Jika diterapkan dengan tepat, TOD berpotensi memberikan sejumlah manfaat signifikan bagi Ungaran. Dari aspek kepadatan, konsep itu dapat mengonsentrasikan pertumbuhan penduduk dan aktivitas ekonomi di zona sekitar stasiun. Langkah tersebut secara logis akan mengurangi tekanan untuk membangun di wilayah pinggiran kota.
Dari sisi mobilitas, TOD menawarkan alternatif transportasi massal yang cepat dan terjangkau. Ketersediaan transportasi publik yang memadai dapat menurunkan kebutuhan masyarakat untuk memiliki mobil pribadi, sekaligus mengurangi kemacetan dan polusi udara.
Dalam hal penggunaan lahan, TOD mengoptimalkan area yang sudah terhubung dengan infrastruktur. Pendekatan tersebut berpotensi mengurangi fragmentasi lahan pertanian atau kawasan hijau di wilayah pinggiran yang selama ini kerap menjadi korban ekspansi permukiman.
Aspek ekonomi juga tidak bisa diabaikan. TOD dapat menarik investasi, meningkatkan nilai properti, dan menciptakan lapangan kerja baru di sekitar stasiun transit. Multiplier effect atau dampak berganda ekonomi yang dihasilkan tentu akan menguntungkan perekonomian lokal secara keseluruhan.
Ilustrasi pekerja menyelesaikan pembangunan rumah program KPR bersubsidi. (ANTARA FOTO/Makna Zaezar)
Meski demikian, akan naif jika hanya melihat sisi terang dari TOD. Ada sejumlah tantangan serius yang perlu diantisipasi bersama.
Kenaikan harga lahan di sekitar zona TOD dapat mendorong penduduk berpendapatan menengah ke bawah keluar dari area tersebut. Ironisnya, kondisi itu justru berpotensi menciptakan urban sprawl baru di daerah dengan harga lahan lebih murah.
Fenomena tersebut lazim disebut sebagai gentrifikasi, di mana penduduk asli terdorong keluar akibat kenaikan biaya hidup.
Keterbatasan jaringan transportasi publik yang ada saat ini juga menjadi hambatan signifikan. TOD akan kurang efektif jika tidak diiringi peningkatan layanan kereta atau bus yang memadai. Tanpa konektivitas yang baik, TOD hanya akan menjadi kawasan padat tanpa manfaat mobilitas yang dijanjikan.
Pengembangan TOD yang tidak terkoordinasi juga berisiko menghasilkan pembangunan vertikal yang tidak sesuai dengan karakter lokal atau menimbulkan masalah drainase. Ungaran dengan karakteristik geografisnya yang berbukit tentu memerlukan perencanaan yang lebih cermat.
Ilustrasi KRL Commuter Line (pexels.com/Didin Rachmawan N)
Beberapa kota di Indonesia sudah lebih dulu menerapkan konsep TOD dengan hasil yang patut dijadikan referensi. Di Bandung, pengembangan stasiun kereta commuter dengan apartemen, kantor, dan pusat perbelanjaan dilaporkan sudah menurunkan tingkat kepemilikan mobil di sekitarnya.
Sementara di kawasan Surabaya-Sidoarjo, integrasi antara stasiun dan kawasan komersial berhasil mengurangi kebutuhan perjalanan ke pusat kota. Kedua contoh tersebut menunjukkan bahwa TOD bukanlah konsep utopis, melainkan pendekatan yang dapat diterapkan dalam konteks Indonesia.
Meskipun belum ada proyek TOD berskala besar di Ungaran, rencana pembangunan jalur kereta commuter Semarang-Ungaran dan rencana pembangunan stasiun baru memberikan momentum yang tepat untuk menerapkan konsep serupa.