Tjahjono menekankan tempat yang diyakini sebagai lorong bawah tanah sejatinya hanyalah sebuah basement yang sengaja dibangun di Lawang Sewu oleh sang arsitek. Ia yang kerap meneliti gedung-gedung tua di Semarang tersebut berkata pada zaman kolonial Belanda, Citroen merancang bangunan Lawang Sewu dengan model perpaduan antara desain Eropa dengan bentuk bangunan di pesisir Semarang.
Maka, pada pondasi-pondasinya diberi ruangan yang longgar yang berfungsi sebagai basement alias lantai dasar Lawang Sewu. Selain itu, tak banyak orang yang tahu, katanya bahwa pada bagian jendela dan ventilasi Lawang Sewu juga diperuntukan untuk mengadaptasi perubahan cuaca yang terjadi di Semarang.
"Sebagai wilayah garis katulistiwa, Indonesia khususnya Semarang punya dua musim. Yaitu musim hujan dan kemarau. Jadinya oleh si arsitek dibuatlah ventilasi yang besar-besar, jendela yang lebar agar sirkulasi udaranya gampang masuk ke dalam gedung. Sehingga ruangannya tidak gampang lembab, tidak sumpek, itulah kenapa Lawang Sewu dipasangi kaca patri yang sangat ikonik," urainya.