TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Integrasi Pelindo untuk Wujudkan Mimpi Marmin Naik Kelas

Menjadikan Indonesia lebih berdaya saing

Unsplash/helloitsamiel

Semarang, IDN Times - Cangkul atau biasa disebut pacul selalu digunakan untuk menggali dan mengaduk tanah. Alat yang identik dengan pertanian atau perkebunan itu khas dibuat para perajin pandai besi Tanah Air. Salah satunya adalah Marmin, warga Desa Karangtengah, Kecamatan Wonosari, Kabupaten Gunungkidul, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Kualitas cangkul Marmin tidak kalah dengan cangkul impor--yang menyerbu masuk ke Indonesia--.

Cangkul impor dijual bebas di pasaran, baik secara online maupun konvensional seperti di toko material atau di pasar tradisional. Harganya lebih murah daripada cangkul Marmin, yakni mulai Rp50 ribu.

"Untuk cangkul kualitas baik saya jual Rp75 ribu. Saya tidak khawatir dengan kualitas produksi alat pertanian karena (kita) sudah punya pasar dan pelanggan tersendiri. Kita tetap produksi meski banyak cangkul impor (masuk)," ujarnya.

Baca Juga: Merger Pelindo I-IV Ditargetkan Rampung 1 Oktober 2021

Ongkos kirim selalu menjadi keluhan

Ilustrasi pelaku UMKM cangkul (ANTARA FOTO/Anies Efzudin)

Konsumen cangkul Marmin masih sebatas pasar lokal, belum menjangkau lebih luas ke daerah-daerah lain di luar DIY. Mahalnya biaya logistik menjadi momok dirinya--dan pelaku Usaha Menengah, Kecil, dan Mikro (UMKM) lain--yang pengin naik kelas dan meluaskan pangsa pasar. Sebab, tidak sedikit para pelanggannya yang mengeluhkan mahalnya ongkos pengiriman (ongkir) saat akan membeli barang-barang dari Marmin.

"Ongkos kirim sudah bukan ranah saya. Itu hubungannya sama transportasi dan logistik, tapi konsumen kadang ada yang gak mau tahu," ucapnya.

Menteri Koperasi dan UKM, Teten Masduki pada konferensi pers 500k Eksportir Baru secara virtual, Senin (19/4/2021) menyebut bahwa kendala terbesar pelaku UMKM untuk berdaya saing--terutama pada masa pandemik COVID-19--adalah kenaikan tarif pengiriman barang atau logistik yang mencapai 30 sampai 40 persen.

Biaya logistik menjadi faktor penting dari daya saing sebuah negara karena memengaruhi pasar ekspor dan impor. Ongkos tersebut berdampak terhadap penambahan harga dari suatu produk. Parameter untuk mengetahui kinerja logistik dan tolok ukur daya saing sebuah negara bisa diketahui dari Logistics Performance Index (LPI) yang selalu dirilis Bank Dunia setiap tahun.

LPI diukur dari aspek:

  • Efisiensi customs dan pengelolaan perbatasan (Customs)
  • Kualitas perdagangan dan infrastruktur transportasi (Infrastructure)
  • Kemudahan mengatur pengiriman dengan harga yang kompetitif (International shipments)
  • Kompetensi dan kualitas layanan logistik (Logistic quality and compentence)
  • Kemampuan untuk melacak dan menelusuri kiriman (Tracking and tracing)
  • Frekuensi pengiriman yang tepat waktu (Timeliness).

Biaya logistik di Indonesia masih mahal

Pelabuhan Terminal Petikemas Belawan milik Pelindo I (Dok. PT Pelindo I)

Pelindo sebagai operator pelabuhan di Indonesia mengamini apa yang dirasakan konsumen cangkul Marmin jika biaya logistik di Indonesia masih mahal, bahkan lebih tinggi 11 persen dari angka dunia.

Penyebabnya adalah belum terintegrasinya Pelindo I, Pelindo II, Pelindo III, dan Pelindo IV sehingga harus berganti-ganti kapal dan tempat singgah di beberapa pelabuhan sebelum menuju ke lokasi tujuan. Kondisi tersebut juga mengakibatkan Indonesia kurang bersaing dengan negara lain lantaran distribusi barang menjadi mahal.

"Terintegrasinya Pelindo I--IV mendorong penyederhanaan layanan angkutan barang sehingga distribusi barang dari Sabang sampai ke Merauke dan sebaliknya tidak perlu lagi gonta-ganti kapal ketika sandar di pelabuhan transit di wilayah Pelindo," kata Direktur Utama Pelindo IV, Prasetyadi.

Pada 1 Oktober 2021, keempat Pelindo terintegrasi menjadi satu BUMN Pelabuhan atau Pelindo--tanpa ada embel-embel nomor--. Dalam penggabungan tersebut, Pelindo II menjadi perusahaan penerima penggabungan sedangkan Pelindo I, Pelindo III, dan Pelindo IV bubar demi hukum tanpa proses likuidasi.

Hal itu dimaksudkan untuk meningkatkan kapabilitas dan keahlian yang berdampak terhadap peningkatan kepuasan pelanggan serta membuka kesempatan perusahaan untuk go global.

“Penggabungan dilakukan dalam rangka mewujudkan industri kepelabuhan nasional melalui standarisasi pelayanan yang lebih kuat dan meningkatkan konektivitas maritim di seluruh Indonesia, serta meningkatkan kinerja dan daya saing BUMN bidang kepelabuhan ditingkat global,” kata Wakil Menteri BUMN, Kartika Wirjoatmodjo, Rabu (1/9/2021).

Melalui integrasi tersebut, BUMN kepelabuhan berfokus mengembangkan potensi klaster-klaster (subholding) sesuai lini bisnis masing-masing, yaitu:

  • Klaster bisnis peti kemas bernama Terminal Peti Kemas Indonesia, berpusat di Surabaya
  • Klaster bisnis non-peti kemas bernama Pelindo Multi Terminal berpusat di Medan
  • Klaster bisnis logistik bernama Pelindo Solusi Logistik berpusat di Jakarta
  • Klaster bisnis marine, equipment, dan port service bernama Marine Service berpusat di Makassar.

Adapun, anak perusahaan-anak perusahaan Pelindo I--IV ditempatkan di masing-masing subholding berdasarkan lini bisnisnya. Sebagai contoh, seluruh anak perusahaan yang bergerak dibidang peti kemas, akan masuk kedalam subholding peti kemas.

Yang membedakan, jika sebelumnya parent company adalah Pelindo I--IV, kini anak perusahaan berada dibawah pengawasan langsung masing-masing keempat subholding tersebut sebagai business owner. Dengan begitu, dapat mengembangkan industri dan meningkatkan konektivitas hinterland (kawasan penyangga), trafik pelabuhan, serta volume ekspor impor.

"Pelindo kedepan memiliki kontrol dan kendali strategis yang lebih baik. Pengembangan perencanaan menjadi lebih holistik untuk jaringan pelabuhan yang akhirnya berdampak pada penurunan biaya logistik. Kualitas layanan yang lebih baik dan peningkatan efisiensi dalam penggunaan sumber daya keuangan, aset, dan SDM," ujar Dirut Pelindo II, Arif Suhartono, yang juga Ketua Organizing Committee (OC) Penggabungan Pelindo.

Integrasi Pelindo untuk iklim investasi yang sehat

Ilustrasi kapal kontainer. (Unsplash.com/Ian Taylor)

Integrasi Pelindo menjadi bagian dari peningkatan kinerja logistik untuk memperbaiki iklim investasi dan meningkatkan daya saing perekonomian melalui penataan ekosistem logistik nasional. Hal itu diimplementasikan Presiden Joko "Jokowi" Widodo dengan menerbitkan Instruksi Presiden Nomor 5 Tahun 2020 tentang Penataan Ekosistem Logistik Nasional.

Selain berbasis teknologi informasi untuk penyederhanaan proses bisnis serta menghilangkan repetisi dan duplikasi, langkah strategis ekosistem logistik nasional adalah mengolaborasikan layanan pemerintah dengan pelaku kegiatan logistik internasional maupun domestik.

Termasuk diantaranya penyederhanaan transaksi pembayaran penerimaan negara dan fasilitas pembayaran antarpelaku usaha mengenai proses logistik, serta penataan tata kelola ruang kepelabuhan dan jalur distribusi.

Baca Juga: Spot Instagramable, Pelindo 1 Resmikan Sibolga Sunset Point

Berita Terkini Lainnya