Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
IDN Ecosystem
IDN Signature Events
For
You

[OPINI] Obesitas Anak, Dampak Kesehatan, Ekonomi dan Penanganannya

ilustrasi anak obesitas (vecteezy.com/thodsapol thongdeekhieo)
Intinya sih...
  • Prevalensi obesitas dan kelebihan berat badan anak di Asia Tenggara meningkat, termasuk di Indonesia.
  • Kelebihan berat badan pada anak dan remaja dapat menyebabkan risiko kesehatan fisik seperti diabetes tipe 2, gangguan tidur, serta masalah psikologis.
  • Kerangka bio-sosioekologis menjelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi kelebihan berat badan dan obesitas pada anak-anak dan remaja. Pencegahan melalui pola makan sehat, aktivitas fisik, dan intervensi komunitas diperlukan.

Kelebihan berat badan dan obesitas pada anak telah menjadi masalah kesehatan masyarakat yang signifikan secara global dan di Asia Tenggara, dengan tingkat prevalensi yang meningkat selama beberapa dekade terakhir. Kelebihan berat badan pada anak telah menjadi masalah kesehatan masyarakat yang signifikan secara global dan di Asia Tenggara, dengan tingkat prevalensi yang meningkat selama beberapa dekade terakhir.​

Menurut World Health Organization (WHO), prevalensi kelebihan berat badan di kalangan anak-anak dan remaja berusia 5–19 tahun telah meningkat secara drastis dari yang hanya 8 persen pada tahun 1990 menjadi 20 persen pada tahun 2022. Sebuah kajian systematic review yang diterbitkan di jurnal JAMA Pediatrics pada tahun 2024 melaporkan bahwa prevalensi obesitas secara keseluruhan pada anak-anak dan remaja adalah 8,5 persen, dengan variasi pada berbagai negara. ​

Meskipun Asia Tenggara memiliki tingkat kelebihan berat badan dan obesitas terendah di dunia, kasus kelebihan berat badan dan obesitas di Indonesia meningkat dan menjadi perhatian. Menurut Survei Kesehatan Indonesia 2023, 9,2 persen anak usia 5–12 tahun mengalami obesitas, dan 10,8 persen kelebihan berat badan. Artinya, 1 dari 5 anak Indonesia menghadapi masalah ini. Pada remaja usia 13–15 tahun, 16,2 persen mengalami kelebihan berat badan dan obesitas, dan pada usia 16–18 tahun, angkanya 12,1 persen. Kelebihan berat badan pada balita juga naik dari 3,5 persen di 2022 menjadi 4,2 persen di 2023. Data ini menunjukkan masalah obesitas pada anak dan remaja di Indonesia terus meningkat dan memerlukan perhatian serius.

Laporan UNCEF 2022 (dalam Landscape Analysis of Overweight and Obesity in Indonesia) juga menunjukkan peningkatan masalah ini, termasuk pada anak-anak dan remaja. Pada 2018, 20 persen anak usia sekolah dan 14,8 persen remaja mengalami masalah ini, dengan tren yang terus naik. Kondisi ini diperburuk oleh pola makan tidak sehat, seperti konsumsi tinggi makanan dan minuman manis, asin, dan berlemak, serta kurangnya aktivitas fisik. Lingkungan yang mendukung obesitas, seperti banyaknya makanan cepat saji dan iklan produk tidak sehat, juga berkontribusi. Sementara itu, komitmen politik dan kesadaran di tingkat lokal masih rendah, membuat masalah ini sulit diatasi.

Dampak terhadap kesehatan fisik dan mental, serta ekonomi

Masalah obesitas pada anak dan remaja dilihat dari tren yang terus meningkat, faktor-faktor penyebab, serta dampak kesehatan dan ekonominya. (IDN Times/bt/Adriyan Pramono)
Masalah obesitas pada anak dan remaja dilihat dari tren yang terus meningkat, faktor-faktor penyebab, serta dampak kesehatan dan ekonominya. (IDN Times/bt/Adriyan Pramono)

Kelebihan berat badan dan obesitas pada masa kanak-kanak  dan remaja meningkatkan risiko terjadinya berbagai komplikasi kesehatan, baik dalam jangka pendek maupun di kemudian hari. Kelebihan berat badan dan obesitas berdampak pada kesehatan jasmani seperti gangguan metabolik yang ditandai dengan peningkatan risiko diabetes tipe 2 (T2D), resistensi insulin, dan sindrom metabolik. Pada jurnal Circulation tahun 2021 yang memuat pernyataan ilmiah dari asosiasi jantung America Serikat tentang obesitas dan penyakit kardiovaskular, menyebutkan bahwa kelebihan berat badan dan obesitas merupakan faktor risiko independen terhadap faktor risiko lain pada penyakit Kardiovaskular seperti hipertensi, dislipidemia, dan aterosklerosis dimulai pada masa anak-anak. Kemudian, Metabolic-Associated Fatty Liver Disease (MAFLD) yang semakin meningkat di kalangan anak-anak yang mengalami kelebihan berat badan dan obesitas.

Masalah Kesehatan lain yang diakibatkan oleh kelebihan berat badan dan obesitas yaitu sleep apnea atau gangguan tidur, asma, dan kesulitan bernapas. Masalah Muskuloskeletal juga dapat muncul akibat obesitas seperti peningkatan risiko nyeri sendi, osteoartritis, dan patah tulang akibat kelebihan berat badan. Secara kolektif, masalah Kesehatan fisik akibat kelebihan berat badan dan obesitas sudah terbukti dan tren nya akan terus meningkat seiring dengan peningkatan prevalensi obesitas anak-anak dan remaja yang tidak ditangani.

Selain mengalami masalah kesehatan fisik, kelebihan berat badan dan obesitas pada anak dan remaja juga mempunyai konsekuensi psikologis dan sosial. Masalah psikologis yang dapat terjadi sebagai akibat dari kelebihan berat badan dan obesitas pada anak dan remaja diantaranya meningkatnya risiko depresi, kecemasan, dan penilaian kepercayaan/citra diri yang rendah. Pada sisi yang lain, anak-anak yang mengalami kelebihan berat badan dan obesitas menghadapi stigma, yang dapat berakibat pada pengucilan sosial. Dan pada akhirnya, akumulasi masalah kesehatan fisik dan psikososial, dapat meningkatkan risiko kualitas hidup yang lebih rendah pada anak-anak dan remaja obesitas dibandingkan mereka yang tidak mengalami obesitas.

Lebih daripada masalah Kesehatan fisik dan psikososial, beban ekonomi akibat kelebihan berat badan dan obesitas mempengaruhi biaya perawatan kesehatan, produktivitas, dan pengeluaran masyarakat. Apabila ditinjau dari biaya langsung (Direct Cost), pada anak-anak dan remaja dengan kelebihan berat badan dan obesitas yang mengalami obesitas memerlukan pelayanan kesehatan yang lebih sering, termasuk kunjungan ke rumah sakit, pengobatan, dan perawatan. Sebuah systematic review yang terbit di jurnal Obesity Reviews pada tahun 2018 menyebutkan bahwa rata-rata total biaya kesehatan dan kehilangan produktivitas seumur hidup untuk anak atau remaja dengan permasalahan kesehatan ini adalah Rp2.486.744.998 (kisaran, Rp2.156.830.650 hingga Rp2.981.884.945) untuk anak laki-laki dan Rp2.469.665.320 (kisaran, Rp2.276.141.920 hingga Rp2.897.530.330) untuk anak perempuan. Angka ini dibagi menjadi rata-rata Rp270.413.150 (kisaran, Rp109.670.500 hingga Rp596.741.750) untuk biaya perawatan kesehatan dan Rp2.216.331.825 (kisaran, Rp2.047.149.750 hingga Rp2.385.143.025) untuk kerugian akibat penurunan produktivitas pada anak laki-laki dan Rp327.250.200 (kisaran, Rp133.566.800 hingga Rp754.583.025) dan Rp2.142.415.000 untuk penurunan produktivitas pada anak perempuan.

Penurunan produktivitas yang berdampak pada kehilangan pendapatan juga dapat dianggap sebagai dampak ekonomi tidak langsung (Indirect Economic Cost). Perlu ditekankan disini, bahwa kelebihan berat badan dan obesitas pada anak-anak dan remaja yang tidak ditangani sedini mungkin, sering kali berlanjut hingga dewasa, sehingga menyebabkan biaya pengelolaan penyakit kronis. Berdasarkan publikasi di jurnal yang sama (Obesity Reviews, 2018), didapatkan proporsionalitas antara status obesitas digambarkan dengan Indeks Massa Tubuh (IMT) dan biaya, dimana semakin meningkat IMT, biaya kesehatan yang dikeluarkan meningkat secara proporsional. Kehilangan biaya produktivitas dan besarnya pengeluaran biaya perawatan kesehatan semakin akan meningkatkan beban ekonomi langsung maupun tidak langsung yang dialami.

Dari perspektif ekonomi makro, uraian diatas selaras dengan laporan WHO (2018), di Asia Tenggara, negara-negara dengan tingkat kelebihan berat badan dan obesitas yang tinggi menghadapi peningkatan pengeluaran layanan kesehatan hingga 91 persen dan hilangnya produktivitas hingga 26 persen. Pada faktanya, meningkatnya angka obesitas menimbulkan beban finansial pada sistem layanan kesehatan karena meningkatnya beban penyakit tidak menular (PTM) yang terkait dengan kelebihan berat badan dan obesitas.

Faktor-faktor risiko kelebihan berat badan dan obesitas pada anak dan remaja

Dosen dan peneliti Departemen Ilmu Gizi, Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro Semarang, Adriyan Pramono, SGz., M.Si., Ph.D. (IDN Times/bt/Adriyan Pramono)
Dosen dan peneliti Departemen Ilmu Gizi, Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro Semarang, Adriyan Pramono, SGz., M.Si., Ph.D. (IDN Times/bt/Adriyan Pramono)

Kerangka Bio-Sosioekologis pada kejadian kelebihan berat badan dan obesitas pada anak dan remaja

Perkembangan dan kelangsungan kelebihan berat badan dan obesitas dalam masyarakat modern sebagian besar dijelaskan dalam kerangka bio-sosioekologis, di mana predisposisi biologis, faktor sosial ekonomi, dan lingkungan berinteraksi untuk mendorong akumulasi-penurunan fungsi jaringan lemak (jaringan adiposa) serta keberhasilan terhadap upaya pengelolaan obesitas.

Hubungan faktor lingkungan dan perilaku terhadap kelebihan berat badan dan obesitas

ilustrasi makan fast food (freepik.com/ freepik)

Selama beberapa dekade terakhir, peningkatan prevalensi kelebihan berat badan dan obesitas sangat dipengaruhi oleh perubahan dalam lingkungan obesogenik. Faktor-faktor ini melibatkan keluarga, komunitas, serta lingkungan sosial dan politik yang lebih luas. Faktor-faktor diet yang berkontribusi terhadap risiko kelebihan berat badan dan obesitas pada anak dan remaja termasuk konsumsi berlebihan makanan padat energi yang miskin mikronutrien, asupan tinggi minuman manis, dan paparan pemasaran makanan tidak sehat.

Faktor risiko kelebihan berat badan dan obesitas pada anak-anak dan remaja dapat dikategorikan ke dalam berbagai dimensi yang saling berkaitan. Dari segi pola makan, konsumsi makanan padat energi namun rendah gizi, serta minuman manis dalam jumlah tinggi, menjadi faktor utama yang berkontribusi terhadap peningkatan risiko obesitas. Selain itu, pemasaran makanan cepat saji dan produk pangan olahan yang tidak sehat yang semakin marak, pola makan yang tidak teratur seperti sering ngemil, melewatkan sarapan, dan tidak makan bersama keluarga, turut memperburuk kondisi ini. Kebiasaan makan dalam porsi besar, kecepatan makan yang tinggi, serta konsumsi makanan dengan indeks glikemik tinggi juga berperan dalam meningkatkan risiko kelebihan berat badan dan obesitas di kalangan anak-anak dan remaja.

Gaya hidup sedentari dan peningkatan waktu yang dihabiskan di depan layar menjadi faktor lain yang berkontribusi terhadap kelebihan berat badan dan obesitas. Paparan terhadap iklan makanan melalui media digital sering kali mendorong konsumsi makanan tidak sehat, sementara kebiasaan makan tanpa sadar saat menonton layar juga dapat menyebabkan kelebihan asupan kalori. Selain itu, rendahnya tingkat aktivitas fisik, hilangnya ruang rekreasi publik, meningkatnya penggunaan transportasi bermotor, serta kekhawatiran orang tua terhadap keamanan lingkungan, turut membatasi aktivitas fisik anak-anak. Faktor lain yang berkaitan adalah pola tidur yang buruk, di mana durasi tidur yang pendek, kualitas tidur yang rendah, dan kebiasaan tidur larut malam dapat meningkatkan risiko kelebihan berat badan dan obesitas akibat peningkatan nafsu makan dan penurunan aktivitas fisik.

Selain faktor gaya hidup, ada juga faktor biologis, sosial, dan psikologis yang mempengaruhi risiko kelebihan berat badan dan obesitas pada anak-anak dan remaja. Faktor prenatal seperti kelebihan berat badan dan obesitas pada ibu sebelum kehamilan, kenaikan berat badan berlebih selama kehamilan, dan diabetes gestasional dapat meningkatkan risiko obesitas pada anak. Faktor lingkungan sosial juga memainkan peran penting, seperti pola makan dan aktivitas fisik yang dicontohkan dalam keluarga, akses terhadap makanan sehat di komunitas, serta kebijakan pemerintah terkait regulasi makanan.

Dari sisi medis, predisposisi genetik, gangguan endokrin seperti hipotiroidisme, serta efek samping dari beberapa jenis obat juga dapat menjadi pemicu obesitas. Selain itu, faktor psikososial seperti stigma terhadap berat badan, pengalaman buruk di masa kecil seperti pelecehan dan penelantaran, serta kondisi kesehatan mental seperti depresi dan kecemasan dapat menyebabkan pola makan emosional dan perilaku tidak sehat lainnya yang berkontribusi terhadap kelebihan berat badan dan obesitas. Kombinasi dari semua faktor ini dalam model sosioekologis menjelaskan kompleksitas kelebihan berat badan dan obesitas pada anak-anak dan remaja.

Manajemen pencegahan dan pengendalian kelebihan berat badan dan obesitas anak dan remaja

Komponen – komponen dalam manajemen pencegahan obesitas anak dan remaja. (IDN Times/bt/Adriyan Pramono)
Komponen – komponen dalam manajemen pencegahan obesitas anak dan remaja. (IDN Times/bt/Adriyan Pramono)

Untuk mencegah kelebihan berat badan dan obesitas pada anak dan remaja, diperlukan menerapkan pendekatan yang menyeluruh dengan melibatkan keluarga, sekolah, dan masyarakat. Sejak dini, cara terbaik untuk membentuk gaya hidup sehat adalah dengan menambah asupan biji-bijian utuh, sayur-sayuran dan buah-buahan, sambil mengurangi konsumsi makanan olahan yang tinggi gula, garam, dan lemak serta minuman manis. Sekolah pun memiliki peran penting melalui penanaman pendidikan gizi dalam kurikulum dan penyediaan akses ke makanan yang sehat dan bergizi seimbang. Di sisi lain, orang tua juga perlu menciptakan suasana rumah yang mendukung, misalnya dengan rutin makan bersama keluarga, membatasi konsumsi makanan cepat saji dan pangan olahan yang tinggi gula, garam, dan lemak, dan menyediakan makanan dan camilan yang sehat, seperti buah-buahan.

Selain itu, mendorong aktivitas fisik dan mengurangi kebiasaan duduk terlalu lama sangat penting. WHO dan American Academy of Pediatrics menyarankan anak dan remaja untuk melakukan aktivitas fisik dengan intensitas sedang hingga berat selama minimal 60 menit setiap hari. Sekolah dapat membantu dengan menyediakan waktu istirahat aktif dan mengadakan kelas olahraga secara rutin baik melalui kegiatan intrakurikuler maupun esktrakurikuler, sementara masyarakat harus memastikan adanya tempat bermain yang aman bagi anak-anak. Mengurangi waktu di depan layar juga krusial, karena penggunaan televisi, smartphone, dan video game yang berlebihan dapat memicu pola makan yang tidak sehat serta mengurangi aktivitas fisik.

Tak kalah penting, kebijakan kesehatan masyarakat dan intervensi berbasis komunitas memegang peran utama dalam menangani obesitas pada anak. Banyak negara telah menunjukkan hasil positif melalui peraturan mengenai label makanan, pembatasan iklan ataupun pemasaran produk tidak sehat bagi anak, dan penerapan cukai minuman berpemanis. Terutama di daerah berpenghasilan rendah, program komunitas yang mendorong pola makan sehat dan olahraga ataupun aktivitas fisik terbukti efektif menciptakan lingkungan yang mendukung gaya hidup sehat. Pada akhirnya, pencegahan kelebihan berat badan dan obesitas dan dampak kesehatannya dalam jangka panjang membutuhkan kerja sama antara keluarga, sekolah, tenaga kesehatan, dan pembuat kebijakan.

 

Adriyan Pramono, SGz., M.Si., Ph.D, Dosen dan peneliti Departemen Ilmu Gizi, Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro Semarang.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Dhana Kencana
EditorDhana Kencana
Follow Us