TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Mengenali Tabiat Millennial yang Suka Pakai Asuransi Kantor lewat Data

Mereka memilih lebih baik mengobati sendiri kalau pas sakit

Ilustrasi millennial dan Gen Z/Dok. IDN Times

Anak muda atau populer pada era kekinian disebut dengan millennial, selalu menyita perhatian banyak pihak. Tidak terkecuali bagi pelaku industri jasa keuangan Tanah Air. Millennial menjadi target empuk pelaku industri asuransi jiwa di Indonesia karena populasi mereka cukup mendominasi.

Rupanya, pemanfaatan asuransi jiwa bagi mereka masih minim bahkan belum menjadi pilihan utama. Padahal, penggunaan asuransi mampu menstimulasi mereka dalam menata dan mengelola keuangan lebih baik saat usia masih produktif.

Melalui jurnalisme resep kali ini, terungkap bahwa minimnya penggunaan asuransi jiwa diakibatkan tabiat mereka yang konsumtif, ditambah sering memanfaatkan asuransi yang diberikan kantor atau perusahaan tempat bekerja. Situasi tersebut membuat nyaman mereka dan menganggap bahwa asuransi jiwa belum perlu atau urgent.

Data perilaku millennial banyak beredar luas di jagad dunia maya. Secara spesifik, untuk membuktikan hipotesis dan menemukan cerita tersebut memerlukan keterampilan khusus dan membutuhkan waktu yang tidak sebentar. 

Pencarian data dilakukan secara sistematis menggunakan konstruksi kata kunci yang spesifik agar hasil yang diinginkan bisa didapatkan. Di antaranya melalui mesin pencarian Google berikut ini.

Baca Juga: Gaya Millennial Semarang Jual Jus saat COVID-19: Hidup dan Cuan Sehat!

1. Menjawab hipotesis yang mengemuka

(IDN Times/Dhana Kencana)

Dalam laporan Indonesia Millennial Report (IMR) oleh IDN Research Institute yang rilis pada 2019--bisa bebas akses, gratis, dan terbuka pada mesin pencarian Google--terungkap bahwa pengeluaran setiap bulan millennial di Indonesia lebih banyak diperuntukkan untuk kebutuhan rutin bulanan. Jumlahnya sampai 51,1 persen.

Millennial yang menyisihkan uang per bulan untuk ditabung hanya 10,7 persen. Termasuk juga yang disisihkan untuk investasi (2,0 persen) dan asuransi (6,8 persen). Praktis, data pada laporan setebal 108 halaman tersebut menunjukkan bahwa pengelolaan keuangan mereka masih terbatas pada hal-hal konsumtif.

(IDN Times/Dhana Kencana)

Sementara itu, millennial yang menggunakan produk keuangan asuransi jiwa--pada halaman lain laporan tersebut--jumlahnya juga masih minim, hanya 2,9 persen. Paling banyak--80,2 persen--dari mereka menggunakan produk keuangan berupa tabungan. Gaya hidup konsumtif terkonfirmasi jika mereka lebih memilih menggunakan kartu kredit (6 persen) dan kredit barang elektronik (4,2 persen).

(IDN Times/Dhana Kencana)

Mengapa mereka belum banyak menggunakan produk keuangan asuransi jiwa? Jawabannya ada pada Laporan Statistik Pemuda Indonesia 2020 yang disusun oleh Badan Pusat Statistik (BPS).  Berkas sebanyak 354 lembar tersebut dapat diunduh secara terbuka, gratis, dan dicari melalui mesin pencarian Google.

(IDN Times/Dhana Kencana)

Pada tabel 4.4 laporan tersebut memperlihatkan bahwa persentase millennial di Indonesia yang memiliki jaminan kesehatan menurut jenis jaminan kesehatan, paling banyak adalah asuransi sosial (BPJS Kesehatan). Masing-masing adalah peserta penerima subsidi (PBI) sebanyak 53,36 persen dan peserta mandiri mencapai 34,23 persen.

Adapun lainnya, millennial yang memanfaatkan asuransi kantor mencapai 5,48 persen. Sedangkan yang murni mempunyai asuransi jiwa atau swasta hanya 1,11 persen.

(IDN Times/Dhana Kencana)

Ada hal menarik pada laporan tersebut. Yakni, berdasarkan analisis terpisah, sebagian besar millennial menganggap belum memerlukan atau memanfaatkan produk keuangan asuransi karena menilai masih belum perlu atau urgent. Hal itu terlihat ketika mereka sakit.

Sebanyak 33,14 persen menganggap tidak perlu berobat atau mendapatkan perawatan medis karena tidak perlu karena mereka menilai bisa mengobati sendiri (64,20 persen).  Kondisi tersebut paling banyak terjadi dikalangan millennial yang tinggal di wilayah rural atau perdesaan.

(IDN Times/Dhana Kencana)

Data-data yang diperoleh melalui riset tersebut kemudian divisualisasikan untuk memudahkan masyarakat atau pembaca dalam memahaminya. Visualisasi menggunakan Flourish sebagai penyedia layanan data visualisasi terkemuka di Dunia, sehinga bisa memanfaatkan fitur-fiturnya dalam mendukung tugas jurnalistik.

2. Spesifik dalam visualisasi data

(IDN Times/Dhana Kencana)

Ketiga data utama yang terungkap, yakni mulai dari perilaku millennial dalam IMR 2019, kepemilikan jaminan kesehatan, serta alasan untuk tidak berobat pada laporan Statistik Pemuda 2020 divisualisasikan menggunakan fitur dari Flourish. Bisa dimulai dengan memilih jenis visualisasi yang akan digunakan.

(IDN Times/Dhana Kencana)

Melalui data yang ada, visualisasi yang digunakan adalah jenis Line, Bar, and Pie Chart pada Flourish.

(IDN Times/Dhana Kencana)

Ketiga data tersebut dimasukkan pada tabel visualisasi Flourish, sebagai berikut. Yang pertama data mengenai pengeluaran per bulan millennial. Untuk data penggunaan produk keuangan yang lebih banyak memanfaatkan tabungan, tidak divisualisasikan karena hanya digunakan sebagai data pendukung serta penguatan.

(IDN Times/Dhana Kencana)

Inilah data kepemilikan jaminan kesehatan yang dimiliki millennial di Indonesia. Visualisasi pada data-data yang sudah masuk pada tabel data visualisasi Flourish akan tampil otomatis pada pojok bawah kanan layar.

(IDN Times/Dhana Kencana)

Lalu data alasan atau pertimbangan millennial tidak bersedia berobat atau mendapatkan perawatan medis resmi.

(IDN Times/Dhana Kencana)

Baca Juga: 10 Potret Aksi Bhabin Millennial Semarang, Kreatif Ngonten COVID-19

Berita Terkini Lainnya