Surakarta, IDN Times - Keraton Kasunanan Surakarta selalu mengelar tradisi Grebeg Syawal setiap tahun pada satu hari usai Lebaran atau Idulfitri. Tradisi Grebeg Syawal merupakan warisan turun temurun dari Sultan Agung pada jaman kerajaan Mataram, yang kemudian terus dilestarikan hingga sekarang.
Grebeg berasal dari bahasa Jawa sendiri berasal dari kata gembrebeg atau gumerebeg, dalam bahasa Jawa yang artinya sergap, bisa juga bermakna kegaduhan kalau dari asal kata gumerebeg. Karena dalam upacara grebeg tersebut selalu diakhiri dengan kegaduhan saat berlangsungnya rebutan gunungan yang dilakukan masyarakat, baik itu aktifitas saling dorong maupun teriakan dan suara tawa yang selalu mengiringi puncak upacara tersebut.
Tradisi saling berebut (rayahan) dimaksudkan untuk mendapatkan berkah dan keselamatan, melalui simbol-simbol yang diwujudkan dari aneka hasil bumi dan makanan yang menghiasi kedua gunungan.
Setelah selesai didoakan, gunungan langsung jadi rebutan warga. Warga yang setiap tahun antusias mengikuti perayaan grebeg karaton karena ingin mendapatkan berkah dari bagian sesaji gunungan. Hasil rayahan (rebutan) yang mereka dapatkan kemudian dimasak dan dimakan.
Bukan sembarang isian, ternyata isi dari gunungan tersebut memiliki makna yang berbeda-beda. Berikut makna dari isi gunungan Grebeg yang selalu diyakini memiliki keberkahan bagi yang mendapat.