustrasi ikan mati (unsplash.com/Tien Vu Ngoc)

Menurut Pengawas Lingkungan Hidup Ahli Muda dari DLH Demak, Safril, penyebab utama kematian massal itu bukan disebabkan limbah, melainkan karena adanya perubahan mendadak kadar garam (salinitas) di air tambak.

“Saat hujan deras turun dan air mulai surut, air tawar dari arah timur mengalir masuk ke tambak. Kondisi ini membuat air tambak yang semula asin menjadi lebih tawar. Ikan mengalami stres karena perbedaan salinitas yang ekstrem,” jelas Safril saat dikonfirmasi Rabu (11/6).

Safril menambahkan, kejadian hanya terjadi di tambak milik warga yang terletak tepat di sebelah Karoseri SKU, di kilometer 9 Jalan Raya Semarang Demak.

2. Klaim bukan akibat limbah pabrik

ilustrasi kumpulan ikan mati (pexels.com/Oziel Gómez)

Untuk memastikan dugaan tersebut, DLH Demak juga melakukan pengujian kualitas air di dua titik lokasi sekitar tambak yang terdampak.

  • Titik pertama (depan PT Etercon Pharma):

    • pH: 7,6

    • DO (Dissolved Oxygen): 5,59 mg/L

    • Turbidity: 46 NTU

    • Konduktivitas: 7,49 µS/cm

    • Salinitas: 0,4 g/kg

  • Titik kedua (antara PT Karoseri SKU dan PT Gaviansi):

    • pH: 7,8

    • DO: 5,82 mg/L

    • Turbidity: 25 NTU

    • Konduktivitas: 20,1 µS/cm

    • Salinitas: 1,2 g/kg

Hasil pengujian DLH Demak menunjukkan, tidak ditemukan pencemaran limbah pabrik, namun terdapat fluktuasi salinitas yang signifikan, cukup untuk menyebabkan stres akut pada ikan.

3. Peringatan dini dampak perubahan iklim

ilustrasi ikan mati karena pencemaran air (unsplash.com/@mavenfx)

Karena jumlah bangkai ikan yang besar dan menimbulkan bau menyengat, DLH mengambil langkah penanganan dengan menurunkan petugas dan armada khusus untuk mengangkut bangkai ikan yang berserakan di tepi tambak dan jalur sungai sekitar lokasi kejadian.

“Penanganan dilakukan hari ini juga. Kami sudah koordinasi lintas instansi agar bau tidak semakin mengganggu masyarakat,” ujar Sekretaris Dinas LH Demak, Sudarwanto.

Sementara itu, Sekretaris Daerah Kabupaten Demak, Akhmad Sugiharto mengingatkan, kejadian tersebut menjadi peringatan dini tentang dampak perubahan iklim dan perlunya sistem tambak yang lebih adaptif terhadap perubahan cuaca ekstrem.

“Kondisi seperti ini berpotensi terulang, apalagi saat musim hujan bertemu air laut pasang atau rob. Kita perlu edukasi ke petambak agar bisa mengantisipasi perubahan kadar garam air,” ujar Sugiharto dilansir Antara.

Editorial Team