Menyibak Tragedi Perkawinan Sedarah Keluarga Raja Kulit Tasripin
Ada anaknya yang gila dan stres berat
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Semarang, IDN Times - Lahir di tahun 1919, Tasripin hidup di lingkungan orang Jawa tulen. Tinggal di sebuah perkampungan di kawasan Mataram, tak banyak yang bisa dikulik dari cerita masa kecil Tasripin.
Hanya saja, dari penuturan garis keturunananya yang saat ini masih hidup, Tasripin diceritakan sebagai sosok penganut Islam Abangan. Ia menjadi seorang Muslim setelah diislamkan oleh seorang pamannya.
"Jadi Tasripin itu orang Islam. Tapi Islamnya dia ya Islam Abangan. Karena dia sebelumnya tidak punya agama apapun, lalu oleh pamannya, dia diislamkan," kata M Fachri, salah satu keturunan ketujuh Tasripin, saat ditemui IDN Times di Kampung Kulitan, Jalan Mataram Semarang Timur, Minggu (1/3).
Baca Juga: Mengulik Jejak Tasripin, Saudagar Pribumi Penguasa Semarang Bawah
1. Sehari-hari Tasripin hidup sebagai seorang Muslim. Dia berteman dengan Ratu Belanda
Tasripin pun akhirnya hidup sehari-hari sebagai Muslim. Dalam rentang waktu 1930'an, Tasripin lalu membuat bisnis penyamakan kulit. Lokasinya di tempat yang sekarang dikenal dengan nama Kampung Kulitan.
Selain bisnis kulit, ia juga punya perkebunan kopra, kebun kapas, jasa perkapalan. Sampai akhirnya Tasripin dikenal dengan dengan pemerintah kolonial Belanda. "Pada waktu itu, dia satu-satunya orang pribumi yang dekat dengan Belanda. Saking dekatnya, dia diberi banyak hadiah sama Ratu Belanda," ujarnya.
Ratu Belanda yang dimaksud Fachri ialah Ratu Willem alias Wilhelmina. Setumpuk uang koin diberikan sang ratu kepada Tasripin. Pada kedua sisinya bergambar wajah Ratu Willem.
Baca Juga: Terungkap, Ini Alasan Kakak Adik di Kaltim Lakukan Hubungan Sedarah