Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Petani saat melakukan pemupukan tanaman padi (IDN Times/Ruhaili)
Petani saat melakukan pemupukan tanaman padi (IDN Times/Ruhaili)

Intinya sih...

  • Petani di Kota Semarang tidak perlu menyewa lahan pertanian lagi

  • Terbitnya Perda Nomor 4 Tahun 2025 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah berdampak positif

  • Petani sekarang cukup membayar retribusi lahan untuk bekerja

Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Semarang, IDN Times - Petani di Kota Semarang kini tidak perlu menyewa lahan pertanian untuk bekerja. Terbitnya Peraturan Daerah atau Perda Nomor 4 Tahun 2025 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah berdampak positif karena petani sekarang cukup membayar retribusi lahan. 

1. Petani tidak lagi dibebani sewa komersial

Wali Kota Semarang, Agustina Wilujeng. (dok. Pemkot Semarang)

Perubahan regulasi terkait pengelolaan dan pemanfaatan lahan pertanian milik pemerintah daerah itu menegaskan bahwa petani di Ibu Kota Jawa Tengah kini tidak lagi dibebani skema sewa komersial yang selama ini dianggap terlalu mahal. Akan tetapi, menggunakan mekanisme retribusi lahan dengan tarif khusus yang jauh lebih ringan dan dapat diperpanjang setiap tahun.

Wali Kota Semarang, Agustina Wilujeng mengatakan, bahwa penataan regulasi ini sengaja dirancang untuk memastikan lahan pertanian di Kota Semarang tetap berfungsi sesuai peruntukan dan tidak berubah menjadi aktivitas komersial yang dapat mengancam ketahanan pangan.

‘’Sejak 2023, Pemkot Semarang sudah tidak lagi memakai Perwal 28/2022 sebagai acuan tarif, karena seluruh mekanisme telah digantikan oleh Perda Nomor 10 Tahun 2023 dan kemudian diperbarui dengan Perda Nomor 4 Tahun 2025,’’ ungkapnya, Senin (24/11/2025).

Agustina menegaskan, struktur retribusi lahan yang berlaku saat ini memang dirancang untuk melindungi petani Kota Semarang.

2. Retribusi lahan menjadi pilihan paling adil

ilustrasi retribusi daerah (freepik.com)

“Kalau menggunakan skema sewa, hitungan tarifnya akan menjadi komersial dan pasti memberatkan petani. Maka itu, mekanisme retribusi lahan menjadi pilihan yang paling adil dan memungkinkan petani Kota Semarang tetap menjalankan aktivitas pertanian tanpa tekanan biaya,” jelasnya.

Dalam pelaksanaannya, Pemkot Semarang melalui BPKAD memastikan setiap permohonan pemanfaatan lahan selalu melalui proses verifikasi lintas-organisasi.

Koordinasi juga dilakukan bersama antar OPD seperti Dinas Penataan Ruang, Bappeda, Disperkim, Inspektorat, Bagian Hukum, dan terutama Pengguna Barang, yaitu Dinas Pertanian serta kecamatan.

Melalui proses tersebut, fungsi lahan pertanian di Kota Semarang dipastikan tidak menyimpang dari tata ruang. Sistem ini sekaligus menjawab kekhawatiran Menteri Pertanian yang beberapa waktu lalu mengungkapkan adanya penyalahgunaan peruntukan lahan pertanian di sejumlah daerah.

3. Berikan ruang perpanjangan penggunaan lahan

ilustrasi pertanian (pexels.com/Tran Nam Trung)

‘’Setiap tahun, sebelum petani dapat memperpanjang penggunaan lahan, otomatis dilakukan evaluasi oleh Dinas Pertanian dan kecamatan. Ini bentuk kontrol agar lahan pertanian di Kota Semarang tidak tiba-tiba berubah fungsi menjadi usaha komersial yang tidak sesuai izin,” kata Agustina.

Menurut dia, selama ini belum pernah ditemukan penyalahgunaan lahan pertanian di Kota Semarang karena seluruh proses pemanfaatan lahan selalu diawali dengan pengecekan tata ruang dan kesesuaian fungsi.

Untuk diketahui, Perda Nomor 4 Tahun 2025 telah memberikan landasan yang lebih kuat dan lebih jelas. Regulasi ini tidak hanya menetapkan retribusi lahan khusus bagi petani Kota Semarang, tetapi juga memberikan ruang perpanjangan penggunaan lahan dengan mekanisme yang sederhana.

Editorial Team