Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
ilustrasi nilai rapot (pexels.com/MART PRODUCTION)
ilustrasi nilai rapot (pexels.com/MART PRODUCTION)

Intinya sih...

  • Gerakan ayah ambil raport anak dianggap mendiskriminasi peran ibu dan siswa

  • Banyak orang tua mengeluhkan gerakan ini sebagai bentuk perundungan nasional

  • Kementerian Kependudukan disarankan untuk menghentikan gerakan ini dan melibatkan pihak pendidikan

Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Semarang, IDN Times - Persatuan Guru Swasta Indonesia (PGSI) Jawa Tengah menyoroti aksi gerakan ayah ambil raport anak yang berlangsung sejak kemarin. 

Gerakan yang diinisiasi dari Kementerian Kependudukan, Pembangunan Keluarga dan BKKBN tersebut dilakukan dengan menyebarluaskan surat edaran kepada setiap satuan Dinas Pendidikan Provinsi, kabupaten/kota dan sekolahan. 

 

Emak-emak keluhkan gerakan ayah ambil raport anak malah mendiskriminasi

Wakil Ketua I PGSI Jawa Tengah, Noor Salim. (IDN Times/Fariz Fardianto)

Wakil Ketua I PGSI Jawa Tengah, Noor Salim mengatakan gerakan ayah ambil raport anak saat ini justru menjadi ajang bullying nasional lantaran secara terang-terangan mendiskriminasi para siswa dan ibu-ibu yang mengambil raport di tiap sekolah. 

"PGSI Jateng sudah menerima laporan dari orang tua khususnya ibu-ibu yang mengeluh kok sepertinya ini jadi gerakan yang mendiskriminasi peran mereka di sekolah. Karena gerakan ini justru menimbulkan luka batin bagi anak-anak yang tidak mempunyai ayah karena sudah meninggal, ayahnya yang kerja jauh dari rumah. Dan yang perlu diingat bahwa ada juga lho anak-anak yang sejak lahir tidak punya bapak," kata Salim kepada IDN Times dari sambungan telepon, Jumat (19/12/2025). 

Gerakan ayah ambil raport anak jadi ajang perundungan

Ratusan siswa-siswi duduk bersila di rumput saat pembukaan Korps Kadet Jateng DIY di Rindam Diponegoro Semarang. (IDN Times/Dok Pendam IV Diponegoro Semarang)

Pihaknya pun kini menerima banyak laporan bahkan tak sedikit para orang tua yang mengeluhkan adanya gerakan yang dihasilkan saat ini. 

Laporan dari orang tua tersebut bermunculan sejak pelaksanaan pengambilan raport siswa sekolah Kamis kemarin. Untuk pelaksanaan pengambilan raport siswa masih berlangsung di tingkat madrasah, sekolah-sekolah swasta sampai hari Sabtu (20/12/2025) besok. 

Tak jarang beberapa wali murid yang menyampaikan keberatan kepada PGSI perwakilan kabupaten/kota karena mempertanyakan kenapa gerakan yang digalakan Kementerian Kependudukan tersebut kurang tepat. 

Salim juga menegaskan gerakan ayah ambil raport anak cenderung mengabaikan nurani anak-anak yatim di panti asuhan karena mereka hidup tanpa keterwakilan orang tua. 

"Bagi anak yatim, ini akan membuka luka lama. Mereka kan memang tidak punya ayah. Nah, kalau sudah begitu gimana nasib mereka pas ada gerakan seperti ini. Ini sama saja melakukan perundungan secara nasional," tutur Salim. 

Buku pendamping diklaim bisa tingkatkan peran ortu

Dua siswa dan siswi juga tak mau kalah beradu kecepatan dalam ajang balap egrang beregu kategori pelajar SD yang diadakan oleh FIK Unnes dalam gelaran Festival Dolanan Bocah. (IDN Times/Fariz Fardianto)

Untuk menumbuhkan peran orang tua, menurutnya tak melulu harus menggerakan aksi seperti itu. Pasalnya, di tiap sekolah sudah lama menugaskan guru untuk memberikan buku pendamping bagi siswa setiap memberikan nilai. 

Di dalam buku pendamping itu juga tertera keterangan bagi orang tua untuk mengevaluasi proses belajar anaknya. 

"Jadi apa yang kurang, apa yang sudah bagus itu selalu dituliskan di buku pendamping. Dari situ kita selalu minta peran aktif orang tua baik ayahnya atau ibu untuk memantau belajar anaknya. Artinya lewat buku pendamping sebenarnya sudah ada peran orang tua sejak lama," paparnya.

Kementerian Kependudukan tidak libatkan PGSI

Menteri Kemendukbangga, Wihaji, terima kunjungan kerja dari Minister For Social and Family Development of Singapore, Masagos Zulkifli, Selasa (18/3/2025). (dok. Kemendukbangga)

Lebih lanjut lagi, pihaknya menyarankan kepada Kementerian Kependudukan untuk menghentikan gerakan ayah ambil raport anak dengan mengganti aksi gerakan lain yang tidak mendiskriminasi peran salah satu orang tua. 

Selain itu, adanya gerakan ayah ambil raport anak juga tidak melibatkan saran dari satuan pendidikan termasuk dari PGSI Pusat maupun provinsi. "Karena PGSI pusat dan semua daerah tidak dilibatkan, maka tidak ada pemberitahuan lebih dulu. Tidak ada masukan yang dapat direspon kementerian. Tentu ini kurang pas dan tidak baik bagi kelangsungan pendidikan Indonesia sekarang dan masa mendatang," tegasnya. 

Peran ayah perlu dikuatkan untuk pantau belajar sang anak

Orang tua dan murid saat menunggu acara pembukaan Sekolah Rakyat di Karadenan, Cibinong, Kabupaten Bogor, Senin (14/7/2025) (IDN Times/Linna Susanti)

Terpisah, menurut pengamat pendidikan dari Unika Soegijapranata Semarang, Dr Tukiman Taruno, sebenarnya gerakan ayah ambil raport anak bagus untuk meningkatkan peran aktif sang ayah dalam memonitor tumbuh kembang anak di sekolahan. 

Pihaknya pun mengimbau kepada setiap ayah untuk berkomunikasi dengan rutin dengan anaknya supaya proses belajar dapat dikuatkan sekaligus meningkatkan peran ayah sebagai pendamping utama anak. 

"Idealnya bapak yang mengambilkan raport anaknya agar bisa terjalin komunikasi pembelajaran yang menyeluruh dengan pihak sekolah. Terkait ada anak yang tidak punya bapak atau bapaknya kerja jauh, itu persoalan lain. Hanya saja peran si ayah ya perlu ditingkatkan supaya bisa memantau belajar anaknya. Jadi tidak terus ibunya saja yang mengawasi anaknya. Kan selama ini ibunya sudah urus rumah, urus anak juga," kata Tukiman saat dikonfirmasi IDN Times. 

Editorial Team