Andong membawa wisatawan (dok. Plataran Borobudur)
Plataran Borobudur mulai beroperasi pada 2011, setahun setelah letusan Gunung Merapi. Namun, Yozua datang bukan dengan mentalitas investor yang ingin 'mendarat' dan membangun tembok mewah. Ia datang dengan filosofi Jawa yang kental: "Kulonuwun" atau yang berarti permisi.
"Kita selalu datang kalau orang Jawa bilang Kulonuwun dulu. Datang dulu ke desa. Kita cerita," kenang Yozua.
candi Borobudur (unsplash.com/AlainBonnardeaux)
Kala itu, ia dihadapkan pada sebuah ironi yang mengganggunya. Di sekeliling Candi Borobudur, sebuah warisan kebudayaan agung berusia 1.200 tahun, dusun-dusun di sekitarnya justru berstatus penerima BLT (Bantuan Langsung Tunai).
"Kenapa desa-desa sini masih BLT? Itu mengganggu saya. 1.200 tahun Di Bali gak punya (kebudayaan) 1.200 tahun, kok bisa lebih sejahtera daripada kita? Itulah tugasnya Plataran pada waktu datang ke sini," tegas Yozua.
Misi Plataran adalah pariwisata harus memberi dampak langsung, mengangkat martabat, dan memberikan kesejahteraan bagi komunitas terdekatnya.
Untuk diketahui, Plataran Borobudur sudah mendapatkan pengakuan internasional, termasuk penghargaan Condé Nast untuk pengalman sarapan yang berlatar Candi Borobudur. Target mereka adalah mencapai “next-level Indonesian hospitality” pada 2025, mengangkat standar layanan berbasis pengalaman autentik Indonesia yang menyatu dengan alam dan budaya.