Tanaman anggrek yang dibudidayakan di lereng Gunung Merapi. (Dok/Istimewa)
Lebih lanjut joko menjelaskan bahwa tanaman kopi yang dibudidaya penduduk juga berfungsi sebagai penahan longsor yang kerap terjadi di desa yang berada pada ketinggian 1000-meter diatas permukaan laut (mdpl). Budidaya kopi juga bertujuan untuk menjaga kontur tanah agar tetap kuat menghindari dari longsor dan supaya lahan yang ada menjadi lebih produktif.
“Dulu kami selalu kuatir bisa musim hujan tiba karena kerap terjadi longsor, kini dengan adanya tanaman kopi longsor bisa dicegah”, tambah Joko.
Joko mengatakan Desa Mriyan ini masuk Kecamatan Tamansari yang dikukuhkan sebagai Kecamatan Konservasi karena sebagian besar areanya adalah daerah recharge yang mana demografisnya memiliki karakteristik untuk menggerakan aliran air tanah secara vertikal ke daerah yang lebih rendah.
Sementara itu, salah satu barista dan pengelola Kedai Kopi, Parli, mengaku kedai kopi miliknya membawa banyak keberkahan. Selain dapat memberikan keterampilan baru untuk para warga yang kini menjadi barista kedai kopi, juga sebagai pintu baru untuk komuitas dan orang luar agar berdatangan untuk mengenal Desa Mriyan.“Ya saya kalau merasakan gini pak, dulunya itu kan dari kelompok kami dan orang-orang sini aja sekarang banyak orang yang mau datang kesini” kata Parli.
Meski dari segi ekonomi penghasilan dari Kopi belum sebesar komoditi lain di Desa Mriyan tapi menurut Parli, kedepannya kopi memiliki potensi yang besar untuk menopang kemajuan Masyarakat Desa. “Memang untuk saat ini, penghasilan dari kopi ini belum sebesar yang didapat masyarakat dari tembakau dan mawar. Tapi, kedepannya penghasilan dari kopi ini mungkin bisa sama. Yang penting, kita konsisten karena memang masih dalam tahap belajar bagaimana nanti bisa mengembangkan yang lebih baik lagi,” ujar Parli.
Selain kopi, terdapat juga konservasi dan budidaya tanaman anggrek Merapi. Saat ini sudah ada puluhan pohon anggrek Merapi yang dipelihara dan dikembangkan. Anggrek yang dibudidayakan hingga saat ini sudah terdapat 23 varian, salah satunya adalah varian anggrek langka yaitu Vanda Tricolor.
Konservasi anggrek dilakukan dengan membuat greenhouse berukuran 4-meter x 6 meters. Mereka merawat anggrek di tempat tersebut selama 1,5 hingga 2 tahun sebelum dilepasliarkan ke area Gunung Merapi.