Dari hasil penyidikan, tersangka menggunakan dana itu untuk membangun green house pembudidayaan tanaman melon. Pembangunan green house diserahkan kepada pihak ketiga.
Green house mulai dibangun bulan Januari 2021. Jika sesuai jadwal, bulan Mei 2021 masuk masa tanam. Namun pembangunan berhenti karena kasus ini terbongkar.
Rencananya, kebun melon akan dibangun di atas tanah seluas 3.000 meter persegi. Biaya pembangunan dihitung Rp 640 ribu per meter persegi, sehingga total biaya mencapai Rp1,920 miliar.
Namun, belum semua dana bansos itu terserap untuk pembangunan green house. Hingga saat ini, realisasi pembangunan green house baru mencapai Rp 1,450 miliar.
Namun Kejari tetap menganggap kerugian negara senilai total bantuan itu. Sebab, tujuan negara mengeluarkan bantuan tidak tercapai. Tujuan itu antara lain pemberdayaan masyarakat dengan menciptakan wira usaha baru.
"Itu beda dengan tujuan proposal dibuat. Proposal dibuat untuk menciptakan lapangan kerja di masyarakat karena pandemik. Tapi kalau itu disatukan dialihkan ke tempat lain masyarakat tidak bekerja, yang bekerja ya koorporasi ini, tujuan pemerintah tidak tercapai," ucapnya.
Rencananya, setelah green house jadi, tersangka akan menyerahkan kepada pengelola. Kelompok tani akan diberikan persentase sebesar 40 persen dari keuntungan budidaya melon. Sementara pengelola mendapat bagian 60 persen.
"Yang mengelola bukan kelompok tani, yang mengelola sendiri. Petani diberi keuntungan kalau untung. Iya kalau untung, kalau tidak?" ujar dia.