Warisan Budaya Visual, Bioskop Rajawali Purwokerto Pertahankan Tradisi Poster Lukis

- Proyektor film jadul bertahan dari krisis, Rajawali tetap buka meski dengan penyesuaian, menarik 500-600 penonton setia.
- Seni lukis poster film berjaya di bioskop Rajawali, nuansa cerita dan emosi karakter dituangkan ke dalam lukisan.
- Penggemar film masih setia menikmati film di Rajawali yang mempertahankan warisan budaya visual dengan harga tiket terjangkau.
Banyumas, IDN Times — Di tengah derasnya arus digitalisasi yang mengguncang industri hiburan, sebuah bioskop tua di jantung Kota Purwokerto tetap berdiri tegak. Bioskop Rajawali, yang telah eksis sejak tahun 1980, bukan hanya sekadar ruang gelap berisi kursi dan layar lebar, namun monumen hidup dari kejayaan masa lalu, tempat di mana seni dan sejarah berkelindan dalam wujud yang unik poster film lukisan tangan.
Di era ketika bioskop modern berlomba lomba menampilkan trailer digital dan LED signage, Rajawali tetap setia memajang poster film hasil goresan kuas manusia diatas triplek. Lukisan itu terpampang di dinding depan bioskop, menyambut setiap pengunjung dengan nuansa klasik yang tak tergantikan oleh cetak digital. Bahkan proyektor film tahun 80an terpajang dipintu masuk samping.
Menurut kordinator operasional Bioskop Rajawali Purwokerto, Rahmat Hidayat bahwa lukisan yang terpajang dilukis oleh seniman asli Purwokerto bernama Parsan yang melukis sejak tahun 1985. “Setiap poster kami buat manual, dilukis langsung, bukan dari printer,” ujarnya kepada IDN Times, Rabu (11/6/2025).
1. Proyektor film jadul yang melintasi zaman, bertahan dari krisis

Rahmat berkisah, Bioskop Rajawali telah melewati berbagai fase masa kejayaan film Indonesia di era 80an, surutnya perfilman nasional di awal 2000an, hingga bangkitnya era streaming. Di saat banyak bioskop legendaris berguguran, Rajawali tetap buka meski dengan penyesuaian.
“Pernah hanya ada satu pertunjukan dalam sehari. Tapi kami tetap buka. Penonton mungkin tak sebanyak dulu, tapi yang datang itu setia,” tutur Rahmat yang menyebut satu hari penonton mencapai hingga 500-600 penonton.
Di hari-hari tertentu, pengunjung yang datang dari beberapa kota sekitarnya tidak hanya datang untuk menonton, tetapi juga untuk sekadar melihat poster film baru yang dipajang. Ada yang mengabadikan, bahkan ada pula yang bertanya apakah lukisan tersebut dijual.
2. Seni yang bertahan di tembok bioskop

Setiap lukisan poster hanya memakan waktu 2 jam ketika ada pergantian film baru. Prosesnya dimulai dari memilih adegan paling kuat dari film, lalu memindahkannya ke kanvas besar yang dipasang di tripleks. Tak jarang, seniman seperti Pak Parsan harus menonton film terlebih dahulu sebelum melukis.
Disebutkan bahwa bukan hanya sekadar menyalin gambar namun nuansa cerita, emosi dari karakter dalam film yang dituangkan ke dalam lukisan.
Seni lukis poster film pernah berjaya di seluruh bioskop Indonesia. Namun kini, Rajawali adalah satu dari sedikit yang tersisa. Dalam dunia yang kian cepat dan instan, Rajawali mengajak kita untuk memperlambat langkah dan mengapresiasi kerajinan tangan yang nyaris punah.
3. Masih digandrungi penikmat film bioskop

Penggemar film yang diputar di Bioskop Rajawali, Salwa warga Purwokerto yang masih berstatus mahasiswa hingga saat ini masih setia menikmati film film yang diputar di Rajawali terutama saat sedang libur tidak ada kegiatan. "Saya kalau tidak ada giat kampus ya nonton disini, bahkan udah tiga kesini bersama teman teman,"katanya sembari memegan tiket masuk film horor berjudul Gowok.
Salwa mengapresiasi Bioskop Rajawali yang masih bertahan hingga kini, bahkan dengan gaya lama seperti poster film yang memakai lukisan tangan dari pelukis lokal. "Walau saya lahir di era sekarang tapi kalau masuk kesini itu serasa berada di bioskop tahun 90an,"katanya.
Disebutkan walau poster depan jadul, namun didalam bioskop tidak seperti yang dibayangkan orang, karena ruang tunggu tiket juga nyaman, ada cafenya, sistem tiketnya pun menggunakan digital,"Nyaman saja si kalau kesini,"pungkasnya.
4. Pertahankan warisan budaya visual

Tak sedikit penonton maupun wisatawan dari luar kota yang menjadikan Bioskop Rajawali sebagai salah satu titik kunjungan. Bagi mereka, ini bukan sekadar bioskop, tetapi lokasi ikonik yang merawat ingatan kolektif masyarakat akan masa keemasan perfilman analog.
Komunitas seni film lokal pun masih suka menunjukkan minat untuk mendokumentasikan karya karya lama di bioskop ini. Bahkan ada rencana membuat pameran mini dari poster poster yang sudah tak terpakai yang tidak hanya sekedar hiburan namun pelestarian budaya visual.
Kini, Bioskop Rajawali terus beradaptasi, meski tetap mempertahankan poster lukisan tangan, sistem penayangan telah berganti ke format digital. Penonton bisa membeli tiket langsung di loket dengan harga yang masih terjangkau yakni 30 Ribu untuk hari biasa, dan 35 Ribu untuk hari libur, jauh di bawah bioskop modern berkelas mal.