TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

LBH Ansor Mencium Penyusunan Omnibus Law RUU CLK Dilakukan Diam-diam

Diharapkan dapat terbuka dan melibatkan publik

Aksi RUU Omnibus Law. ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay

Semarang, IDN Times - Pemerintah dan DPR RI hampir menyelesaikan Omnibus Law pada Rancangan Undang-Undang Cipta Lapangan Kerja (RUU CLK). Omnibus Law merupakan suatu model legislasi yang baru-baru ini muncul dalam diskursus hukum di Indonesia.

Baca Juga: Sah! 50 RUU Prioritas Masuk Prolegnas 2020, Termasuk 4 Omnibus Law

1. Istilah Omnibus Law asing dalam hukum Indonesia

Logo LBH Ansor. Dok. LBH Ansor

Untuk diketahui bahwa Omnibus Law berasal dari tradisi hukum Anglo-Saxon.

Seluruh jajaran Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Ansor, mulai dari LBH Pengurus Pusat Gerakan (GP) Pemuda Ansor, LBH Pengurus Wilayah Gerakan Pemuda Ansor, dan LBH Pengurus Cabang Gerakan Pemuda Ansor, yang terdiri dari 39 (tiga puluh sembilan) kantor di berbagai wilayah di seluruh Indonesia, menilai bahwa Omnibus Law tidak lazim terdapat dalam sistem hukum Indonesia, yang menganut tradisi hukum Eropa Kontinental.

Model legislasi tersebut juga tak diajarkan secara luas dalam pendidikan tinggi hukum di Indonesia.

2. Omnibus Law akan berpengaruh pada pertumbuhan ekonomi

Aksi penolakan RUU Omnibus Law. IDN Times/Prayugo Utomo

Lebih jauh, LBH Ansor melihat bahwa Omnibus Law tidak hanya akan membawa pengaruh pada pertumbuhan ekonomi dan investasi Indonesia, melainkan bakal berdampak besar juga terhadap sistem hukum Indonesia. Sebab akan berpengaruh pada hajat hidup para pekerja, petani, nelayan, masyarakat adat, kaum miskin, dan sebagainya.

Dalam pernyataan sikap LBH Ansor se-Indonesia, yang disampaikan oleh M Syahwan Arey menyoroti Aspek Formal (Proses Legislasi) dan Aspek Material (Substansi Regulasi) dari model Omnibus Law RUU CLK.

3. Diketahui proses penyusunannya dilakukan di ruang tertutup

Aksi penolakan Omnibus Law. ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra

Pada aspek formal, LBH Ansor menyayangkan proses penyusunan RUU CLK yang dilakukan di dalam ruang tertutup, dengan tidak melibatkan dan mendengarkan aspirasi dari stakeholders atau pihak terkait.

Lebih dari itu, ada informasi soal kewajiban untuk tidak membocorkan proses dan materi, yang dituangkan dalam suatu non-disclosure agreement.

"Hal itu menghambat publik luas untuk ikut mengkaji aspek material dan bahkan telah menimbulkan kebingungan dan kegaduhan karena adanya kesimpangsiuran soal materi regulasi yang beredar di tengah-tengah masyarakat. Kami mendesak agar proses legislasi dilakukan secara transparan, partisipatif, dan akuntabel. Proses legislasi tidak boleh dilakukan dalam ruang tertutup," papar Syahwan.

4. LBH Ansor minta ada pelibatan publik dalam penyusunan

Rapat Terbatas soal Omnibus Law. ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay

Secara tegas ia meminta agar pemerintah dan DPR RI membuka seluas-luasnya ruang pelibatan publik dalam setiap tahapan penyusunan RUU CLK. Mulai dari penyusunan di tingkat kementerian sampai pembahasan di DPR RI.

"Pelibatan publik penting dilakukan untuk menghindarkan adanya kecurigaan-kecurigaan atas vested interests," jelas Syahwan yang juga Ketua LBH Ansor PW Maluku.

Syahwan mengusulkan kepada pemerintah dan DPR RI supaya menyusun dan menyempurnakan naskah akademik RUU CLK terlebih dahulu, disertai kajian normatif dan empirik, dengan melibatkan kalangan akademisi, praktisi, dan stakeholders.

Baca Juga: Ini Lho Poin-Poin Omnibus Law Cilaka yang Didemo Buruh

Berita Terkini Lainnya