Kepala Kantor BEI Perwakilan Jateng 1, Fanny Rifqi (kiri) mengedukasi mahasiswa saat Sekolah Pasar Modal (SPM) in The Park di ruang terbuka Kampus Fakultas Ekonomi Unnes Semarang (IDN Times/Dhana Kencana)
Intensitas kegiatan edukasi menjadi indikator utama keseriusan kerja TPAKD. Sepanjang tahun 2024, TPAKD Jawa Tengah sudah menggelar 365 kegiatan edukasi di 35 kabupaten/kota dengan total peserta 33.332 orang.
Momentum itu terus berlanjut di tahun 2025. Hingga Juli 2025, OJK Jawa Tengah melaksanakan 205 kegiatan edukasi kepada berbagai lapisan masyarakat (petani, pelajar, UMKM) dengan total 40.544 orang peserta.
BEI Jateng 1 juga menunjukkan komitmen serupa dengan menggelar 4.223 kegiatan edukasi dari Januari hingga September 2025, melampaui target tahunan mereka yang hanya 426 kegiatan. Volume kegiatan yang tinggi itu memperlihatkan komitmen industri dan regulator menjalankan fungsi literasi secara masif.
Infrastruktur edukasi juga diperkuat BEI Jateng 1 melalui pembentukan Galeri Investasi BEI di kampus-kampus. Hingga Oktober 2025, sudah terdapat 47 Galeri Investasi BEI di 22 kabupaten/kota, yang berfungsi sebagai pusat edukasi dan fasilitasi pembukaan rekening investasi.
Program andalan kolaborasi OJK dengan Self-Regulatory Organizations (SRO) seperti BEI, Kliring Penjaminan Efek Indonesia (KPEI), dan Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI), salah satunya adalah Sosialisasi dan Edukasi Pasar Modal Terpadu (SEPMT). Kegiatan itu sukses digelar di Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed), Purwokerto, pada 27–29 Agustus 2025 dan dihadiri sekitar 1.100 mahasiswa.
Rektor Unsoed, Prof Akhmad Sodiq, menyoroti pentingnya literasi keuangan untuk mahasiswa melalui kegiatan SEPMT.
“Mahasiswa tidak hanya harus cerdas secara akademik, tetapi juga melek keuangan agar mampu mengelola risiko sekaligus menangkap peluang investasi yang sehat,” katanya saat acara tersebut.
Grafis: Demografi Investor Pasar Modal BEI Jateng 1 tahun 2024. (IDN Times/Dhana Kencana)
Meskipun capaian di pasar modal memuaskan, TPAKD masih menghadapi sejumlah tantangan, terutama dalam memajukan sektor riil. Sekretaris Daerah Jawa Tengah, Sumarno menyebutkan, pembiayaan kepada para pelaku usaha di sektor pertanian dan perikanan masih belum optimal, sehingga membatasi peningkatan kapasitas dan produktivitas usaha mereka.
Namun, peluang untuk mewujudkan ekonomi mandiri, berdaulat, dan maju bersama terbuka lebar. Dominasi investor muda di Jawa Tengah yang mencapai lebih dari 64 persen menjadi modal kuat bagi optimisme pasar modal.
“Generasi muda cenderung memiliki orientasi jangka panjang dalam berinvestasi, yang menjadi indikasi positif bagi perekonomian Jawa Tengah,” ujarnya.
Kepala Kantor BEI Jateng 1, Fanny Rifqi El Fuad, mengamini hal itu. Ia mencatat, hingga tahun 2024, jumlah investor muda berusia 18–27 tahun mencapai 258.177 orang.
“Tren ini menunjukkan bahwa generasi muda Jawa Tengah tidak hanya makin sadar pentingnya investasi, tetapi juga mulai memahami bagaimana pasar modal berperan dalam mendorong pertumbuhan ekonomi daerah,” tegas Fanny.
Ia menambahkan, pihaknya berupaya memastikan semangat investasi ini berlanjut menjadi perilaku finansial yang sehat dan berkelanjutan.
Secara nasional, pemerintah menargetkan inklusi keuangan bisa mencapai 91 persen pada tahun 2025 dan 98 persen di tahun 2045, sejalan dengan visi Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2025-2045.
Komitmen tersebut juga direspons positif oleh pemerintah daerah. Wali Kota Salatiga, Robby Hernawan, yang menghadiri Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) TPAKD 2025 di Jakarta, Jumat (10/10/2025) mengungkapkan jika Pemkot Salatiga siap menjadi bagian dari gerakan nasional percepatan inklusi keuangan, yang sejalan dengan agenda pembangunan ekonomi inklusif dan berkelanjutan.
“Kami akan memperkuat lima sektor utama, mulai dari pertanian, UMKM, pelajar, penyandang disabilitas, hingga masyarakat umum melalui program Laku Pandai. Kolaborasi dengan bank daerah menjadi kunci untuk memperluas jangkauan pembiayaan,” katanya yang dalam kegiatan tersebut diluncurkan Roadmap TPAKD 2026–2030 sebagai panduan strategis penguatan inklusi keuangan di masa mendatang.
Keberhasilan Jawa Tengah mencapai posisi empat besar investor pasar modal nasional membuktikan kolaborasi institusional di dalam TPAKD yang terstruktur dan strategi edukasi yang terfokus, mampu mengubah kebijakan nasional menjadi aksi spesifik di daerah.
Kisah akselerasi investor muda di Jawa Tengah, salah satunya di Kota Salatiga menunjukkan, pasar modal tidak hanya menjadi tempat investasi ritel, tetapi juga menjadi solusi pendanaan bagi sektor riil daerah.
Dengan literasi yang memadai, masyarakat—terutama generasi muda—dapat memanfaatkan instrumen pasar modal untuk mengembangkan kekayaan, ikut membiayai sektor produktif, dan memperkuat kemandirian ekonomi daerah.