Rewanda Bojana, Gelar Budaya Membagikan Hasil Bumi Untuk Kumpulan Kera

Merawat Harmoni antara Manusia dan Satwa

Laporan Rudal Afgani

Banyumas, IDM Times – Jalan Masjid Saka Tunggal, Desa Cikakak, Kecamatan Wangon, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah dipadati lautan manusia pada hari Minggu (20/10).
Pada hari itu digelar Festival Rewanda Bojana, gelaran budaya mengarak hasil bumi dalam bentuk gunungan.

Baca Juga: Menikmati Pasir Putih dan Keindahan Alam Pulau Panjang Jepara 

1. Hasil bumi dibagikan untuk kerumunan monyet ekor panjang ikon wisata desa

Rewanda Bojana, Gelar Budaya Membagikan Hasil Bumi Untuk Kumpulan KeraIDN Times/Rudal Afgani

Tak seperti biasa, gunungan hasil bumi ini tidak ditujukan untuk masyarakat, namun untuk kerumunan monyet ekor panjang yang menjadi salah satu ikon wisata Desa Cikakak. “Rewanda Bojana artinya memberi makan monyet,” kata Kepala Dinas Pemuda, Olahraga, Kebudayaan dan Pariwisata (Dinporabudpar) Kabupaten Banyumas, Asis Kusumandani.

Asis mengatakan, Rewanda Bojana mengemban dua misi utama, antara lain konservasi satwa liar dan promosi destinasi wisata. Hutan di sekitar Desa Cikakak dihuni ratusan populasi kera ekor panjang. Interaksi antara satwa primata ini dengan warga setempat terlah terjalin turun temurun.
“Rewanda Bojana merupakan bentuk kasih sayang sengan sesama mahluk Tuhan,” ujar Asis.

2. Digelar saat musim kemarau panjang

Rewanda Bojana, Gelar Budaya Membagikan Hasil Bumi Untuk Kumpulan KeraIDN Times/Rudal Afgani

Sementara Juru Kunci Makam Kiai Toleh, Subagyo (61), mengatakan, Rewanda Bojana digelar tepat saat musim kemarau panjang. Sebab, kata dia, pada musim kemarau panjang inilah pasokan makanan kera di hutan mulai menipis. Ritual ini menjadi sombol harmoni antara manusi dengan satwa liar di sekitar desa.

“Meskipun hanya sehari, tapi ini menjadi simbol kasih sayang sesama mahluk Tuhan,” kata dia.

Subagyo mengatakan, pemerintah daerah setiap bulan menganggarkan Rp 900 ribu untuk memberi makanan kera. “Bentuknya sudah berupa makanan, seperti jagung, umbi kayu, umbi rambat dan lain-lain,” ujar dia.

Ia mengatakan, populasi kera di Desa Cikakak pernah dikaji beberapa tahun lalu. Diperkirakan populasi kera mencapai 600-an. “Sekarang sudah berkembang dan menyebar, ada yang karena mencari sumber pangan baru ada yang karena kalah berkompetisi. Yang kalah terpaksa mencari wilayah baru,” kata dia.

3. Kumpulan kera dimanfaatkan menjadi obyek wisata

Rewanda Bojana, Gelar Budaya Membagikan Hasil Bumi Untuk Kumpulan KeraIDN Times/Rudal Afgani

Keberadaan kera ini kemudian dilihat sebagai potensi wisata. Pemerintah daerah kemudian membuat Taman Kera sebagai objek wisata selain wisata religi Masjid Saka Tunggal dan makam Kiai Toleh, pendiri Masjid Saka Tunggal.

“Rewanda Bojana juga sebagai saran untuk mempromosikan wisata di sini, yaitu Masjid Saka Tunggal dan Taman Kera,” kata Kepala Desa Cikakak.
Masjid Saka Tunggal sendiri merupakan ikon wisata religi Desa Cikakak. Dari pahatan yang ada di atas pintu, masjid ini kemungkinan dibangun pada tahun 1222. “Masjid dibangun Kiai Mustoleh, ulama yang mendakwahkan Islam di Desa Cikakak,” kata dia.

Masjid ini dinamai Saka Tunggal karena ada salah satu tiang yang menjadi tiang utama menjulang tinggi hingga ke luar atap masjid yang berundak. Tiang ini secara filosofis bermakna bahwa hubungan manusia dengan Tuhan harus menyatu, manunggal antara kawula dan Gusti.

Baca Juga: 5 Wisata Spot Foto Alam Instagenic di Banyumas, Keren dan Epic!

Topik:

  • Bandot Arywono

Berita Terkini Lainnya