Pemerintah terus menggalakkan gaya hidup baru dengan menggunakan peralatan serba elektrik yang bebas emisi dan ramah lingkungan (electrifying lifestyle) agar masyarakat menggunakan motor listrik karena tidak beremisi karbon. Hal itu dilakukan untuk mendukung pengembangan green transportation (transportasi ramah lingkungan) di Indonesia.
Green transportation merupakan salah satu komitmen pemerintah untuk memitigasi perubahan iklim (climate change), melalui transisi energi sebagaimana target nol-bersih emisi atau net-zeroemissions (NZE) yang ditetapkan untuk tahun 2060.
Program NZE populer setelah adanya Paris Climate Agreement (Perjanjian Iklim Paris) tahun 2015. Program tersebut bertujuan untuk menekan pencemaran lingkungan yang berpotensi menimbulkan pemanasan global (global warming).
Adapun, pada peta jalan (roadmap) Indonesia menuju NZE, disebutkan sebanyak 13 juta motor listrik diproyeksikan hilir mudik di jalanan Indonesia tahun 2030. Dari catatan Kementerian Perhubungan (Kemenhub), hingga 29 Juli 2022, jumlah motor listrik berbasis baterai (KBLBB) di Indonesia sudah mencapai 19.698 unit.
Bersamaan dengan estimasi tersebut, penjualan motor BBM mulai dikurangi pada tahun 2036–2040. Seiring dengan capain tersebut, sebagaimana dilansir Asosiasi Industri Sepeda Motor Indonesia (AISI), pemerintah ikut menargetkan produksi motor listrik mencapai 1,76 juta pada tahun 2025 dan bisa bertambah sebanyak 2,45 pada 2030.
Mampukah target 13 juta motor listrik terpenuhi dalam kurun waktu 8 tahun lagi sejak sekarang?
Situasi tersebut ikut dimanfaatkan industri motor listrik dalam negeri sehingga pasar motor listrik tumbuh dengan baik. Salah satunya oleh Science Techno Park (STP) Otomotif Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya yang telah memproduksi massal motor listrik bermerek GESITS.
Manajer STP Otomotif ITS, Bambang Sudarmanta mengatakan, setidaknya sudah ada lima motor listrik yang dikembangkan pihaknya. Mulai dari konversi CB 100, CB 150, motor trail listrik, e-Scrambler, konversi listrik Yamaha Scorpio, dan GESITS.
"GESITS sejak awal sudah bermitra dengan industri sehingga produk kita sudah jadi dan memiliki kinerja yang baik, dan dibutuhkan pasar, sama mitra industri langsung diproduksi massal," ujarnya saat ditemui IDN Times di STP Otomotif ITS, Jumat (28/10/2022).
Bambang menjelaskan, tantangan pengembangan motor listrik di Indonesia adalah membuat unit yang harganya terjangkau dan performanya bagus. Mengingat, hingga saat ini harga motor listrik masih relatif mahal.
"Motor listrik komponen utamanya berupa baterai, memegang kontribusi (harga) 25 sampai 40 persen, jadi misal kendaraan harganya Rp10 juta, harga baterai bisa sampai Rp2,5 juta sampai 4 juta," jelasnya.
Selain harganya yang mahal, jangka waktu penggunaan baterai juga tidak panjang. Baterai kendaraan listrik berjangka waktu 4–7 tahun.
"Kalau nanti dioperasikannya dengan tidak baik, itu bisa lebih pendek (umur baterai), itu yang saat ini paling banyak diperbincangkan," katanya.
Bambang menambahkan, karena belum banyak kendaraan listrik di Indonesia, kondisi itu membuat tidak banyak suku cadang kendaraan listrik tersedia di pasaran. Kebanyakan onderdil motor listrik bisa dibeli secara online.
"Jadi, suku cadang dipengaruhi jaringan dari dealer kendaraan, atau produsen, kendaraan kalau masih baru, jaringan ketersediaan suku cadang tidak semasif kendaraan konvensional. Termasuk juga keberadaan bengkel motor listrik, yang hanya bisa ditemui di dealer tempat masyarakat membeli kendaraan tersebut," ucap dia.