Distribusi pendapatan yang tidak merata dapat diminimalisir melalui pembangunan ekonomi. Dalam konteks pilkada, implementasi visi, misi, dan program dari kepala daerah terpilih menjadi cetak biru bagi pembangunan di daerahnya.
Salah satu batu ujinya adalah bagaimana implementasinya dalam pengentasan kemiskinan serta meminimalisir ketimpangan, simultan dengan peningkatan kesejahteraan. Masalah yang sering timbul adalah fokus utama dalam pengentasan kemiskinan, apakah memprioritaskan pertumbuhan ekonomi, atau penghapusan ketimpangan.
Faktanya, tingkat kemiskinan sangat dipengaruhi oleh perubahan pertumbuhan dan ketimpangan pendapatan. Hubungan antara ketiganya adalah tantangan nyata untuk membangun strategi pembangunan, yang tergambar dalam fungsi relasi Poverty-Growth-Inequality (PGI) Triangle.
Mengutip, Bourguignon, model ini mengisyaratkan bahwa pengentasan kemiskinan memerlukan kombinasi kebijakan PGI Triangle. Pola ini berfokus pada pertumbuhan ekonomi sekaligus pengurangan ketimpangan. Relasi PGI adalah warning terhadap kepala daerah terpilih bahwa pertumbuhan ekonomi dapat memperparah ketimpangan, ketika tidak diimbangi dengan pemerataan.
Pertumbuhan ekonomi sebagai sumbu, menghasilkan fungsi berupa dampak kemiskinan dan ketimpangan. Inilah yang dikhawatirkan Kuznets dengan hipotesis “U-terbalik” bahwa ketimpangan akan meningkat seiring pertumbuhan ekonomi.
Amartya Sen menegaskan bahwa kemiskinan bukan semata capaian ekonomi, namun juga dari aspek pembangunan sumber daya manusia. Konsep ini mengerucut pada Human Development Index (HDI) atau Indeks Pembangunan Manusia (IPM), yang menggambarkan kemampuan dasar mencakup dimensi pendidikan, kesehatan, dan pengeluaran (daya beli).
IPM menunjukkan kualitas SDM yang merupakan faktor kunci dalam aktivitas pembangunan. Jika kualitas SDM meningkat, akan mendorong produktivitas kinerja, meningkatkan kesejahteraan orang tersebut dan dapat keluar dari kemiskinan.
Narasi ini tercermin di Singapura, yang memiliki IPM tertinggi di Asia. Dari aspek pendidikan, kesehatan, dan kemampuan beli penduduk di sana jauh lebih baik dari negara lainnya. Salah satunya sistem layanan kesehatan yang diterapkan di Singapura sangat berkualitas dan mudah diakses oleh masyarakat, serta adanya program pemerintah yang bagus seperti Medishield dan Medifund.
Untuk aspek pendidikan, pionirnya adalah negara-negara Nordik (Denmark, Swedia, Norwegia, Finlandia). Di sini mereka memprioritaskan akses pendidikan, kesejahteraan siswa, dan kolaborasi. Ketimpangan di kawasan ini juga terendah di dunia, warganya memiliki indeks kesejahteraan dan kebahagian yang tinggi. Salah satu pengungkit utamanya adalah pelayanan publik, karena mereka mendominasi papan atas untuk pelayanan publik terbaik di dunia.