TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Harga Kedelai Naik Bertubi-tubi Bikin Juragan Tahu Semarang Kelimpungan

Kapasitas produksi pabrik tahu terpaksa dikurangi

Tumpukan tahu yang sedang diolah di pabrik tahu Eco Kampung Tandang Mrican Semarang. IDN Times/Fariz Fardianto

Semarang, IDN Times - Lonjakan harga kedelai yang mencapai titik tertinggi sejak tiga bulan terakhir menyebabkan para perajin tahu di Kota Semarang kelimpungan. Pasalnya, harga kedelai di pasaran yang mencapai Rp9.500 per kilogram telah mempengaruhi aktivitas produksi tahu. Bahkan mereka juga was-was bakal menanggung kerugian yang besar. 

Di Kampung Tandang, Mrican, Kecamatan Semarang Selatan sebagai pusat penghasil tahu terlihat sejumlah perajin tahu berusaha menyiasati naiknya harga kedelai dengan berbagai cara. 

Baca Juga: Mentan Galakkan Ekspor Kedelai Lokal, Produsen Tempe: Mimpi Kali

1. Juragan tahu Kampung Tandang Mrican keluhkan harga kedelai sebesar Rp9.500

Seorang juragan tahu tampak membersihkan kedelai yang akan diolah jadi tahu. IDN Times/Fariz Fardianto

Warsino, perajin tahu Kampung Tandang, Mrican mengaku terpaksa mengurangi kapasitas produksi tahunya demi menekan biaya produksi yang membumbung tinggi. 

"Bagi perajin tahu kondisi sekarang ini sangat terpukul. Sebab saat ini harga kedelai naiknya bertubi-tubi. Selama saya memproduksi tahu sejak 45 tahun terakhir, baru kali ini harga kedelai setiap hari naik terus. Dari awalnya Rp6.500, jadi Rp7.000. Dan sekarang jadi Rp9.500 per kilogram. Naiknya sampai 35 persen," ungkapnya, Rabu (6/1/2021). 

2. Situasi tambah sulit dengan adanya pandemik virus Corona

Para buruh pabrik tahu di Semarang sibuk memasak tahu memakai alat tradisional. IDN Times/Fariz Fardianto

Meski harga kedelai kerap mengalami kenaikan, namun ia merasa situasi awal tahun 2021 benar-benar membuatnya kalang kabut. Betapa tidak, harga kedelai yang merangkak naik justru terjadi saat dalam situasi pandemik COVID-19. 

Naiknya harga kedelai sudah ia rasakan selama tiga bulan belakangan ini. "Harga kedelai tambah mahal sejak tiga bulan terakhir. Otomatis sangat berpengaruh ke penjualan di pasaran. Apalagi dengan munculnya pandemik COVID-19, penjualan tahu belum menunjukan tren kenaikan. Ini jelas jadi pukulan telak bagi kami," ujar pria yang jadi bos pabrik tahu Eco tersebut. 

3. Juragan tahu pilih kurangi kapasitas produksinya

Seorang buruh mengemas tahu ke dalam sebuah tong untuk dikirim ke berbagai pasar tradisional di Semarang. IDN Times/Fariz Fardianto

Untuk mengakali kenaikan harga kedelai, ia terpaksa memangkas kapasitas produksinya. Dari awalnya rutin memproduksi 130 ribu buah saban hari. Kini ia mengurangi kapasitas produksinya jadi 90 ribu-100 ribu per hari. 

"Kapasitas produksinya kita kurangi 25-30 persen. Yang awalnya biasa masak tahu 130 ribu per hari. Sekarang kita cuma masak 90 ribu sampai 100 ribu sehari. Atau kalau diitung kiloannya, kita cuma memproduksi 1 ton," akunya.

Jika perajin lain rutin memperkecil ukuran tahu, ia bilang tak mau ikut-ikutan. Menurutnya ukuran tahu yang diperkecil justru bikin kualitasnya menjadi jelek. 

"Kita malah susah kalau memperkecil tahu. Kalau ukurannya dikurangi kualitasnya tambah jelek. Tapi kalau kondisi ini dibiarkan berlarut-larut dan pemerintah gak segera mengatasi kenaikan harga kedelainya, ya banyak perajin tahu yang kolaps," terangnya. 

4. Tahu buatan Kampung Tandang sering dijual di berbagai pasar tradisional

Penampakan tahu buatan perajin Kampung Tandang Mrican Semarang yang siap dijual ke pasar tradisional. IDN Times/Fariz Fardianto

Cara lainnya yang ia tempuh yaitu dengan menaikan harga tahu sedikit demi sedikit. Tahu yang ia produksi selama ini kerap dijual ke berbagai macam pasar tradisional. Mulai dari Pasar Banyumanik, Pasar Bangetayu, Pasar Peterongan hingga merambah ke kampung-kampung. 

"Kita terpaksa menaikan harga tahu tapi gak banyak. Cuma 15 persen. Ini juga belum tentu semua konsumen mau nerimanya," pungkasnya. 

Baca Juga: Mentan: Harga Kedelai Mahal Tidak Hanya Terjadi di Indonesia 

Berita Terkini Lainnya