Ilustrasi wisatawan asing. IDN Times/Gregorius Aryodamar P
Pemasangan paving ini telah dilakukan oleh pemerintahan kolonial Belanda secara masif. Awalnya ada 117 candi, namun kemudian banyak yang runtuh dan sebagian hancur. Puing-puingnya kemudian diambil oleh pemerintah kolonial Belanda untuk dijadikan paving jalan.
"Data sekarang ini, candi yang hilang ada 108 candi,. Itu lkan jumlah yang banyak," kata Aryadi.
Lenyapnya ratusan candi di Dieng bahkan sempat diabadikan oleh Thomas Stamford Bingley Raffles yang kala itu menjadi Gubernur Hindia-Belanda. Pada 1814 silam, Raffles mengabadikan puing-puing empat candi terbesar yang hilang seperti Candi Nakula-Sadewa, Candi Prahu, Candi Parikesit dan Candi Nala Gareng yang telah berubah jadi bebatuan jalan paving.
"Candi yang hilang itu batu-batunya digunakan untuk membangun jalan raya sepanjang Dieng oleh Belanda," bebernya.
Pemerintah Belanda juga sempat menjual patung-patung dan prasasti yang ditemukan di reruntuhan candi. Tentara Belanda menjualnya sebagai buah tangan bagi warga Belanda yang sedang Plesiran di dataran tinggi Dieng.
Tak tanggung-tanggung, harga patung yang dijual sekitar 7 golden. Nominal itu setara dengan uang Rp 70 juta. Untuk prasastinya dijual 1 golden atau sekitar Rp 7 juta. "Beberapa prasasti dan patung dijual sebagai souvernir untuk orang Belanda yang datang kemari," jelas Aryadi.
Kini, jumlah candi yang tersisa di Dieng tinggal sembilan buah. Kesembilan candi yaitu Candi Arjuna, Srikandi, Gatotkaca, Bima, Semar, Dwarawati, Setyaki, Puntadewa, Sembadra. Jumlah ini, menurutnya semakin berkurang lantaran ada banyak candi yang runtuh di sepanjang Dieng Kulon hingga Dieng Wetan.