Lebih lanjut, Rama menambahkan jika PT TIV Aqua Klaten melalui kolaborasi dengan elemen masyarakat juga mengajak para milenial di sana untuk belajar kearifan lokal langsung pada petani di Bendung Bagor, Desa Juwiring, Klaten.
Program tersebut diikuti Pusur Institute, Forum Relawan Irigasi Jogo Toya Kamulyan, Pemerintah Desa dan Kecamatan Juwiring, SMKN 1 Polanharjo, SMPN 2 Klaten, Gita Pertiwi Surakarta, SHIND (Secercah Harapan Indonesia) Jogja, Lembaga Pengembangan Teknologi Pedesaan (LPTP) Surakarta, dan Multi Stakeholder Forum (MSF) Klaten.
"Kegiatan ini dilakukan bersama-sama belajar menerjemahkan makna menjadi perubah dalam cara pandang pengelolaan sumber daya air," kata Rama.
Program yang terintegrasi mulai dari hulu Merapi, tengah hingga hilir ini melibatkan masyarakat dan lembaga-lembaga independen yang berkompeten menjadi komponen penting dalam kolaborasi. Untuk kawasan tengah berada di kecamatan Tulung dan Polanharjo. Sementara untuk kawasan hilir di Kecamatan Delanggu dan Juwiring.
Sedang di bagian hilir sub DAS Pusur sendiri dikelola secara gotong royong oleh gabungan paguyuban petani pengguna air (GP3A).
Bagian hulu sendiri merupakan kawasan penyangga taman nasional Gunung Merapi (TNGM), menjadi wilayah yang juga punya nilai penting bagi keberlanjutan kegiatan ekonomi di wilayah tengah dan hilir seperti pertanian, perikanan, rumah tangga dan industri.
Pihak Aqua juga mendorong 7 pemerintah desa untuk mewujudkan peraturan antar desa (Perkades) pengelolaan jaringan irigasi secara kolaboratif. Ikatan hukum formal dalam perkades dilakukan agar saling mendukung model kearifan lokal dengan revitalisasi Jogo toya dan forum relawan irigasi.
"Kami harap upaya tersebut mampu jadi alternatif solusi bagi permasalahan kelangkaan air persawahan di musim kemarau sekaligus mengendalikan laju air saat musim penghujan,” pungkasnya.