Imlek 2020, Kisah Oey Tong Gwat Perajin Dodol Keranjang Asal Tegal

Usaha yang digeluti sejak 40 tahun

Tegal, IDN Times - Bagai sayur tanpa garam, mungkin pepatah ini cukup untuk menggambarkan, jika merayakan Tahun Baru Imlek tanpa dodol keranjang. Meski sudah jarang ditemukan keturunan Tionghoa yang mengkonsumsi jajanan ini. Namun, ada hal yang menarik dengan dodol keranjang buatan Kota Tegal.

Baca Juga: Imlek 2020, Selamat 5 Shio Ini Diramalkan Paling Hoki dan Beruntung

1. Perajin dodol keranjang Tegal produksi sejak tahun 80-an

Imlek 2020, Kisah Oey Tong Gwat Perajin Dodol Keranjang Asal TegalIDN Times/ Muchammad Haikal

Dodol keranjang buatan Oey Tong Gwat yang akrab disapa Mindayani Wirdjono (79) masih laris dibeli pelanggan setianya. Usaha kagetan saat Tahun Baru Imlek tersebut diketahui sudah digeluti dirinya sejak tahun 80-an.

Saat itu, Mindayani masih menghuni bersama orang tuanya di Komplek Pecinan (Gedung Rakyat) yang kini menjadi Jalan Setia Budi, Kecamatan Tegal Timur, Kota Tegal. Mindayani yang dibantu dua pekerja, dalam satu hari mampu memproduksi kue dodol keranjang hingga 30 kilogram.

Jajanan khas yang disajikan saat Imlek dan dipersembahkan untuk para Sinbeng (dewa) itu, dikenal dodol keranjang karena memiliki sebuah filosofi. Dimana pada masanya, dodol disajikan kepada dewa dengan menggunakan anyaman bambu yang menyerupai keranjang, sehingga kini familiar dikenal dengan nama dodol keranjang.

2. Tata cara membuat dodol keranjang

Imlek 2020, Kisah Oey Tong Gwat Perajin Dodol Keranjang Asal TegalIDN Times/ Muchammad Haikal

Ditemui IDN Times, Senin (13/1) siang, Mindayani sedikit menjelaskan cara membuat dodol keranjang. Dimana kue keranjang itu dibuat dari campuran beras ketan dan gula merah yang diaduk hingga merata. Adonan tersebut kemudian dimasukkan ke dalam cetakan berupa keranjang-keranjang kecil, dan dikukus dalam panci berukuran besar selama kurang lebih 12 jam.

Sebelum memproduksi dodol keranjang, Mindayani terlebih dahulu menjalani sebuah usaha pembuatan kue, roti, dan jasa pemotongan ayam. Namun, salah seorang karyawannya, Si Wha alias Nyameng memberikan saran kepada dirinya untuk beralih profesi membuat dodol keranjang.

“Awalnya (1980) saya disuruh karyawan membuat dodol keranjang. Karena karyawan saya itu tidak bisa membuat, namun pandai dalam memberikan arahan cara pembuatan,” ujar Mindayani.

Kurang lebih selama enam tahun (1986) memproduksi, karyawannya tersebut meninggal dunia. Hingga akhirnya Mindayani melanjutkan usaha pembuatan dodol keranjang dan dapat bertahan sampai sekarang ini.

3. Memproduksi dodol harus pintar menjaga mood

Imlek 2020, Kisah Oey Tong Gwat Perajin Dodol Keranjang Asal TegalIDN Times/ Muchammad Haikal

Baca Juga: Imlek 2020, 5 Shio Ini Diprediksi Sial dan Ciong di Tahun Tikus Logam

Dalam proses pembuatan, pemilik perusahaan atau orang yang membuat kue, dilarang bersedih atau marah-marah. Pasalnya, sesuai kepercayaan, jika saat pembuatan diiringi dengan perasaan sedih, maka hasil kue dodol keranjang tidak akan bagus.

Bahkan, hal tersebut sempat dialami Mindayani ketika suaminya jatuh sakit. Beberapa kilogram adonan yang sudah dikukus, ternyata tidak bisa jadi secara sempurna (rusak, red). Dan berdasarkan pengakuan dia, setelah ditinggal untuk beristirahat selama dua hari, kue tersebut baru bisa masak atau berhasil dikusus.

“Ketika suami saya sakit, saya sempat sedih. Ternyata perasaan saya itu berpengaruh terhadap hasil kue. Namun, setelah saya memutuskan untuk istirahat selama dua hari. Pada hari ke tiganya adonan tersebut kembali dikukus, akhirnya bisa matang. Namun, hasilnya kurang memuaskan,” jelasnya.

4. Dodol keranjang dipasok ke sejumlah daerah

Imlek 2020, Kisah Oey Tong Gwat Perajin Dodol Keranjang Asal TegalIDN Times/ Muchammad Haikal

Seiring berjalannya waktu, usaha selama kurang lebih 40 tahun itu berkembang semakin pesat. Mindayani, yang juga warga Jalan Blimbing nomor 84 tersebut, kini telah memiliki 20 karyawan. Dari hasil memproduksi kue dodol keranjang dengan merek ‘Sido Makmur’, dia mampu menghidupi delapan anaknya, yang kini dapat dikatakan menjadi orang sukses di Kota Tegal.

“Sekarang ini dalam satu hari saya bisa memproduksi kue keranjang hingga tiga kwintal. Pelangganya tidak hanya dari Tegal saja, melainkan juga datang dari kota-kota besar, seperti Semarang, Pekalongan, Bandung dan Solo,” tegasnya.

Untuk harga per satu kue keranjang (satu seperempat) dijual Rp 5.000. Sedangkan untuk satu dus (10 kg) dijual dengan harga Rp 100.000. Adapun varian rasanya terdiri dari rasa original, pandan, cokelat dan frambos.

5. Dodol keranjang disantap saat Cap Go Meh

Imlek 2020, Kisah Oey Tong Gwat Perajin Dodol Keranjang Asal TegalIDN Times/ Muchammad Haikal

Menurut dia, biasanya warga keturunan Tionghoa menyantap dodol keranjang setelah melakukan sembahyang, 10 hari setelah Perayaan Tahun Baru Imlek atau Cap Go Meh. Kue tersebut lebih nikmat disantap dalam keadaan keras dan juga digoreng dengan sedikit campuran telur.

Dodol keranjang buatan Mindayani mampu bertahan hingga dua bulan. Bahkan, tidak menutup kemungkinan, kue tersebut bisa bertahan sampai satu tahun. Karena berdasarkan cikal bakalnya, dodol keranjang merupakan kue yang dijadikan bekal orang China saat melakukan perjalanan jauh.

“Saya mulai memproduksi sejak awal Januari. Sama seperti perayaan umat Islam, usai diproduksi saya juga membagikan kue dodol keranjang kepada kerabat dan tetangga dekat. Jika umat Islam memberikan ketupat sayur, saya memberikan dodol keranjang,” imbuhnya melempar senyum.

Baca Juga: 5 Hal yang Bisa Dinikmati di Pasar Imlek Semawis 2020 Semarang

Topik:

  • Bandot Arywono

Berita Terkini Lainnya