Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Buku berjudul Waktu yang Kudamba karya Wilbrodus Megandika Wicaksono.(IDN Times/Dok. Megandika)
Buku berjudul Waktu yang Kudamba karya Wilbrodus Megandika Wicaksono.(IDN Times/Dok. Megandika)

Banyumas, IDN Times - Kisah pergulatan dan perjuangan anak anak di sebuah panti asuhan Bunda Serayu Banyumas berhasil dikemas dalam satu buku berjudul "Waktu yang Kudamba".

Dalam buku setebal 179 halaman tersebut merupakan seri kedua dari buku berjudul "Ditepi Serayu Aku Merindu.

Lewat terbitnya buku ini, diharapkan gerakan literasi di Banyumas kian berkembang dan anak-anak di panti asuhan kian mendapatkan perhatian.

1. . Ada peran Bank Indonesia

Kepala kantor perwakilan Purwokerto Bank Indonesia Rony Hartawan.(IDN Times/Saladin).

Bank Indonesia Kantor Perwakilan Purwokerto turut berperan menyebarkan kisah pergulatan dan perjuangan anak-anak Panti Asuhan Bunda Serayu, Banyumas melalui buku berjudul “Waktu Yang Kudamba”.

Menurut Kepala kantor perwakilan Bank Indonesia, Rony Hartawan bahwa dukungan tersebut diharapkan dapat melengkapi khasanah literasi menginspirasi pembaca untuk bisa berempati terhadap suka duka kehidupan panti asuhan.

“Dukungan Bank Indonesia dalam proses penerbitan buku ini diharapkan akan melengkapi khasanah literasi kita, serta menginspirasi pembaca untuk merasakan empati terhadap kehidupan mereka yang tinggal di panti asuhan,”katanya.

2. Anak anak sebagai tunas bangsa

Bersikap building nation dalam menyikapi anak anak mulai dari unsur terkecil.(IDN Times/Saladin).

Kehadiran manusia di dunia adalah karunia istimewa dalam perjalanan kehidupan. Ada yang terlahir penuh cinta, tapi juga ada yang terlahir dalam kondisi serba terbatas.

“Bagi mereka yang tumbuh dalam keterbatasan, Sang Ilahi menjalankan berbagai cara untuk berbagi, merawat, dan mengasuh. Salah satu wujudnya adalah kasih sayang yang diberikan oleh orang-orang yang peduli, para donatur, serta lembaga-lembaga sosial seperti panti asuhan,”kata Rony Hartawan.

Kepala BI Purwokerto tersebut juga mengatakan pihaknya bersikap building nation dalam menyikapi anak anak mulai dari unsur terkecil.

“Kami melihat anak-anak sebagai tunas-tunas bangsa, sehingga semangat kami bersikap Building Nation harus diwujudkan dari unsur-unsur terkecil agar apa yang bangsa ini cita-citakan dapat tercapai hingga mengakar,”jelasnya.

3. Ada 39 anak di panti asuhan

Kepala Panti Asuhan Bunda Serayu Banyumas Suster Christina. (IDN Times/Saladin).

Kepala Panti Asuhan Bunda Serayu Banyumas Suster Christina, SJMJ berterima kasih kepada Bank Indonesia yang telah memberikan perhatian serta bantuannya untuk mewujudkan buku “Waktu Yang Kudamba”.

“Di panti ini sekarang ada 39 anak. Lewat buku ini, kisah anak-anak dan juga karya di panti ini jadi bisa semakin dikenal oleh masyarakat luas. Tidak hanya di wilayah Banyumas, bahkan sampai di luar kota seperti Jakarta juga Batam,” tutur Christina.

4. Megandika penulis Waktu yang Kudamba

Megandika Wilbrodus Wicaksono (tengah) dengan buku karya sebelumnya.(IDN Times/Saladin).

Penulis Buku “Waktu Yang Kudamba” Wilibrordus Megandika Wicaksono juga berterima kasih dan mengapresiasi dukungan Bank Indonesia dalam gerakan literasi ini.

Lewat buku ini, kisah dan coretan kerinduan remaja di panti ini bisa terdokumentasi, terungkapkan, dan diharapkan bisa menggerakkan hati pembaca untuk berbelarasa kepada sesama.

Megandika menyebutkan, Bank Indonesia begitu peduli dan setia memberi dukungan mulai dari buku pertama “Di Tepi Serayu Aku Merindu” (Gramedia Pustaka Utama, 2020) yang ditulis bersama rekan-rekan wartawan di Banyumas hingga buku “Waktu Yang Kudamba” (Gramedia Pustaka Utama, 2023).

5. Panti ini tidak melayani adopsi anak

Keceriaan anak panti asuhan Bunda Serayu.(IDN Times/Saladin).

Buku kedua ini merupakan hasil proses penelitian serta tesis berjudul “Konstruksi Makna Kasih Sayang Remaja di Panti Asuhan Bunda Serayu Banyumas” (Juni, 2022).

Buku ini antara lain berisi tentang makna kasih sayang remaja panti. Sebagian memaknai kasih sayang sebagai hal yang dikenali atau dialami, tapi ada pula yang memaknainya sebagai sesuatu yang hilang bahkan pencarian.

Panti ini tidak melayani adopsi anak, tetapi anak yang dibesarkan di sini diharapkan bisa kembali kepada orangtuanya tatkala sudah siap. Perkawinan di luar nikah, menjadi salah satu faktor ketidaksiapan keluarga menerima kehadiran anak.

“Diharapkan lewat buku ini, pembaca terutama kaum muda bisa lebih bertanggung jawab dan menyiapkan masa depan sebaik mungkin. Jangan sampai anak-anak bertumbuh-kembang tanpa belaian kasih sayang orangtua,” kata Megandika.

Editorial Team