Negara melalui penegak hukum dan yang terkait punya peran penting agar rakyat tak terjerumus dalam perjudian.(IDN Times/Foto : Dok. Cokie Sutrisno)
Berjudi termasuk ke dalam cara memperoleh harta haram. Sementara itu harta haram hanya akan mengantarkan pelakunya pada ancaman Allah subhanahu wa ta'ala. Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda kepada Ka'ab bin Ujrah RA :
"Wahai Kaab bin Ujrah, sungguh daging badan yang tumbuh berkembang dari sesuatu yang haram berhak dibakar dalam api neraka." (HR at-Tirmidzi).
Keharaman judi dan sanksinya berlaku bagi semua warga negara, baik Muslim maupun non-Muslim. Negara tidak boleh mengizinkan atau melokalisasi perjudian, termasuk memberikan izin khusus kepada non-Muslim, karena itu sama saja dengan menghalalkan praktik perjudian.
Bahkan memungut pajak dari perjudian dianggap haram, sebagaimana yang disabdakan oleh Nabi Muhammad SAW. "Akan datang suatu zaman saat manusia tidak lagi peduli dari mana mereka mendapatkan harta, apakah dari usaha yang halal atau yang haram."
Larangan berjudi dalam Islam bukan sekadar himbauan moral, tetapi juga diatur dengan sanksi pidana yang ditetapkan oleh Allah subhanahu wa ta'ala. Menurut Syaikh Abdurrahman Al-Maliki, pelaku kejahatan perjudian layak dihukum dengan ta'ziir yang bisa mencakup hukuman cambuk, penjara, bahkan hukuman mati, sesuai dengan tingkat kejahatan yang dilakukan.
Hukum yang tegas ini menunjukkan bahwa syariah Islam melindungi rakyat dan menjaga keharmonisan sosial dengan mendorong mencari nafkah yang halal serta menghindari perjudian.
Negara juga memiliki peran penting dalam menjamin kesejahteraan rakyat melalui layanan pendidikan, lapangan kerja, dan kesehatan yang memadai. Dengan perlindungan hidup yang komprehensif ,peluang terjerumus ke dalam perjudian dapat diminimalkan.