Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Cumi vampir adalah penghuni laut dalam (mbari.org)

Intinya sih...

  • Fokus penelitian pada WPP 572 untuk mencapai visi MPA 30x45.

  • Penelitian laut dalam dilakukan di 35 titik dengan ROV hingga kedalaman 5.000 meter.

  • Pendekatan genetika dalam konservasi perairan untuk strategi pengelolaan MPA yang lebih tepat sasaran dan efisien.

Satu tahun sejak dimulainya ekspedisi OceanX Mission di wilayah laut dalam Indonesia, para peneliti Konservasi Indonesia (KI), Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), dan lembaga riset laut global OceanX kembali berkumpul di Bogor, Selasa (8/7/2025). Mereka membahas hasil awal ekspedisi di kawasan barat Sumatra dan Selat Sunda, dengan harapan besar: menjadikan temuan itu sebagai landasan ilmiah untuk mempercepat pencapaian target konservasi laut nasional.

1. Fokus pada 3 hasil utama

ilustrasi laut dalam (unsplash.com/Alex Rose)

Eksplorasi tersebut menyasar Wilayah Pengelolaan Perikanan (WPP) 572, yang mencakup Samudera Hindia bagian barat Sumatra. Penelitian laut dalam ini menjadi krusial karena Indonesia tengah mengejar visi MPA 30x45—menargetkan konservasi 30 persen kawasan perairan Indonesia pada 2045.

Senior Ocean Program Advisor Konservasi Indonesia, Victor Nikijuluw menyatakan, penelitian tidak sekadar akademik. Ada tiga keluaran strategis yang dikejar:

“Pertama, publikasi ilmiah untuk memperkuat basis data perikanan nasional. Kedua, penyusunan dokumen kebijakan yang ditujukan langsung kepada Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP). Ketiga, menjadikan hasil riset ini sebagai informasi ilmiah pendukung target MPA 30x45,” katanya dilansir keterangan resmi, Kamis (10/7/2025).

Victor juga mengungkapkan, saat ini draf Reviu Rencana Pengelolaan Perikanan (RPP) untuk WPP 572 sudah rampung dan telah diserahkan kepada Menteri KKP sebagai acuan kebijakan nasional.

Meski begitu, ia menekankan, implementasi RPP tetap memerlukan dukungan data lanjutan dari pusat maupun daerah.

“Dengan data yang komprehensif, pengelolaan perikanan akan menjadi lebih adaptif, terukur, dan berkelanjutan,” imbuhnya.

2. Penelitian Laut Dalam sampaii 5000 meter

ilustrasi laut dalam (unsplash.com/Marek Okon)

Senior Manager Blue Halo S dari KI, Rian Prasetia menambahkan, penelitian dilakukan dalam dua tahap ekspedisi. Yakni Leg-2 dan Leg-3. Mereka menyisir total 35 lokasi di WPP 572, dengan menggunakan Remotely Operated Vehicle (ROV) yang menyelam hingga kedalaman 5.000 meter.

“Kami memetakan kondisi komunitas bentik dan nekton, terutama ikan laut dalam yang datanya masih minim. Total 26,25 kilometer area sudah kami eksplorasi, mulai dari kedalaman 60 meter sampai lebih dari 5.000 meter,” jelas Rian.

Ia menyebutkan, ada sembilan lokasi yang teridentifikasi memiliki kelimpahan hayati tinggi, terutama pada zona mesopelagik (150--1.000 meter). Lokasi-lokasi itu tersebar di selatan perairan Nias, Pulau Siberut, hingga pesisir barat Sumatra.

Kami menemukan teripang dalam jumlah besar di zona ini. Sedangkan pada kedalaman ekstrem 1.000–5.000 meter, kami menjumpai beberapa spesies langka seperti hiu dan pari laut dalam,” tambahnya.

3. Data genetika Tuna dan strategi MPA

Bluefin tuna. sumber : unsplash.com/Ray Harrington

Sementara di daratan, BRIN ikut terlibat aktif. Ketua Kelompok Riset Biodiversitas Spesies Endemik Fauna Akuatik BRIN, Gunawan Muhammad menjelaskan, pentingnya pendekatan genetika dalam konservasi perairan.

“Kami mengumpulkan 781 sampel DNA dari tiga jenis tuna: yellowfin, skipjack, dan mackerel. Tujuannya untuk mengetahui apakah populasi tuna di sepanjang pantai Sumatra berasal dari satu populasi atau berbeda,” terang Gunawan.

Pengetahuan itu penting untuk strategi pengelolaan kawasan konservasi perairan. Jika hasil riset menunjukkan kesamaan populasi, maka kebijakan pengelolaan di berbagai Marine Protected Area (MPA) bisa diseragamkan.

“Data ini akan sangat membantu KKP dalam menyusun kebijakan MPA yang lebih tepat sasaran dan efisien,” tegasnya.

OceanX Mission tidak hanya menjadi ajang eksplorasi ilmiah, tetapi juga momentum penting memperkuat sinergi antarlembaga dalam mengelola laut Indonesia secara berkelanjutan. Riset tersebut mengisi kekosongan data yang selama ini menjadi tantangan dalam pengelolaan kawasan konservasi dan perikanan nasional.

Ekspedisi lintas lembaga itu juga membuktikan bahwa pendekatan saintifik berbasis bukti nyata masih menjadi fondasi utama untuk menjaga kekayaan laut Indonesia, dari kedalaman yang jarang tersentuh hingga garis pantai yang akrab dengan nelayan tradisional.

Untuk diketahui, sksplorasi di WPP 572 membuka cakrawala baru tentang pentingnya konservasi laut dalam. Temuan tersebut tidak hanya mengenai spesies unik atau zona ekologi yang belum terjamah. Lebih dari itu mengenai bagaimana ilmu pengetahuan bisa menjawab tantangan nyata. Yaitu soal perubahan iklim, eksploitasi berlebih, dan hilangnya biodiversitas.

Editorial Team