Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Ilustrasi siswa SLB. (IDN Times/Debbie Sutrisno)
Ilustrasi siswa SLB. (IDN Times/Debbie Sutrisno)

Intinya sih...

  • Sekolah di Kota Semarang tidak boleh menolak siswa berkebutuhan khusus

  • Kebijakan ini sesuai dengan Peraturan Wali Kota Nomor 76 Tahun 2020

  • Upaya untuk mewujudkan pendidikan inklusif di Ibu Kota Jawa Tengah

Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Semarang, IDN Times - Sekolah di Kota Semarang dilarang untuk menolak anak berkebutuhan khusus yang hendak mengenyam pendidikan di sana. Kebijakan ini sesuai dengan Peraturan Wali Kota Nomor 76 Tahun 2020 sebagai upaya mewujudkan pendidikan inklusif di Ibu Kota Jawa Tengah.

1. Keterbatasan guru bersertifikat pendidik khusus

ilustrasi perbedaan sekolah inklusi dan SLB (unsplash.com/CDC)

Kepala Dinas Pendidikan Kota Semarang, Bambang Pramusinto mengatakan, seluruh sekolah di kota Semarang wajib menerapkan pendidikan inklusif sesuai Peraturan Wali Kota Nomor 76 Tahun 2020.

“Tidak boleh ada sekolah yang menolak anak berkebutuhan khusus. Itu amanah Perwal,” ungkapnya, Selasa (23/9/2025).

Kendati demikian, untuk mewujudkan pendidikan inklusif juga masih ada tantangan terbesar, yaitu keterbatasan guru bersertifikat pendidik khusus.

“Kami sedang menyiapkan penambahan pelatihan guru, peningkatan sarana prasarana, serta kolaborasi dengan RDRM (Rumah Duta Revolusi Mental) untuk memperkuat layanan pendidikan anak-anak berkebutuhan khusus,” terangnya.

2. Pemkot siap wadahi bakat anak-anak

Sekolah Luar Biasa (SLB) B Karya Murni menggelar pelatihan kerajinan berbahan daur ulang (Dok. Fadila)

Sementara, pendidikan inklusif menjadi program prioritas bagi Pemkot Semarang agar setiap anak, termasuk anak berkebutuhan khusus, memperoleh hak pendidikan yang setara.

“Pendidikan adalah kunci kemajuan sebuah kota. Pendidikan inklusif yang adil dan setara akan memberi kesempatan bagi semua anak untuk berkembang sesuai potensinya,” kata Wali Kota Semarang, Agustina Wilujeng.

Pemkot Semarang siap mewadahi berbagai bakat anak-anak melalui program yang akan diramu dalam penganggaran 2026.

“Kalau ada anak istimewa yang suka boxing, maka kita siapkan kompetisi boxing. Yang suka piano, kita dorong ada kompetisi piano. Kami ingin anak-anak juara tidak hanya di tingkat kota, tapi juga nasional bahkan internasional,” jelasnya.

3. Sistem pendidikan masih fokus pada keseragaman

Siswa difabel dari SLB Surya Gemilang melakukan pemeriksaan kesehatan rutin di Klinik Pratama Syifa Anisa, Limbangan, Kabupaten Kendal. (IDN Times/Anggun Puspitoningrum)

Lebih jauh, Agustina juga menyoroti sistem pendidikan yang selama ini masih terfokus pada keseragaman tanpa mempertimbangkan keunikan setiap anak. Ia mencontohkan lulusan SMK yang kerap belum siap menghadapi dunia kerja.

“SMK seharusnya ditata sehingga ketika lulus, mereka langsung siap menyambut dunia kerja. Sistem pendidikan kita memang harus dibenahi, tidak hanya dalam proses belajar-mengajar, tetapi juga memperkuat unsur-unsur penting yang mendorong kemajuan pendidikan,” paparnya.

Sebagai dukungan nyata, Pemkot Semarang akan mengintegrasikan program pendidikan inklusif dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) 2025–2029.

“Harus dipahami, pendidikan tidak hanya urusan dinas pendidikan, tapi juga berkaitan dengan sosial, kesehatan, dan pemberdayaan perempuan serta perlindungan anak,” tegas Agustina.

Editorial Team