Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Kepala Ombudsman Jateng Siti Farida dan jajaran saat menyerahkan plakat penilaian pelayanan publik kepada Pj Gubernur Jateng Nana Sudjana. (IDN Times/Fariz Fardianto)

Semarang, IDN Times - Dalam hiruk pikuk pilkada, isu pengentasan kemiskinan menyeruak dalam janji-janji kampanye pasangan calon kepala daerah. Berbagai persoalan yang kompleks lahir karena kemiskinan walaupun berbagai upaya telah dilakukan. Kemiskinan merupakan salah satu penyebab akut dehumanisasi.

Amartya Sen menegaskan bahwa kemiskinan merupakan suatu kondisi di mana masyarakat tidak mampu untuk memenuhi kebutuhan primer, tidak memiliki pendapatan, kesehatan yang buruk, kurangnya akses pendidikan, tidak merasa aman, tidak percaya diri, tidak berdaya ataupun tidak memiliki hak kebebasan berbicara. Sedemikian perihnya kemiskinan, hingga Khalifah Imam Ali RA, menyerukan, “Seandainya kemiskinan itu berwujud manusia, aku adalah orang pertama yang akan membunuhnya.”

 

1. Ketimpangan

Kepala Ombudsman Jateng Siti Farida. (IDN Times/Fariz Fardianto)

Upaya pengentasan kemiskinan bertemali dengan penyetaraan distribusi pendapatan). Mengacu World Bank, ketimpangan pendapatan itu lebih luas daripada kemiskinan. Ketimpangan ekonomi mencerminkan ketidaksetaraan status, maupun kesempatan.

Menurut World Inequality Report, 1% penduduk terkaya di Indonesia menguasai 30,16% dari total aset rumah tangga secara nasional pada 2022. Sementara, kelompok 50% terbawah hanya memiliki 4,5%.

Dari data distribusi kekayaan penduduk dewasa Indonesia, Lembaga Credit Suisse menghitung Gini Ratio nya sebesar 0,782. Jauh lebih tinggi dari rasio gini BPS sebesar 0,384 (Maret 2022).

Dilihat dari distribusi tiap kelompok 10% (desil) penduduk dewasa, tercatat desil 10 atau yang tertinggi memiliki porsi kekayaan sebanyak 67% dari total kekayaan. Sedangkan yang terendah atau desil 1 memiliki porsi kekayaan minus 0,1%. Dengan kata lain, kelompok desil terendah ini justru memiliki hutang lebih banyak dari kekayaannya.

Berdasarkan publikasi Credit Suisse, Indonesia masih mengalami ketimpangan, sehingga menimbulkan kemakmuran sebagian kelompok tetapi juga menimbulkan kemiskinan kelompok lainnya.

Menurut Kindleberger, pendapatan yang kaya tumbuh jauh lebih cepat daripada yang miskin, dan merembet ke masalah kesejaheraan secara umum. Yaitu fakta bahwa kemiskinan ekstrem ternyata bersanding dengan kekayaan ekstrem.

Ketimpangan menjadi penghambat serius bagi pengentasan kemiskinan, kontra produktif dengan laju pertumbuhan ekonomi, serta mengancam solidaritas sosial. Manakala ketimpangan tidak diatasi, upaya menurunkan kemiskinan jelas terhambat dan mengancam kestabilan masyarakat. Ketimpangan ini merupakan ancaman bagi kesejahteraan rakyat.

2. Pekerjaan rumah kepala daerah terpilih

Editorial Team

Tonton lebih seru di