Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Ilustrasi Gedung Mahkamah Konstitusi (MK) di Jakarta Pusat. (IDN Times/Yosafat Diva Bayu Wisesa)
Ilustrasi Gedung Mahkamah Konstitusi (MK) di Jakarta Pusat. (IDN Times/Yosafat Diva Bayu Wisesa)

Intinya sih...

  • MK lakukan pemeriksaan pendahuluanPerkara ini teregister dengan Nomor 90/PUU-XXIII/2025. Pemeriksaan dipimpin oleh Majelis Hakim Panel, turut dihadiri para pemohon dan kuasa hukum.

  • Pemohon mempersoalkan ambang batas pengusuan calon kepala daerahPemeriksaan ini dimaksudkan sebagai bentuk pelaksanaan atas amanah Pasal 41 ayat (2) Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003.

  • Ketentuan ambang batas dianggap mencedarai hak konstitusiRumusan formulasi ambang batas diselaraskan dengan formulasi bagi calon perseorangan yang hendak maju sebagai pasangan calon kepala daerah.

Semarang, IDN Times - Perkara permohonan pengujian materiil tentang pemilihan gubernur, bupati dan walikota mulai disidangkan di Mahkamah Konstitusi.

Bertempat di Ruang Sidang Gedung 2 Lantai 4, Mahkamah Konstitusi, perkara Permohonan Nomor 90/PUU-XXIII/2025 tentang Pengujian Materiil Pasal 40 ayat (1) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016, tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota Menjadi Undang-Undang sebagaimana telah dimaknai melalui Putusan Mahkamah konstitusi Nomor 60/PUU-XXII/2024 memasuki tahapan pemeriksaan pendahuluan pertama.

1. MK lakukan pemeriksaan pendahuluan

Hakim konstitusi, Arsul Sani ketika hadir di sidang Mahkamah Konstitusi (Tangkapan layar YouTube Mahkamah Konstitusi)

Perkara ini teregister dengan Nomor 90/PUU-XXIII/2025. Para pemohon, antara lain, Khalid Irsyad Januarsyah, Robby Ardiansyah, Zamroni Akhmad Affandi, Panji Muhammad Akbar, Zahira Nurmahdi Hanafiah, Muhammad Azis, Muhammad Faisal Hamdi, dan Hasan Kurnia Hoetomo.

Pemeriksaan pendahuluan yang berlangsung pada pukul 15.00 WIB dipimpin oleh Majelis Hakim Panel, yang terdiri dari Prof. Dr. Saldi Isra, S.H., Dr. Ridwan Mansyur, S.H., dan Dr. Arsul Sani, S.H., M.Si., Pr.M., juga turut dihadiri oleh para pemohon dan kuasa hukum yaitu Gilang Muhammad Mumtaaz, S.H. selaku kuasa hukum, Khalid Irsyad Januarsyah selaku Pemohon I, Robby Ardiansyah selaku Pemohon II, Zamroni Akhmad Affandi selaku Pemohon III, Panji Muhammad Akbar selaku Pemohon IV, Zahira Nurmahdi Hanafia selaku Pemohon V, Muhammad Aziz selaku Pemohon VI, Muhamad Faisal Hamdi selaku Pemohon VII, dan Hasan Kurnia Hoetomo selaku Pemohon VIII, baik yang hadir secara luring maupun daring.

“Memohon agar Mahkamah menyatakan Pasal 40 ayat (1) UU Pilkada bertentangan dengan UUD NRI Tahun 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai ‘partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu dapat mendaftarkan pasangan calon’,” kata kuasa hukum para pemohon Gilang Muhammad Mumtaaz

2. Pemohon mempersoalkan ambang batas pengusuan calon kepala daerah

Ilustrasi gedung Mahkamah Konstitusi (MK). (IDN Times/Yosafat Diva Bayu Wisesa)

Pelaksanaan pemeriksaan pendahuluan ini dimaksudkan sebagai bentuk pelaksanaan atas amanah Pasal 41 ayat (2) Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 yang sebagaimana telah diubah melalui Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2020 tentang Mahkamah Konstitusi, yang pada intinya mewajibkan hakim konstitusi untuk memanggil para pihak yang berperkara untuk memberikan keterangan yang dibutuhkan oleh Mahkamah Konstitusi.

Pada pemeriksaan ini, nantinya ketepatan para pemohon untuk menguraikan berkaitan dengan kedudukannya sebagai pemohon (legal standing) serta hubungannya dengan norma yang diujikan, menjadi poin penting yang akan menentukan berlanjut atau tidaknya pemeriksaan permohonan ke tahapan pemeriksaan persidangan.

Pada perkara Permohonan 90/PUU-XXII/2025 ini, para pemohon mempersoalkan konstitusionalitas ketentuan ambang batas dalam mengusulkan pasangan calon kepala daerah oleh partai politik atau gabungan partai politik, yang kini memformulasikan perolehan suara sah sebesar 6,5%-10% menyesuaikan dengan jumlah penduduk yang termuat di dalam daftar pemilih tetap.

3. Ketentuan ambang batas dianggap mencedarai hak konstitusi

Ilustrasi surat suara pilkada. IDN Times/Sukma Shakti

Perlu untuk diketahui pula, bahwa rumusan formulasi ambang batas tersebut diselaraskan dengan formulasi ambang batas bagi calon perseorangan yang hendak maju sebagai pasangan calon kepala daerah.

Para pemohon beranggapan, bahwa ketentuan ambang batas sebagaimana dimaksud telah mencederai hak konstitusional mereka selaku para pemilih dalam Pilkada, baik pada aspek penyediaan variasi bursa calon kepala daerah yang sangat dibatasi sehingga tidak merepresentasikan preferensi mereka selaku pemilih, menghambat partisipasi partai politik untuk turut serta mengusung calon kepala daerah dan menyebabkan hadirnya banyak daerah yang melakoni Pilkada calon tunggal, normalisasi hegemoni partai politik dan praktik transaksional partai politik.

Ini tidak sejalan dengan rambu-rambu batasan kebijakan hukum terbuka (open legal policy) yakni moralitas, rasionalitas dan ketidakadilan intolerable, serta tidak seiras dengan spirit penyamaan rezim antara pemilihan presiden dan wakil presiden dengan pemilihan kepala daerah yang kini telah dibuktikan melalui penghapusan ambang batas pencalonan presiden dan wakil presiden (presidential 62/PUU-XXII/2024 threshold) melalui Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 62/PUU-XXII/2024

Editorial Team