Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
ilustrasi menjadi pendengar (pexels.com/Cliff Booth)
ilustrasi menjadi pendengar (pexels.com/Cliff Booth)

Intinya sih...

  • Mendengarkan tanpa ruang bicara bisa berdampak negatif pada kesehatan mental dan relasi
  • Menyerap emosi negatif terus-menerus dapat membuat batas antara empati dan kelelahan mental menjadi kabur
  • Ketidakseimbangan dalam mendengarkan dan bersuara dapat menggerus rasa percaya diri dan mempengaruhi karier serta hubungan personal
Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Dalam menjalin hubungan sosial, peran sebagai pendengar sering kali dianggap mulia. Banyak yang memilih diam dan mendengarkan karena merasa lebih bijak atau ingin menjaga hubungan tetap harmonis.

Tapi, di balik itu semua, jadi pendengar terus-menerus tanpa kesempatan bersuara bisa menimbulkan tekanan tersendiri. Simak bagaimana terlalu sering mendengarkan tanpa ruang untuk bicara bisa berdampak negatif buat kesehatan mental dan relasi kamu.

1. Energi kamu bisa terkuras secara diam-diam

ilustrasi menjadi pendengar (pexels.com/fauxels)

Mendengarkan keluh kesah orang lain itu memang butuh energi, apalagi jika mendengarkan keluh kesah mereka setiap hari. Kamu mungkin merasa bersalah kalau menolak, padahal sebenarnya lelah secara emosional. Tanpa sadar, kamu mengabaikan kebutuhan sendiri karena terlalu sibuk mengurus beban orang lain.

Situasi makin berat saat kamu menyerap emosi negatif terus-menerus. Batas antara empati dan kelelahan mental menjadi kabur, bahkan bisa membuat kamu kehilangan semangat. Mengutamakan orang lain yang kamu lakukan secara berlebihan sering kali hanya akan membuat kamu lupa bagaimana caranya “mengisi ulang” energi diri sendiri.

2. Kamu kehilangan ruang untuk didengar balik

ilustrasi menjadi pendengar (pexels.com/KATRIN BOLOVTSOVA)

Jadi pendengar yang baik memang membuat kamu terlihat keren dan bisa diandalkan. Tapi kalau tidak pernah diberi ruang untuk bicara balik, bisa dipastikan apa yang terjadi antara kamu dan lawan bicara kamu termasuk bukan relasi yang sehat. Kamu bisa merasa tidak dilihat, seolah kehadiranmu hanya sebagai penampung cerita tanpa punya value.

Lama kelamaan, perasaan kesepian akan muncul meski kamu sedang bersama atau sedang dikelilingi banyak orang. Terbiasa mendengarkan orang lain membuat kamu menyimpan semuanya sendiri dan enggan berbagi. Hubungan seperti ini berisiko jadi satu arah dan melelahkan secara mental.

3. Rasa tidak enakan justru membuat kamu dimanfaatkan

ilustrasi menjadi pendengar (pexels.com/Moe Magners)

Ketika kamu terlalu sering bilang “iya” karena tidak ingin menolak curhat orang lain, boundaries kamu seolah jadi tidak ada sama sekali. Beberapa orang bisa mulai melihatmu sebagai tempat pelarian tanpa mempertimbangkan kondisimu kala itu. Rasa tidak enak yang terus-terusan dipelihara membuat kamu jadi mudah dimanfaatkan, lho.

Kamu mungkin berpikir sedang membantu orang lain, padahal malah menempatkan diri di posisi yang merugikan. Lama-kelamaan, kamu kehilangan kemampuan untuk  berkata jujur karena takut menyakiti perasaan orang lain. Sikap seperti ini sering kali membuat kamu terjebak dalam hubungan yang kurang sehat dengan orang lain.

4. Identitas diri bisa terkikis perlahan

ilustrasi menjadi pendengar (pexels.com/Edmond Dantès)

Saat kamu lebih sering mendengarkan dibandingkan bicara, sisi diri kamu yang autentik bisa perlahan hilang. Orang-orang mungkin tidak tahu apa yang sebenarnya kamu pikirkan atau rasakan sebenarnya. Hal itu secara perlahan akan membuat kamu terjebak dalam kondisi yang bukan kamu banget.

Kehilangan kebiasaan untuk menyuarakan isi hati bisa membuat kamu merasa terasing bahkan dari diri kamu sendiri. Jika dibiarkan, kamu bisa kehilangan arah dan merasa tidak punya tempat yang benar-benar memahami apa yang kamu rasakan saat itu. Sering mendengarkan tanpa ruang bicara bukan hanya melelahkan, tapi juga menggerus rasa percaya diri.

5. Tumbuh tanpa suara, bisa menghambat karier dan hubungan

ilustrasi menjadi pendengar (pexels.com/Henri Mathieu-Saint-Laurent)

Dunia kerja menuntut komunikasi dua arah yang seimbang. Kalau kamu terlalu sering diam, pendapat dan kontribusimu jadi tidak terlihat. Hal ini bisa membuat peluang karier terhambat hanya karena kamu dianggap pasif atau kurang percaya diri selama berada di kantor.

Dalam hubungan personal pun, keberanian bersuara penting untuk membangun koneksi yang setara. Terlalu sering jadi pendengar bisa membuat kamu dianggap tidak punya pendirian sama sekali, lho. Relasi sehat dibangun dari dialog, bukan hanya satu pihak yang terus bicara, kan?

Tidak semua pendengar merasa damai dalam diamnya. Ada yang perlahan tergerus tanpa pernah sempat menyuarakan isi kepala dan hatinya. Mungkin sudah waktunya untuk menyeimbangkan peran yakni kadang jadi telinga, kadang jadi suara. Karena pada akhirnya, semua orang juga berhak didengar, termasuk kamu.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.

Editorial Team